9

3.7K 229 8
                                    

"Udah, udah dianter bapak tadi."

Seketika kegaduhan pagi ini teratasi. Hela nafas lega menyertai setelah ibu mengatakan kalau Anna sudah diantar ke sekolah sama bapak.

Mas Putra masih mencoba untuk telfon Mas Anjas, salah satu asdosnya untuk gantiin jaga UAS. Terus denger suara dia agak menggebu pas Mas Anjas kayanya angkat telfon. Tak lama Mas Putra ambruk lagi selepas menyudahi percakapan. Kayanya masih kaget juga dia.

"Emang kamu ngga kuliah? Ndableg udah nikah juga bangunnya siang-siang. Si Putra sarapannya gimana. Pasti laper di kampus"

Ealah Buuu, Bu. Orangnya aja juga masih di kasur. Yang bikin kesiangan juga dia. Eitss...

"Kuliah, Bu. Nanti abis dzuhur. Ujian sampe sore."

"Ya udah, ibu mau ambil pesenan rambak di Mbak Sari. Kamu buruan bangun. Mandi gih."

"Iya, bu. Makasih."

Handphone di tanganku langsung terjatuh di pangkuan. Lega rasanya. Setelah setengah mati kami kelabakan karena bangun udah jam setengah 9. Padahal niatnya ngga tidur lagi abis subuhan.

Heran sih. Mas Putra tumben tidur juga abis sholat. Biasanya aja ganggu banget kalau aku tidur. Katanya ga boleh tidur abis subuhan nanti jadi gampang pikun.

Uluran tangannya melingkar di perutku yang masih duduk menenangkan diri. Sambil kepalanya menggesek-gesek pinggang belakangku. Ah, enak banget rasanya. Tau aja badan istrinya serasa udah rontok.

Bener-bener kaya ngga bertulang. Ku pikir iya sih sakit karena melakukan hubungan suami istri pertama kali. Tapi ini kayak, Ya Allaaah. Tau lah, gelap.

Mana semalem mau ke kamar mandi malah kakiku lemes banget sampe ambruk. Belum juga jalan.

Mas Putra yang lihat aku duduk lemes di lantai agak panik.

"Ke kamar mandi?" tanyanya setelah memutari tempat tidur dan jongkok di depanku. Aku mengangguk.

"Kenapa buru-buru, sih?" Ih jail bangeeet. Pen aku sleding tapi ga punya daya. Alhasil cubitanku nyasar ke perutnya. Ini pipi udah panas banget rasanya.

"Angkatiiin!" bodo amat malu. Udah kepalang banget masa mau ngesot. Dibuat jalan juga masih sakit. Mari berdayakan keberadaan suami tersayang.

"Bersih-bersih terus wudhu aja ya, mandinya nanti." bener juga. Aku gamau begadang efek mandi malem-malem. Udah terlampau capek. Kujawab dengan anggukan.

"Bentar aku ambilin baju." sosoknya yang telanjang dada keluar kamar mandi. Aku masih duduk di atas wastafel menengok ke belakang. Cermin di belakangku. Wah gila, berantakan banget rambutku. Emang ngga tau malu nih rambut gampang banget lepek. Bercak merah di mana-mana. Kacau.

Mas Putra kembali bersama dengan pakain tidurku di tangannya. Lalu ditaruhnya baju itu di sampingku.

"Masih sakit?" tanyanya sambil kedua tangan menyangga di tepi wastafel sambi memerangkapku. Jujur gini aja aku malu banget. Soalnya kan ini aku telanjang cuma ditutupi sama selimut. Aku kagok juga mau jawab gimana. Takutnya dia tambah khawatir. Refleks aku menggeleng lemah.

"Ngga usah bohong."

"Hehe, lumayan." sejenak dia mendalami mataku. Lalu mengusap kepala belakangku sambil mengecup bibirku singkat.

"Makasih ya. Mas sayang kamu." masih setia tangannya mengusap kepalaku. Aku ngga tau kenapa hatiku mendesir mendengar kalimatnya. Tersihir dengan perlakuannya yang bahkan ngga pernah aku bayangkan sebelumnya. Lelaki yang ngga pernah aku pikirkan sebelumnya, sekarang jadi suamiku. Iya, aku sayang Mas Putra juga.

Aku baru tersadar sihirnya mengundang air mataku, saat ibu jarinya mengusap lembut pipiku. Diakhiri dengan senyumnya yang merekah dan menghangatkan hati. Hanya dengan peluk aku membalasnya. Sedikit lama sampai aku menyadari kantukku datang lagi, kami kembali saling bertatap.

"Apa mau berendam air anget dulu?"

"Engga usah mas. Aku udah ngantuk. Pingin buru-buru tidur."

Dia cuma ngangguk-ngangguk lalu menggendongku ke arah shower. Aku sedikit kaget pas Mas Putra menyalakan shower. Mau apa dia?

"Mas mau mandi?"

"Mau bantu kamu dulu."

"Ehh, haha ngga usah. Aku bisa kok." mana mungkiiin aku mau dia bantuin aku. Tolong banget masih malu.

"Aku bantu."

"Mas..."

"Gimana, mau duduk di bath up aja?"

"Mas aku bersih-bersih sendiri ya. Aku... malu." lirih, tapi aku berharap dia menangkap maksud ucapanku.

"Oh, oke. Aku di luar ya. Panggil kalau kamu butuh sesuatu." ucapnya lalu mencium pipiku.

"He'em. Makasih."

Setelah mengenakan baju tidurku dan masuk kamar aku kembali terkejut dengan keadaan kamar yang udah rapi. Okee, dia kan emang gabisa berantakan dikit. Tapi mataku tertuju pada seprei yang juga diganti dengan seprei baru. Yahhh masa dia juga yang beresin siiih. Mau protes orangnya udah keburu gantian bersih-bersih badan.

Dah lah. Lelah, rasanya tidur is way much better. Gimana engga? Nyatanya aja abis subuh masih nambah tidur. Pake kesiangan pula.

"Nanti abis UAS Ekonometrika kamu ngga ada kegiatan kan? Langsung pulang ya? Aku juga jaga ujian sampai kamu selesai jadwal." kini kepalanya ada di pahaku yang selonjoran. Menatapku dari bawah.

"Iya."

Kurasakan sapuan tangannya di perutku. Sambil memainkan telunjuknya memutari permukaan perut yang tertutup baju kuningku.

"Kenapa, Mas?" suaraku sedikit khawatir. Soalnya wajahnya jadi sendu.

"Engga apa-apa. Mau sarapan apa? Jangan minta nasi goreng atau indomie. Nanti kamu malah molor pas ujian."

"Enak aja. Mas kali yang molor. Keliatan banget masi ngantuk sampe minta Mas Anjas gantiin jaga ujian." iya bener kan? Coba aja aku punya backup an orang yang bisa gantiin aku ujian gitu. Enak kali ya?

"Mau buru-buru berangkat pun udah ngga kekejar waktunya. Belum siap-siap juga." katanya sambil berusaha bangun.

"Aku ke dapur dulu, sayang." ucapnya sesaat sebelum mengecup pipiku lagi dan lagi lalu pergi meninggalkanku yang masih dugun-dugun, hey!

Apa katanya? Sayang?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Maaf ya telat banget up nya. Makasih udah mau nunggu🤗 Akunya kemarin sibuk banget, sebenernya sampai besok sih. Tapi ini mau tidur gabisa merem-merem. Yaudah sempetin up.

Tandai kalau ada typo nackal yaa. See u💕

RalineWhere stories live. Discover now