Andromeda

39 7 0
                                    

“It’s lazy saturday afternoon, there’s a couple lying naked in bad reading Encyclopediea Brittanica to each other, and arguing about whether the Andromeda Galaxy is more ‘numinous’ than the resurrection. Do they know how to have a good time, or don’t they?.” – Carl Sagan

Meski langit tampak cerah, tapi manusia tak bisa melihat bintang secara keseluruhan. Kita hanya bisa melihatnya setengah bola langit saja dan itu artinya berkisar 4.548 bintang. Padahal menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Hoffleit, terdapat 9.096 bintang di kedua belahan langit.

Adanya magnitudo membuat milyaran bintang yang menetap di galaksi kita, Bimasakti hanya terlihat seperkiannya saja. Apalagi jika ingin melihat bintang dari galaksi tetangga. 

“Apa aku bisa melihat M31?” tanyaku memecah keheningan ditengah kegiatannya mengatur Finder Scope teleskop. Dia tersenyum, “beruntung karena kita datang ke sini bulan november,” dia terdiam sejenak dan mulai mencoba mendekatkan satu matanya ke lensa teleskop, mengecek apakah setelan telah sesuai dengan keinginannya. 

“Tidak sulit menemukan galaksi spiral yang besar tersebut dengan mata telanjang. tapi dengan bantuan teleskop reflektor kamu bisa melihatnya lebih jelas,” lanjutnya. Dia mundur dan mempersilahkanku untuk menempati posisinya. Aku sedikit menunduk memicingkan sebelah mataku dan menempatkan lainnya untuk lebih dekat dengan lensa. 

Setelah mataku telah benar-benar beradaptasi dengan teleskop yang menampilkan begitu 'banyak bintang dengan cahaya yang bervariasi. Aku tak bisa berhenti berdecak kagum, semua yang kulihat tampak sangat indah.

“Wow,” ungkapan takjub lolos dari bibirku.

“Ketemu hm?,” bisiknya di telingaku

Aku mengangguk, “ya aku melihat intinya.”

Dia mengusak rambutku gemas, “aku bahkan tidak tau tepat lokasi galaksi M31.” Ungkapnya jujur.

Aku sontak menoleh ke arahanya, “Serius?,” tanyaku tak percaya

Dia tersenyum, “ya, aku tidak sejenius kamu sayang yang hafal semua rasi bintang beserta letak spesifiknya. Aku hanya tau hal-hal umumnya saja.”

“1% pun aku ga percaya sama omongan kamu, ga pengen liat juga? sini gantian.” Dia terkekeh dan mengambil alih tempatku berdiri.

“Aku udah lihat banyak bintang nih, ada dibagain mana letak M31?,” tanyanya polos setelah memfokuskan matanya pada lensa. 

“Eum kamu kenal nama-nama bintang yang mendiami rasi Pegasus, Cassiopeia dan Andromeda kan?”

“Scheat, Alpheratz, Algenib, Markab, Epsilon Pegasi, Segin, Ruchbah, Achird, Schedar, Cap, . . .”

“Stop it,” aku menginterupsi jawabannya ketika sedang menyebutkan sederetan bintang yang ada di tiga rasi tersebut. Aku sedikit sebal, karena dia selalu merendah didepanku padahal sudah jelas-jelas bahwa dia lebih jenius dariku.

“Sudahlah lupakan, kamu bisa mencarinya sendiri,” lanjutku sambil menghela nafas panjang. Aku telah berbalik badan dan memutuskan utuk turun dari rooftop, tapi tangannya dengan sigap menahanku.

“Ngambek?,” tanyanya. 

Aku hanya menggeleng pelan, “Ga kok, aku sebel aja sama kamu. Katanya cuma tau hal dasar aja tapi udah hafal semua dih. Terus tadi ngapain nanya hih,” ku cubit lengannya gemas, kebiasaan lamaku tetap saja ku lakukan jika merasa sebal dengannya. 

Dia tidak menjerit, atau mungkin dia menahan rasa sakitnya. Dan lagi-lagi dia terkekeh “Tapi serius sayang aku ga tau lokasinya.” Lanjutnya.

Aku mengangkat bahuku tanda tak perduli.

“Dah ah sini dulu, aku masih penasaran dibagian mananya,” dia menarik pinggulku untuk mempersempit jarak antara kita, sekaligus agar aku tidak bisa pergi darinya.

Matanya kembali fokus dengan pemandangan langit malam penuh bintang yang terefleksi jelas di lensa teleskop sambil tangan kananya yang masih setia menahan pinggulku, waspada.

“Terus kalau aku udah lihat bintang-bintang dari rasi pegasus, cassiopeia dan andromeda, apa yang harus aku lekukan,” tanyanya kembali pada topik pembahasan awal kita. 

Karena hanya tersedia satu teleskop, jadi aku menengadah ke langit guna tidak memberikan arahan yang salah, lagi pula galaksi M31 bisa terlihat dengan mata telanjang meski sangat samar. Aku memicingkan mataku mencoba untuk mengindentifikasi lebih detail elemen kosmos tersebut.

“Karena kamu dah nemu tiga rasi bintang sebagai patokan; Pegasus, Cassiopeia, dan Andromeda. Kamu harus menarik bintang Sirrah, bintang paling terang yang ada di rasi Andromeda  menuju bintang Ruchbah yang ada di rasi Cassiopeia.” Jelasku masih dengan kepala yang menengadah ke langit.

“Hm udah sayang, lanjut”

“Kalau udah, kamu harus menarik garis bintang Mirach menuju bintang Mu Andromedae. Tepat diantara dua garis bertemu, terdapat cahaya samar berbentuk oval. Nah itu galaksi M31 atau Andromeda.” 

“Lah yg samar banget itu?,” tanyanya, dia masih fokus pada lensa teleskopnya.

Aku tertawa, “ya terus? kan jaraknya dari bumi 2500 juta tahun cahaya, ya jelas samar dong.” 

Kini dia menoleh padaku, “tapi yang aku tau, galaksi andromeda begitu dekat.” dia terdiam sejenak, “bahkan sangat dekat.” Kini dia menarikku semakin dekat dengannya, mengarahkan tangannya menangkup wajahku. Matanya tanpa permisi menembus mataku. Aku hanya terpaku padanya tanpa bisa mengucapkan satu katapun, aku tersihir dengan pesonanya. Hingga sebelum aku bisa memproses segala yang telah terjadi, dia memiringkan kepalanya dan dengan perlahan dia menempelkan bibirnya ke bibirku. Seketika dunia yang ada disekitarku menggelap, seolah tak ada satupun cahaya. Sangat gelap.







You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 05, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Di Bawah Langit TorontoWhere stories live. Discover now