Suara tamparan mengisi kesunyian dalam ruangan itu, rasa sakit menjalar keseluruh pipi putih itu ditambah warna merah merona.
Pelaku yang menampar kaget dengan gerakannya sendiri tapi tak ada pilihan lain, ia muak dengan tingkahnya yang kekanak-kanakannya dan ia muak dengan semua kepura-puraan ini semua. Ia sudah tau semua rahasia nya.
"A—apa yang kau.. Lakukan?" Lirihan itu hanya dibalas dengan tatap datar.
"Aku muak dengan ini semua, aku muak dengan perilakumu, aku muak dengan semua drama cinta ini!" Suara tenang tapi penuh penekan memandang orang didepannya dengan datar.
"T—tapi kau yang mengatakan kalau kau mencintai ku..."
"Tidak. Itu semua bohong, maka dari itu aku ingin mengakhiri nya."
Mata melebar kaget, ia tak salah dengar? Bohong? Jadi.. Semua ini bohong? Dia dibohongi? Masih banyak pertanyaan pertanyaan yang menumpuk dipikirnya, tapi hatinya? Entah.. Mungkin hancur.
"Kita berakhir hari ini, jangan temui aku lagi."
Setelah berkata itu ia pergi meninggalkan pemuda berambut merah jambu dengan gradiasi biru itu yang tengah menangis meraung raung.
Pemuda itu tak tau lagi bagaimana mendeskripsikan hatinya, sakit? Kesal? Marah? Semuanya menjadi satu.
Orang yang seharusnya ia bunuh tapi ia bebaskan karna ia terlanjur jatuh cinta, mengapa waktu itu tak ia bunuh saja pria itu? Kalau pada akhirnya ia hanya dibohongi?
Apakah ia terlalu berharap? Apakah ia salah? Apa dia yang salah?