BAGIAN 8

125 9 0
                                    

Prabu Kuntadewa mondar-mandir di ruangan khusus ini. Dia tidak habis pikir, bagaimana adik tirinya menangkapi para prajurit. Namun yang terpenting baginya adalah, rencananya bisa berantakan. Karena pemuda itu sudah diusir dari sini!
"Apa kau punya usul bagus untukku, Bagaspati?" tanya Prabu Kuntadewa kepada seorang laki-laki berusia sekitar empat puluh dua tahun.
"Gusti Prabu harus secepatnya meninggalkan istana, sebab...."
"Tidak!" tukas Prabu Kuntadewa memotong kata-kata orang yang dipanggil Bagaspati.
"Itu bukan usul bijaksana. Aku tidak bisa membiarkan Puntalaksana berbuat sesuka hati. Lagi pula tidak mudah bagiku untuk keluar begitu saja. Dia telah menguasai istana ini, dan menjaga ketat di semua tempat."
Laki-laki pembantu setia Prabu Kuntadewa ini terdiam. Dia pun merasa bingung, apa yang mesti dilakukannya untuk menyelamatkan junjungannya.
"Apakah kau tidak bisa menyuruh seseorang untuk membuntuti pemuda itu?" tanya Prabu Kuntadewa.
"Sudah, Gusti Prabu. Namun Panglima Jumeneng mencegahnya. Dan hamba tak bisa berbuat apa-apa. Prabu Puntalaksana telah menguasai semua prajurit. Maka semua kendali berada di tangannya," jelas Bagaspati.
"Kurang ajar dia!" umpat Prabu Kuntadewa.
Baru saja Prabu Kuntadewa menutup mulutnya, mendadak terdengar sesuatu berderak dari atas. Cepat keduanya bersiaga. Terutama Bagaspati, yang berkewajiban melindungi junjungannya.
"Hamba di sini, Gusti Prabu...."
"Hei?!" Prabu Kuntadewa terkesiap dan Bagaspati melompat cepat seraya mencabut pedang begitu terdengar sebuah suara dari arah jendela. Dan mereka langsung berseri, ketika melihat seorang pemuda tampan berbaju rompi putih telah memasuki ruangan ini. Dalam hati mereka heran, bagaimana pemuda yang tak lain Pendekar Rajawali Sakti itu bisa masuk tanpa diketahui? Berarti, pemuda itu memang memiliki kepandaian tinggi.
"Hormatku untukmu, Gusti Prabu!" ucap Rangga penuh hormat.
Prabu Kuntadewa tersenyum ramah dan langsung menghampiri Rangga. Sedang Bagaspati segera menyarungkan pedangnya kembali.
"Ah! Syukurlah ternyata kau muncul. Kami baru saja membicarakanmu!" sambut Prabu Kuntadewa.
Sementara Pendekar Rajawali Sakti tersenyum ketika melihat Prabu Kuntadewa dan Bagaspati masih melirik-lirik ke atas.
"Itu hanya tipuan saja agar Gusti Prabu tidak ribut. Dan hamba bisa masuk lewat jendela ini!" jelas Rangga sambil menunjuk jendela di belakangnya.
"Tapi kita tidak punya banyak waktu, Gusti Prabu. Perlawanan telah diberikan!"
"Perlawanan? Perlawanan apa yang kau maksudkan?"
"Perlawanan terhadap orang-orang Prabu Puntalaksana tentunya!" sahut Rangga enteng.
"Oh! Bagaimana hal itu kau lakukan?!" tanya Prabu Kuntadewa dengan wajah kaget.
"Sebenarnya bukan hamba sendiri yang melakukannya. Tapi juga dibantu para prajurit yang masih setia pada Gusti Prabu!"
"Siapa yang kau maksudkan?"
"Mereka yang telah dijebloskan ke dalam penjara ini!"
"Oh! Kau membuatku takjub, Anak Muda! Bagaimana hal itu bisa kau lakukan?"
"Mudah saja. Mereka kubebaskan, kemudian kubekali senjata. Dan tidak usah diberitahu, mereka mengerti apa yang mesti dilakukan. Yaitu menangkap orang-orangnya Prabu Puntalaksana," jelas Rangga.
Prabu Kuntadewa berdecak kagum. Lalu buru-buru dia melongok ke jendela untuk memperhatikan keadaan sekelilingnya. Namun yang terlihat hanya kegelapan malam dan obor-obor terpancang sebagai penerangan, serta pepohonan yang memang banyak tumbuh di halaman istana.
"Aku tidak melihat apa pun...?!" desis Prabu Kuntadewa seraya memandang heran pada pemuda itu.
"Mereka kusuruh untuk bergerak hati-hati. Dan perang belum dilakukan secara terbuka. Hal ini mengingat, jumlah lawan cukup banyak!" sahut Rangga. "Tapi tidak berapa lama lagi, mungkin akan terjadi perang terbuka. Sebab lambat laun, mereka akan menyadari bahwa sesuatu tengah menggerogoti."
Apa yang dikatakan pemuda itu terbukti. Sesaat kemudian terdengar teriakan pertempuran. Tak lama, tampak beberapa prajurit berhamburan ke sana kemari.
"Cepat, Gusti Prabu! Hamba mesti menolong mereka. Gusti Prabu mesti mencari tempat yang aman, yaitu di kaputren!" ujar Rangga seraya menggamit pergelangan tangan Raja Krojowetan itu, kemudian bergegas keluar ruangan. Sementara Bagaspati mengikuti di belakang.
Karena jarak yang amat dekat, dalam waktu singkat mereka tiba di istana kaputren. Untungnya tempat itu kini telah dikuasai oleh orang-orang yang masih setia kepada Prabu Kuntadewa.
"Siapa namamu?" tanya Rangga pada Bagaspati ketika Prabu Kuntadewa telah berada di dalam.
"Bagaspati...."
"Nah! Pergilah ke dalam dan lindungi junjunganmu, Bagaspati!"
"Tapi aku ingin berjuang membela beliau...."
"Dengan melindunginya, sama artinya kau berjuang membela beliau. Cepat! Sebelum ada penyusup masuk ke dalam!" tegas Rangga, mantap.
"Ba..., baiklah!" sahut Bagaspati sedikit gugup.
Rangga memang sudah memikirkan matang-matang. Dengan adanya perang terbuka seperti sekarang, maka Prabu Puntalaksana akan memerintahkan para prajuritnya untuk membunuh semua pemberontak. Dan Nyai Saptaningrum, penasihatnya yang jeli itu, pasti akan memberi saran untuk menyandera Prabu Kuntadewa dan Sekar Arum. Dengan cara seperti itu tentu pertempuran akan cepat berakhir. Sebab mereka akan tahu, para prajurit yang keluar dari penjara adalah pengikut setia Prabu Kuntadewa.
Dugaan pemuda itu tidak salah. Tiga prajurit yang ditugaskan ke istana Prabu Kuntadewa tampak buru-buru ke kaputren. Di belakang mereka, tampak mengikuti Prabu Puntalaksana serta Nyai Saptaningrum.
"Huh! Kau rupanya! Minggir!" bentak seorang prajurit.
"Kaulah yang minggir!" dengus Rangga, yang telah berdiri tenang di depan pintu kaputren. Begitu selesai kata-katanya, Pendekar Rajawali Sakti berkelebat cepat sambil mengibaskan tangannya.
Desss!
"Aaakh...!" Keruan saja prajurit itu terpekik. Tubuhnya langsung terjungkal ke belakang. Terhajar tangan Pendekar Rajawali Sakti. Dua prajurit lain akan turun tangan. Namun....
"Minggirlah! Ini bagianku!" cegah Nyai Saptaningmm.
Perlahan-lahan perempuan tua ini melangkah mendekati Pendekar Rajawali Sakti. Tatapan matanya tajam bagai sembilu.
"Sudah kuduga, kau akan ikut campur dalam urusan ini!" desis Nyai Saptaningrum!
"Tapi kuperingatkan padamu, sebaiknya tidak usah ikut campur. Karena masih ada kesempatan bagimu untuk angkat kaki dengan selamat dari sini!"
"Sayangnya aku orang paling benci pada orang telengas sepertimu," sahut Rangga, enteng.
"Kalau begitu kau akan merasakan gebukanku, Bocah!" bentak Nyai Saptaningrum.
"Heaaa...!" Dengan teriakan menggelegar, perempuan tua itu meluruk dengan pukulan bertubi-tubi ke segala jalan kematian Pendekar Rajawali Sakti.
"Uts!" Namun dengan meliuk-liukkan tubuhnya dengan jurus 'Sembilan Langkah Ajaib', semua serangan mudah sekali dihindari Pendekar Rajawali Sakti.
"Keparat! Jangan hanya menghindar! Lawan aku! Atau kupecahkan batok kepalamu!" dengus perempuan tua itu geram melihat serangannya tak satu pun yang berhasil.
Pendekar Rajawali Sakti memang sengaja memancing-macing amarah Nyai Saptaningrum dengan terus menghindar. Bagi tokoh tingkat tinggi macam dia, cara bertarung Pendekar Rajawali Sakti sama saja menganggap remeh.
Dan nyatanya Nyai Saptaningrum terus menyerang dengan gencar, seperti mengumbar seluruh kemampuannya. Ini adalah suatu keuntungan bagi Rangga. Dengan demikian dia akan lebih mudah mencari titik lemah lawannya. Pada satu kesempatan, Nyai Saptaningrum mengebutkan tongkat pendeknya yang tadi terselip dipinggang.
"Hih...!"
"Uts...!" Dengan gerakan indah sekali, Pendekar Rajawali Sakti melenting ke belakang sambil menggerakkan tangannya ke punggung.
Sring!
"Hei?!" Nyai Saptaningrum terkesiap ketika Pendekar Rajawali Sakti menjejak tanah. Ternyata di tangan pemuda itu telah tergenggam sebilah pedang yang memancarkan cahaya biru terang. Seketika malam yang semula kelam jadi terang benderang. Sejenak perempuan tua itu tercenung. Dan dia ingat siapa pemuda yang mempunyai pedang seperti ini.
"Aku tahu. Kau pasti Pendekar Rajawali Sakti?!" tebak Nyai Saptaningmm.
"Syukurlah kalau sudah tahu," sahut Rangga, dingin.
"Huh! Jangan kira aku takut menghadapimu!" sahut perempuan tua itu menyembunyikan rasa kecutnya.
Sebagai tokoh persilatan, Nyai Saptaningrum tahu siapa Pendekar Rajawali Sakti. Dan sampai di mana kehebatannya. Namun dengan cepat ditelannya rasa kecutnya. Lalu....
"Hiaaat...!" Nyai Saptaningrum langsung berkelebat sambil mengebut-ngebutkan tongkat pendeknya.
"Kau terlalu memaksaku, Nyisanak. Baiklah..!" Rangga langsung menyilangkan Pedang Pusaka Rajawali Sakti didepan dadanya. Dan begitu serangan meluncur dekat...
"Hiaaat...!" Disertai teriakan menggelegar, Pendekar Rajawali Sakti mengebutkan pedangnya memapak tongkat pendek Nyai Saptaningrum. Dan....
Tras!
"Uhhh...!" Mestinya Nyai Saptaningrum tahu bahwa pedang Pendekar Rajawali Sakti bukan senjata sembarangan. Namun perasaan geram membuatnya nekat. Akibatnya sungguh parah. Tongkat itu kontan putus tersambar pedang Rangga. Bahkan ujung pedang itu terus berkelebat ke arah leher.
"Eh?!" Secepat kilat Nyai Saptaningrum mencelat kesamping, menghindari serangan. Namun pada saat yang sama Rangga telah memutar tubuhnya seraya melepaskan sapuan dengan kaki kearah perut. Begitu cepat gerakannya sehingga....
Des!
"Aaakh...!" Nyai Saptaningrum terpekik begitu perutnya terhajar sapuan kaki berisi tenaga dalam tinggi. Tubuhnya langsung terhuyung-huyung kebelakang. Dalam keadaan begitu, dia masih sempat mengebutkan tangannya.
Wurrr!
"Heh?!" Rangga tersentak melihat sinar putih berkilatan yang meluruk ke arahnya.
"Hiiih!" Namun dengan gerakan dahsyat Pendekar Rajawali Sakti memutar pedangnya membuat tameng. Maka tak satu pun sinar putih yang ternyata jarum-jarum beracun itu menyentuh tubuhnya.
"Hup!" Pada saat Pendekar Rajawali Sakti memutar pedangnya untuk memapak jarum-jarum beracun, Nyai Saptaningrum telah mencelat, sambil melemparkan sisa tongkatnya ke arah Pendekar Rajawali Sakti disertai tenaga dalam tinggi.
"Hiiih!"
Wuttt...!
Pada saat sisa tongkat meluncur, perempuan tua itu telah pula meluncur dahsyat melepaskan tendangan menggeledek. Namun di luar dugaan, Pendekar Rajawali Sakti telah melenting ke atas menggunakan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Begitu potongan tongkat lewat menyambar angin kosong, Rangga langsung meluruk dengan merubah jurusnya menjadi 'Rajawali Menukik Menyambar Mangsa'.
Perubahan yang tak diduga-duga ini membuat Nyai Saptaningrum tercekat. Apalagi saat ini tubuhnya telah meluruk deras tak tercegah lagi. Sementara saat yang sama Rangga telah menyambutnya dengan sabetan pedang. Dan....
Crasss...!
"Aaa...!" Tidak ayal lagi, wanita tua itu terpekik begitu pedang Pendekar Rajawali Sakti menyabet lehernya. Tubuhnya langsung tersuruk dengan kepala menggelinding. Darah langsung menyembur dari lehernya. Tubuhnya meregang nyawa untuk sesaat, lalu diam untuk selama-lamanya.
Trek!
Begitu mendarat di tanah setelah berputaran beberapa kali, Pendekar Rajawali Sakti langsung memasukkan pedangnya ke dalam warangka di punggung.
"Hm...!" Pendekar Rajawali Sakti bergumam dingin melihat Prabu Puntalaksana hendak melarikan diri, begitu Nyai Saptaningrum tewas. Secepat kilat, tubuhnya berkelebat menjejak. Dan hanya sekali melenting saja, Rangga telah mampu menyusul dan mendaratkan kakinya di depan Prabu Puntalaksana.
"Heh?!"
"Kau tidak akan bisa pergi ke mana-mana, Puntalaksana!" Begitu mendarat, Pendekar Rajawali Sakti langsung berkelebat ke arah Prabu Puntalaksana. Seketika tangannya bergerak cepat. Dan...
Tuk! Tuk!
"Aaakh...!" Prabu Puntalaksana kontan ambruk tak berdaya ketika dua totokan Pendekar Rajawali Sakti mendarat di dadanya. Secepat kilat Pendekar Rajawali Sakti menyambar tubuh laki-laki setengah baya itu, dan membawanya kehadapan Prabu Kuntadewa.
"Berhenti! Pertarungan harap dihentikan. Bagi para prajurit pemberontak harap menyerah, sebab Prabu Puntalaksana telah kami tangkap! Bagi yang menyerah akan diperlakukan baik-baik!" teriak Sanggawa di atas dinding pagar istana, sambil mencekal leher Prabu Puntalaksana.
Melihat pemimpinnya tertawan, para prajurit pemberontak langsung melempar senjata masing-masing tanda menyerah. Maka para prajurit yang berada di bawah pimpinan Sanggawa segera meringkus tanpa banyak mendapat kesulitan.
Sementara itu Prabu Kuntadewa segera keluar dengan hati-hati bersama putrinya, setelah Bagaspati memberitahu bahwa keadaan diluar telah aman.
"Terimalah hormat kami, Gusti Prabu!" seru semua prajurit yang setia ketika Prabu Kuntadewa berada di depan istana. Mereka semua berlutut di depan Raja Krojovvetan ini.
"Bangunlah kalian semua. Aku terharu dan bangga atas semangat serta kesetiaan kalian kepadaku!"
"Terima kasih, Gusti Prabu!"
"Gusti Prabu, izinkanlah hamba bicara mewakili yang lain!" seru Sanggawa, ketika telah menyerahkan tubuh Prabu Puntalaksana pada prajurit bawahannya.
"Ada apa, Sanggawa?" tanya Prabu Kuntadewa.
"Sebenarnya semua ini karena andil pemuda peserta sayembara itu. Sedangkan kami hanya sekadar membantu saja," jelas Sanggawa.
"Hm, ya. Aku mengerti. Kemana pemuda itu? Aku mesti berterima kasih kepadanya!" tanya Gusti Prabu Kuntadewa, seraya memandang kesekeliling.
Ternyata pemuda berjujuk Pendekar Rajawali Sakti telah menghilang entah kemana. Beberapa prajurit segera diperintahkan mencari namun tidak juga kunjung ditemukan. Mereka berusaha mencari disekitar halaman istana serta di luar istana, tidak juga melihat batang hidung pemuda yang telah berjasa itu. Dan hal itu membuat Prabu Kuntadewa sedikit merasa kecewa.
"Ke mana dia? Apakah pergi secara diam-diam setelah menyelesaikan semua ini? Jangankan hendak menjodohkan putriku. Bahkan dia tidak memberi kesempatan padaku untuk mengucapkan terima kasih," gumam Prabu Kuntadewa.
"Mungkin anggapan hamba benar. Pemuda itu ikut sayembara bukan untuk mempersunting sang putri, melainkan untuk membenahi keadaan di istana ini...," timpal Bagaspati yang berada di dekatnya.
"Siapa dia sebenarnya? Datang dan pergi bagai angin...!"
"Mungkin sebangsa dewa yang diturunkan untuk menolong kita, Gusti Prabu...."
Lama Prabu Kuntadewa terdiam sebelum mengangguk.
"Kau benar. Dia mungkin Dewa yang diturunkan untuk membantu kita...."

***

TAMAT

🎉 Kamu telah selesai membaca 171. Pendekar Rajawali Sakti : Sayembara Maut 🎉
171. Pendekar Rajawali Sakti : Sayembara MautTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang