02. Sakit Hati

55 18 0
                                    

Chapter 02 : Sakit Hati

"Jangan pergi!"

Zoa tertawa kecil. Ia menepuk-nepuk bahu Jihan yang memeluknya erat dari samping. "Bukan sekarang kok perginya." Katanya.

Wawan menghela nafas pelan, "Han banyak yang liat." katanya mengingatkan bahwa mereka sedang di area parkiran SMA yang ramai.

Zoa menoleh pada Wawan kemudian tertawa kecil. Tapi lama-lama tawa itu jadi hambar.

Kalau soal Jihan, Wawan pasti perhatian.

"Huhu, Zoa jangan pergiiiii." rengek Jihan mengabaikan perkataan Wawan.

Wawan melengos pelan. Ia melirik ke dalam gedung, kemudian mendengus tidak melihat tanda-tanda kedatangan orang yang ia tunggu.

"Masih dua bulan lagi kok, Han." kata Zoa menenangkan.

"Bentar lagi itu!" seru Jihan kemudian merengek lagi.

Zoa tidak bisa menahan diri untuk tidak tertawa, "Astaga Jihan." ucapnya gemas.


"SAYANGGG!!"

Jihan melirik sesaat kemudian merengek lagi.

Hanya dilirik.

Rasanya seperti ada petir di siang bolong bagi Ajun, pacar Jihan yang memanggilnya dengan riang tadi.

Wawan mendekat ke arah Ajun, kemudian menepuk-nepuk punggung kakak kelasnya itu memberi semangat.

"Sabar, bang. Sebagai pacarnya seharusnya lo yang paling tau, bagi Jihan teman nomor satu pacar nanti dulu." ucap Wawan berniat memberi semangat, tapi lebih terdengar seperti ledekan.

Ajun melemparkan tatapan tajam pada Wawan. Yang ditatap hanya memasang wajah polos.

"Han, itu pacar lo udah nungguin." tegur Zoa.

Akhirnya Jihan melepaskan pelukannya. Ia berdiri tegap kemudian memutar tubuh jadi berhadapan dengan Ajun.

Senyuman di wajah Ajun merekah. Pemuda itu membuka mulut baru ingin berbicara, tapi Jihan lebih dulu bersuara.

"Pulang sendiri sana. Aku mau main ke rumah Zoa."

Rasanya seperti ada petir di siang bolong bagi Ajun, pt.2.

"Loh, kok gitu?" protes Ajun tidak terima, "Kita kan udah janji mau jalan hari ini!"

"Besok-besok aja elah, masih ada banyak waktu juga." kata Jihan ringan, berbeda dengan Ajun yang sangat syok mendengarnya.

Telapak tangan Wawan terangkat menutup mulutnya sendiri, menahan tawa. Takutnya nanti kualat ngetawain orang tua.

"Tapi—"

Sebelum sempat memrotes lagi, tiba-tiba sebuah tangan merangkul Ajun dari belakang membuat pemuda itu terkejut.

"Lo pulang bareng Zoa? Yaudah hati-hati, ntar gue ngasih tau Mama lo." ucap pemuda yang merangkul Ajun, Hartono sepupu Jihan.

Hartono menoleh pada Ajun yang juga sedang menatapnya dengan alis berkerut tidak terima. Pemuda itu menggerakkan dagu penuh arti, membuat Ajun mendengus.

"Yaudah hati-hati.... jangan lupa chat aku...." kata Ajun tidak rela.

"Iya iya." kata Jihan kemudian mengibas-ngibaskan tangannya mengusir.

Rasanya seperti ada petir di siang bolong bagi Ajun, pt.3.

"Ayo."

Hartono kemudian menarik Ajun untuk segera beranjak.

Wawan tertawa melihat itu. Ia kemudian menoleh pada Jihan, "Jangan pulang kemaleman Han."

"Tau elah, sono pergi." kata Jihan juga mengibaskan tangan mengusir.

"Iya iya."

Sebelum pergi, mata Wawan dan Zoa tidak sengaja bertemu. Mau tidak mau Wawan tersenyum kaku kemudian berlalu dengan cepat.

Untuk kesekian kali nya Zoa mengatakan dirinya iri dengan Jihan.

Sakit hati tapi emangnya Zoa siapa?

Last Goodbye ✔Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt