BAGIAN 5

110 7 0
                                    

Sampai sinar matahari mulai menerangi persada ini, Pendekar Rajawali Sakti masih terduduk lesu di bawah sebatang pohon besar di tepi Hutan Banyuasin ini. Wajah pucat dan kuyu. Matanya kosong memandang jauh ke depan seperti tiada bertepi. Entah berapa lama dia mencari. Namun jejak Pandan Wangi dan Dewa Mata Maut tidak juga ditemui.
"Pandan..., apa yang terjadi denganmu? Kuharap kau baik-baik saja. Aku tak tahu, apa yang mesti kuperbuat untuk menyelamatkanmu...," keluh Rangga dengan nada getir. "Kalau kau dengar suara hatiku ini, maka gerakkan jiwamu untuk berontak. Kau harus melepaskan diri darinya...."
"Hm... Inikah laki-laki perkasa yang pernah menggetarkan jagat?"
"Heh?!" Rangga tersentak kaget, ketika terdengar dari belakangnya. Seketika dia bangkit berdiri dan berbalik. Dan ternyata seorang gadis telah tegak berdiri di depannya. Seorang gadis cantik berbaju kuning tua, memakai gelang dalam jumlah banyak di kedua tangan.
"Siapa kau, Nisanak?" sapa Pendekar Rajawali Sakti.
"Namaku Anggraeni," sahut gadis berbaju kuning yang mengaku bernama Anggraeni.
"Apa yang kau cari di sini?" tanya Rangga malas-malasan.
"Kalau sekadar ingin mempermainkan, maka saat ini aku sedang tak berselera."
"Hihihi...! Kau seperti ayam sayur yang siap dipotong!" sahut Anggraeni mengejek.
Namun dalam keadaan begini pemuda itu tidak terlalu menghiraukannya. Rangga segera berbalik, hendak menghampiri Dewa Bayu yang masih merumput dua tombak dari tempatnya berdiri.
"Apakah di dunia ini tidak ada wanita lain, sehingga mesti meratapi gadis itu?" usik Anggraeni.
Kata-kata itu menarik perhatian Pendekar Rajawali Sakti. Sehingga langkahnya berhenti seketika. Tubuhnya berbalik, langsung ditatapnya gadis itu tajam-tajam.
"Apa yang kau tahu soal diriku?" tanya Rangga.
"Banyak! Kau pemuda yang tengah patah hati, karena gadismu pergi bersama pemuda Iain. Kasihan..." Padahal, kau cukup tampan untuk mendapatkan sepuluh gadis sepertinya," jawab Anggraeni, seenaknya.
Rangga tersenyum pahit.
"Kini kau tersenyum. Padahal semalam kau berteriak-teriak seperti orang kesurupan!" usik Anggraeni lagi.
"Kau mendengarnya juga?" tanya Rangga.
"Tentu saja! Kau mirip orang gila yang mengagetkan semua hewan serta orang-orang yang berada di sekitar hutan ini. Dan baru pagi ini kutemukan kalau orang yang berteriak ternyata seorang pemuda tampan yang patah hati,"
Kembali Rangga tersenyum. Dan Rangga jadi malu sendiri, karena berarti sejak semula gadis ini mendengar ocehannya. Kalau dibiarkan gadis ini pasti akan mengoceh terus. Maka kembali Rangga berbalik dan melangkah menghampiri Dewa Bayu.
"Hei, mau ke mana kau?!" teriak Anggraeni mengikutinya dari belakang.
"Apakah aku harus seharian mendengarkan ocehanmu? Aku tidak mengenalmu. Juga aku tidak tahu apa maumu. Lalu untuk apa harus di sini?" Rangga balik bertanya.
"Apakah kau tidak berpikir bahwa aku bisa membantumu?" tukas gadis itu seraya tersenyum manis.
"Tentang apa?" tanya Rangga, seraya melompat dan duduk di atas punggung Dewa Bayu.
"Banyak hal. Umpamanya, menyiapkan makanan atau menjadi kawan ngobrol. Hm.... Apakah kekasihmu seorang gadis yang bernama Pandan Wangi?"
"Dari mana kau tahu?" tanya Rangga dengan tatapan tajam. Seakan dengan tatapannya, dia ingin menembus dada gadis itu untuk mengorek segala keterangan.
"Dari teriakanmu semalam, dan dari pertemuanku dengannya beberapa hari lalu," jelas Anggraeni, kalem. "Terus terang, aku pemah bertemu Pandan Wangi bersama si keparat Pranaja itu. Waktu itu aku memang tengah mencari Pranaja. Ketika bertemu, Pranaja memanggil gadis berbaju biru di sampingnya dengan sebutan Pandan. Maka mudah saja aku menduga demikian.
Dada Pendekar Rajawali Sakti makin bergemuruh keras. Ingin rasanya saat itu dia berteriak, kalau tak ingat ada seorang gadis di depannya.
"Yah, mungkin saja dengan bantuanku, kau bisa bertemu kembali dengan Pandan Wangi," cetus Anggraeni lagi.
"Apa?!" Seketika Rangga melompat kembali dari atas punggung kudanya. Langsung dicengkeramnya kedua pundak gadis itu.
"Kau tahu di mana Pandan Wangi?! Katakan padaku! Katakan padaku sekarang juga!" berondong Pendekar Rajawali Sakti.
"Tunggu! Aduuuh...! Kau menyakitiku. Aku tidak mau begini caranya!" dengus gadis itu dengan wajah cemberut. Langsung ditepisnya cengkeraman pemuda itu.
"Aku mohon padamu, Nisanak! Tunjukkan padaku, di mana Pandan Wangi berada?!" pinta pemuda itu, memelas.
"Namaku bukan Nisanak!" sentak Anggraeni masih dengan wajah cemberut.
"Eh, lya! Ng...," Rangga coba mengingat-ingat.
"O, iya! Namamu Anggraeni, bukan?"
Gadis itu senang karena Rangga tidak lupa dengan namanya. Dan bibirnya tersenyum manis.
"Sekarang katakanlah padaku di mana Pandan Wangi berada?" desak Pendekar Rajawali Sakti.
"Apakah kau mencintainya?" Anggraeni malah batik bertanya.
"Nisanak, eh! Anggraeni.... Itu, eh! Maksudku, itu soal pribadi...," tukas Pendekar Rajawali Sakti.
"Kau mencintainya atau tidak?!" tekan gadis itu.
"Tentu saja! Akan kupertaruhkan segalanya, asal Pandan Wangi bisa kutemukan dan kuselamatkan!" sahut Rangga dengan nada tinggi.
"Bagus! Itu baru namanya sikap tegas," sahut Anggraeni dengan tersenyum.
"Sekarang katakan, di mana bisa kutemukan Pandan Wangi?" desak Rangga lagi.
"Tidak semudah itu," sahut Anggraeni kalem.
"Apa lagi yang kau inginkan?!" sentak Rangga, agak keras.
"Hei, jangan marah-marah dulu! Kalaupun gadis itu kau temukan, apa yang bisa kau perbuat terhadap Pranaja yang berjuluk Dewa Mata Maut? Gadis itu ada dalam pengaruhnya. Dan tidak seorang pun yang bisa menyelamatkannya."
"Lalu, bagaimana caranya?"
"Kau harus menghadap Ratu Dewi Kunir."
"Ratu Dewi Kunir? Siapa dia?"
"Sabarlah dulu.... Semuanya akan jelas. Dan jangan lupa, bahwa itu pun tergantung dari kesungguhan hatimu. Lalu ada satu hal yang mesti kau penuhi setelah berhasil mendapatkan gadis itu."
"Apa?"
"Kau tidak boleh membunuh Pranaja!"
Rangga terdiam. Disadari, dia memang tak akan membunuh siapa pun kalau tidak terpaksa. Atau paling tidak, orang itu memang pantas dilenyapkan, karena sepak terjangnya sudah di luar takaran. Tapi yang jelas, buat Rangga adalah bagaimana nanti. Kalau orang itu memang pantas untuk dilenyapkan dengan terpaksa harus dilakukan.
"Apa sebenarnya yang kau inginkan, sehingga melarangku untuk tidak membunuhnya?" tanya Rangga mencoba memancing.
"Itu bukan urusanmu. Yang jelas, serahkan saja Pranaja padaku."
"Kalau tidak kubunuh, jangan-jangan dia akan berusaha mempengaruhi Pandan Wangi?" pancing Rangga lagi.
"Dia tidak akan mempengaruhi siapa pun setelah ini!" tandas Anggraeni.
Dan Rangga merasa yakin kalau gadis di depannya ini pasti ada hubungan erat dengan Pranaja alias Dewa Mata Maut. Entah hubungan apa, yang jelas agaknya gadis itu amat mendendam. Atau mungkin malah mencintainya?
"Kau tidak usah repot-repot memikirkannya," lanjut gadis itu, seperti mengerti jalan pikiran Pendekar Rajawali Sakti.
Rangga memandangnya takjub. Dan gadis itu tersenyum.
"Aku memang punya sedikit urusan dengannya. Dan kalaupun aku secara tidak langsung minta bantuanmu, bukan berarti tidak bisa membereskannya. Tapi ada sesuatu yang tidak bisa kuhadapi. Yaitu Ratu Dewi Kunir yang berdiri di belakang pemuda itu," sambung Anggraeni kembali, sedikit mulai menceritakan persoalannya.
"Siapakah sebenarnya Ratu Dewi Kunir itu?" tanya Rangga.
"Dia seorang wanita yang setengah manusia setengah siluman. Wajahnya cantik. Ada satu hal yang selalu membuatnya senang, yaitu berhubungan dengan laki-laki," jelas Anggraeni gamblang.
"Apa maksudmu?"
"Ya! Ratu Dewi Kunir senang berhubungan seperti layaknya suami istri. Kau mengerti, bukan?" jelas Anggraeni enteng.
"Tapi apa hubungannya dengan semua ini?"
"Dewi Kunir amat sakti. Dan akan murah hati memberikan sedikit kesaktiannya, namun hanya untuk orang yang disukainya. Salah seorang di antaranya Pranaja."
"Lalu?"
"Pranaja memiliki beberapa ajian seperti 'Gelembung Maya' yang membuat dirinya dilindungi suatu kekuatan gaib yang tidak bisa ditembus apa pun. Dia pun memiliki ajian 'Menghilang Rupa' yang bisa membuatnya menghilang. Kalau kau tidak tahu bagaimana menghadapi kedua ajiannya itu, maka tidak usah berharap menemukan kekasihmu!" papar gadis itu.
"Bagaimana cara menghadapi kedua ajiannya itu?" desak Rangga, penuh harap.
"Kau harus minta pada Ratu Dewi Kunir yang merupakan pemilik ajian itu. Tapi perlu diingat. Dia pun amat kikir memberikannya. Cuma dua hal yang bisa memaksanya. Pertama mengancamnya. Dan kedua, memenuhi keinginannya. Jalan pertama agak sulit. Sebab sampai saat ini tak seorang pun yang mampu mengalahkannya. Maka satu-satunya cara adalah jalan kedua," papar Anggraeni lagi.
"Apa maksudmu?" tanya Pendekar Rajawali Sakti, pura-pura bodoh.
"Yah, mengertilah maksudku. Kau harus memohon. Dan itu akan berhasil kalau keinginannya dipenuhi. Dia suka laki-laki tampan. Maka pergunakanlah itu."
"Apakah tidak ada jalan lain?"
"Apakah kau ingin menempuh jalan pertama? Mengancamnya? Itu tidak mungkin!"
"Bagimana kalau mencari kelemahannya?"
Anggraeni terdiam untuk sejurus lamanya. Dari paras mukanya kelihatan kalau tengah berpikir. Seperti mengingat-ingat sesuatu.
"Hm, ya. Kukira, kau benar. Aku ingat sesuatu...!"
Rangga tersenyum senang mendengarnya.
"Tapi ini pun cukup sulit," jelas Anggraeni.
"Katakanlah, bagaimana?" tagih Rangga.
"Ratu Dewi Kunir memiliki dua helai rambut emas. Kalau kau berhasil mencabutnya, maka dia tidak akan berdaya. Ilmunya lumpuh!" jelas Anggraeni lagi. "Tapi untuk mencabutnya, bukan persoalan gampang. Bahkan lebih sulit. Paling tidak, kau harus berdekatan dalam keadaan bercengkerama dengannya. Sehingga, dia lupa dan tak waspada."
Rangga terdiam.
"Kenapa? Kau tidak mampu? Apakah sulit bagimu untuk meladeninya? Padahal, kurasa semua laki-laki tidak akan menolaknya. Tapi kau malah memilih jalan menghindarinya. Apakah kau sudah tidak jantan lagi?" sindir Anggraeni.
"Bukan itu. Tapi...."
"Aku tahu!" potong Anggraeni dengan senyum geli. "Kau pasti belum pernah mencoba, sehingga belum apa-apa sudah gemetar!"
"Ada hal yang menjadi pikiranku," kata Rangga, langsung mengalihkan percakapan. "Dari mana kau tahu banyak soal Dewa Mata Maut dan Ratu Dewi Kunir? Jangan-jangan kau musuh dalam selimut yang akan menjerumuskanku!"
"Jadi, kau tak percaya setelah semuanya kubeberkan?" Anggraeni balik bertanya dengan tatapan tajam.
"Aku tidak bilang begitu. Tapi setidaknya, katakan padaku. Apa alasannya sehingga kau bersedia membantuku?" kilah Pendekar Rajawali Sakti.
"Karena aku juga butuh bantuanmu!" jelas gadis ini.
"Hanya itu?"
Anggraeni menghela napas panjang.
"Kenapa kau banyak tanya segala?"
"Aku tidak ingin terjerumus...," sahut Rangga, kalem.
"Kau kira aku akan menjerumuskanmu?" cibir Anggraeni.
"Kau tahu banyak soal mereka. Dan itu menunjukkan, bahwa kau kenal baik. Lalu bagaimana aku bisa percaya kalau sekarang kau mengkhianati mereka?" tukas Rangga.
"Baiklah. Pranaja adalah kekasihku. Aku tidak suka dia berhubungan dengan kekasihmu. Karena Pandan Wangi seperti menyita perhatiannya, sehingga dia tega mempermalukanku. Padahal, Pranaja belum pernah memperlakukanku begitu, meski sering serong dengan wanita lain," tutur Anggraeni.
Jelas sudah bagi Rangga, mengapa Anggraeni memberi syarat padanya untuk tidak membunuh Pranaja. Permasalahannya hanya satu. Cinta! Cinta memang bisa mengalahkan segala-galanya walaupun orang yang dicintai .adalah penjahat besar!
"Sedangkan Ratu Dewi Kunir adalah majikanku. Secara tak sengaja, aku memperkenalkan Pranaja pada majikanku. Tapi yang terjadi sungguh menyakitkan, karena akhirnya Pranaja menjadi kekasih gelap majikanku," jelas Anggraeni, panjang lebar.
Rangga terdiam seperti coba meyakini kebenaran cerita gadis ini.
"Sekarang kau percaya padaku?" usik gadis itu.
"Baiklah. Aku percaya...," desah Rangga.
"Bagus! Kita berangkat sekarang," ujar Anggraeni. "Hal-hal selanjutnya akan kita bicarakan di tengah perjalanan!"
Rangga mengangguk setuju.

169. Pendekar Rajawali Sakti : Dewa Mata MautWhere stories live. Discover now