Blossom Florist (2)

359 51 5
                                    

Harusnya kau mengerti, apa yang ada di hati

Walau tak sempat terucap

Tatapan ini butuh jawab

Biarkan ia terbang menguap

Meski rasa ini semakin pekat

Kan ku kubur sebelum ia berkarat

*****

Bola mata aamber-nya masih menatapi lagi dengan pandangan yang lembut. Ujung jarinya meraba sesuatu yang tertempel di halaman itu, setangkai Rose Thornless yang dikeringkan.

Ia masih ingat benar bagaimana ia mendapatkan setangkai mawar yang cukup langka itu.

.

Flashback on

"Aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu."

Sepasang pemuda dan gadis cantik tampak berdiri berhadapan di sebuah trotoar pinggiran jalanan Seoul. Keduanya datang dengan berlari dari arah berlawanan, membuat nafas mereka kini tersengal.

"Tunggu, biar aku dulu yang mengatakannya," balas si pemuda dengan nafas yang masih memburu.

Si gadis mengatur laju nafasnya sendiri, aamber-nya mengamati lelaki tampan di depannya yang seperti bersiap mengatakan sesuatu.

"i love you."

Satu kalimat meluncur dari bibir si pemuda, membuat netra Jiwon melebar, mengamati lagi, menajamkan pendengarannya.

"i love you...."
Lagi. Tegas.
Seakan membenarkan apa yang didengar sang gadis.

Bibir Jiwon bergetar. Astaga. Bahkan tahun-tahun berlalu dengan rasa yang ia pendam sendiri sambil menahan melontarkan kata tersebut padanya. Tak disangka kalimat pamungkas malah meluncur dari bibir pemuda yang dicintainya itu kala ia sudah bertekad mengakui perasaannya sore ini.

Jarum jam berlalu dengan lambat bagi Jiwon. Jutaan kupu-kupu bak beterbangan memenuhi hatinya.

"Bagaimana menurutmu?"

"Hmmm?"
Jiwon yang serasa terbang di awang-awang berusaha mengembalikan kesadarannya.

Si pemuda dengan mata yang berbinar masih menatap Jiwon, "kira-kira apa jawabannya?"

Jiwon mengernyit, tak mengerti.

"Ini hari valentine, dan aku akan mengakui perasaanku pada noona Pyo. Bagaimana menurutmu, Ji? Kira-kira apa jawaban untukku?"

Deg!

Jiwon mencelos. "A-apa?"

Lelaki bermarga Song tersebut memegang kedua lengan Jiwon. "Kenapa kau kaget begitu? Aku bertanya padamu, menurutmu apa yang akan ia katakan padaku?"

Gadis Kim masih kaku. Menatap lamat-lamat netra berbinar lelaki di depannya, sedangkan aamber-nya sendiri sudah memburam tanda air mata telah menumpuk.

'berarti itu bukan untukku....' ratapnya dalam hati.

"Hey, Jiwoniee....aku menunggu jawabanmu, apa dia akan membalas cintaku?"

Masih menatapi lelaki di depannya, sedang bibir ranumnya semakin bergetar menahan segala sakit yang tiba-tiba menusuk dada. Kupu-kupu yang memenuhi hatinya kini berganti dengan ribuan belati tajam.

"i-lo-ve-you," Jiwon membalas lirih, terbata, memandang nanar, "too....."

Pemuda di depannya semakin berbinar, "apa kau berpikir itu jawaban yang akan ia berikan padaku? Benarkah?"

Gadis Kim menarik dua sudut bibirnya, tersenyum paksa, "eheumb...."

"Woahhh, itu membuatku sangat optimis," lelaki Song tersenyum amat bahagia, tak menyadari sepasang aamber di hadapannya yang makin berkilau oleh airmata.

"hey Jiwonie, terimakasih, kau benar-benar adik terbaik," Joongki mengacak kepala Jiwon sekilas.

"..... oh ya ini untukmu saja," lanjut Joongki, menyerahkan setangkai Rose Thornless pada sosok gadis cantik yang ia sebut adiknya tadi, "rencananya akan kuberikan pada noona, tapi aku baru ingat dia sangat alergi pada bunga, jadi ini untukmu saja."

Joongki meraih pergelangan tangan Jiwon yang lemas, memaksa Jiwon menerima tangkai bunga tersebut.

"Aku pergi dulu. Sepertinya hujan akan turun, bye......." Setengah berlari Joongki meninggalkan Jiwon yang masih mematung.

Jdeerrr!!

Suara petir bersahutan. Dan orang-orang mulai berlarian menghindari hujan.

Namun aamber cantik itu tetap mengekori pergerakan lelaki Song yang menjauh, pemuda yang dicintainya. Cinta pertamanya.

Tetes hujan pertama turun, bertepatan dengan bulir air mata yang membelah pipi mulus gadis Kim, lantas disusul jutaan tetes lainnya.

Memang benar, menangis dibawah hujan adalah hal yang 'menyenangkan', karena tak ada orang lain yang menyadari kalau kita sedang menangis.
Dan Jiwon membiarkan tubuhnya tenggelam dalam hujan yang amat deras sore itu, netranya terpejam, menangis tergugu.

Sungguh, menyakitkan sekali menyadari bahwa cinta pertama kita tertolak, karena orang yang kita cintai telah memiliki cintanya yang lain.

Gadis Kim tersungkur, kakinya lunglai dan membuat lututnya dengan keras menghantam trotoar. Entah, butuh waktu berapa lama hingga rasa sakit di hatinya hilang.

Flashback off
.

.

.

"Sayang...."

Suara seorang pemuda dari depan meja kasir mengagetkan Jiwon yang baru saja melamun. Jiwon tergeragap, menjulurkan lehernya, "ne?"

"Kenapa lama sekali?" Tanyanya lagi, sedikit khawatir.

"Mianh, tunggu sebentar..."

Jiwon memandangi lagi kuntum Rose Thornless yang sudah ia keringkan itu. Tersenyum tipis, lalu menutup buku dan menyimpannya lagi di bawah laci.

"Jiwonie gwenchana?" Suara si pemuda lagi, memastikan.

Jiwon berdiri, melangkah menghampiri lelaki yang dengan sabar menantinya, "gwenchana... ayo kita pulang, Changwook oppa."

Si lelaki tersenyum, meraih tangan Jiwon. Menyelipkan jarinya pada jemari lentik gadisnya, menggandeng erat. Melangkah menuju pintu keluar dan menerobos hari yang semakin gelap.

*****



Lanjut gak? Lanjut gak?
:))

FLOWER LANGUAGEWhere stories live. Discover now