Autumn Anterograde 8: Choco Avocado and Nana

3.5K 630 17
                                    

"Selamat pagi... Ah ini dia, hmm Bibi Shin. Satu cup es krim vanilla ukuran kiddos. Untuk anakku, katanya es krim di kedai ini sangat enak. Tapi maaf Bibi, aku tidak terlalu ingat rasanya." Jaemin berkata dengan segala keceriaannya sambil menggenggam foto polaroid Bibi Shin, kali ini ia datang dengan sweater kebesaran berwarna pink pastel yang menenggelamkan jari jemari tangan lentiknya serta celana jeans berwarna putih dan sneakers putih favoritnya.

Masih seperti hari-hari sebelumnya, Bibi Shin setia dengan satu cup es krim vanilla ukuran kiddos yang telah disiapkannya, bahkan sebelum Jaemin berhenti berbicara. "Apa kabar Jisung, Jaemin-ah?" tanya Bibi Shin, lagi-lagi masih sama seperti biasa dengan wajah teduh dan mata beningnya yang berkaca.

"Jika pagi ini dia berangkat ke sekolah, berarti dia baik-baik saja. Tetapi saat aku terbangun, Jisung selalu saja sudah berangkat." Jaemin sekali menjelaskan, dengan jawaban yang sudah pasti Bibi Shin telah mengetahuinya.

"Apa kau ke sini setiap hari?" Suara bariton laki-laki yang mengantre di belakangnya memecah keheningan yang tercipta antara Jaemin dan Bibi Shin. Seketika Jaemin menoleh dan mengernyitkan dahi, diajak bicara oleh orang yang tidak dikenalnya adalah hal baru.

"Ah iya, anakku suka sekali es krim di kedai ini. Aku sudah selesai, silakan Tuan." Jaemin menyingkir dari tempat berdirinya tadi, menuju kursi di sudut kedai, dan mempersilakan Jeno untuk mengajukan pesanannya.

"Bibi Shin, satu cup es krim choco-avocado ukuran besar dengan taburan choco-chips." Suara yang sengaja dibesar-besarkan oleh Jeno dan tatapan penuh harap dari Bibi Shin agar setidaknya Jaemin memberikan sedikit saja atensinya pada lelaki yang sedang memesan es krim tersebut.

Jeno dan Bibi Shin melihat tubuh Jaemin yang menegang seketika, kemudian ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Seperti sedang mengusir sesuatu yang tidak ingin ia ingat.

"Aku Jeno, kau?" Tanpa Jaemin sadari Jeno kini telah duduk di hadapannya sambil mengajaknya berjabat tangan.

"Ah, iya. Aku Jaemin, senang berkenalan dengan anda Jeno-ssi." Jabatan tangan ini terjadi lagi untuk kesekian kalinya, mereka berdua kembali terdiam. Jaemin mengoyang-goyangkan kakinya, berharap ketidaknyamanan ini segera berakhir. Berkali-kali ia menatap jam di pergelangan tangannya yang kecil, berharap waktu segera datang dan menjemput ia untuk bertemu anaknya.

"Kudengar kau tadi membeli es krim ini untuk anakmu? Lalu di mana anakmu?" Percakapan penuh kecanggungan itu dibuka kembali oleh Jeno yang seakan-akan selalu ingin mendengar suara pria manis di depannya.

"Di sekolah, aku sedang menunggu untuk menjemputnya. Ah sepertinya aku harus segera bergegas, aku takut dia menunggu lama. Senang bertemu denganmu, Jeno." Jaemin berdiri dan membungkukkan badan pada lelaki yang duduk di hadapannya.

"Aku ikut!" Jeno menahan pergelangan tangan Jaemin, membuat jantung si empunya tangan berdentum tak karuan. Seperti terlempar pada kehidupan sebelumnya, genggaman itu terasa pas dan menghangatkan hatinya.

~~~

Jeno yang berjalan di sebelah Jaemin terus saja mengusap tangannya yang berkeringat gelisah. Bagaimana tidak, hari ini hari Minggu, sudah bisa dipastikan sekolah libur. Lelaki itu belum siap dengan apa yang akan dia katakan kepada Jaemin jika ditanya mengapa tak ada anak-anak yang berlarian sekadar menanti orang tuanya menjemput di sekolah. Sedangkan di sampingnya Jaemin berjalan dengan langkah ringan sesekali tersenyum ketika angin musim gugur membelai rambut hitam pekatnya.

Bunyi klakson mobil tiba-tiba mengejutkan mereka, Jaemin ternyata telah berjalan di luar jangkauan Jeno karena ia hanya melamun memikirkan jawaban apa yang akan ia berikan kepada lelaki manis itu hingga ia sadar bahwa Jaemin telah berjalan jauh di depannya dan hendak menyeberang. Tubuh Jeno menegang, refleks ia sedikit berlari menarik Jaemin ke dalam pelukannya. Napas Jaemin terengah-engah akan efek kejut yang baru saja ia terima. Kepalanya memberat, seakan-akan ada beberapa beban yang sengaja dilesakkan untuk memenuhi amigdala otaknya.

"Tetap berjalan di dekatku, Nana. Astaga! Kau membuatku kaget." Jeno mengusap wajahnya kasar, sedang tangan satunya dipakai untuk mengeratkan pelukannya pada Jaemin.

Jaemin membeku dalam pelukan Jeno, baru saja ia tenang karena terselamatkan tetapi ada beban lain yang baru saja meledak di kepalanya. Nana.. Nana.. Nana.. Nana.. Nana.. kata-kata itu menjelma menjadi ritme menakutkan. Ia bergegas menengadahkan kepalanya dan menatap bola mata cokelat milik lelaki yang jauh lebih tinggi di hadapannya tanpa berkedip.

"Kau tidak apa-apa kan? Jantungmu berdegup kencang." Jeno membalas tatapan Jaemin tanpa melepas pelukannya, hangat napas beraroma mint menyapa ujung saraf olfaktorius lelaki manis itu. Jaemin menganggukkan kepalanya, masih berpelukkan, telapak tangannya bertumpu pada dada bidang Jeno.

"Ah maafkan kecerobohanku, Jeno." Kesadaran Jaemin kembali berpijak ditempat yang tepat, ia bergegas melepas pelukan Jeno dan membungkukkan badannya berkali-kali meminta maaf karena telah membuat Jeno khawatir. Ia sesaat mengabaikan suara-suara kecil di kepalanya dan melanjutkan langkahnya, kali ini ia akan berjalan tetap di samping Jeno dan akan selalu dalam jangkauan lelaki itu.

~~~

Kedua lelaki itu memasuki gerbang sekolah berwarna hijau terang, yang terbuka sedikit. Di depannya seorang satpam sekolah sedang berjaga meski ini hari libur. Jaemin mengusap tengkuknya, mencoba berpikir apa anak-anak masih belajar di dalam kelas dan ia yang terlalu cepat datang menjemput.

"Sepi sekali sih?" Lelaki manis itu bergumam sendiri sambil mengerucutkan bibirnya. Jeno masih merangkul Jaemin sejak kejadian tadi.

Suara ketukan sepatu yang beradu dengan lantai marmer lobby sekolah membuyarkan keheningan antara kedua lelaki itu.

"Kau sudah datang Jaem?" Suara lembut Yeji ssaem menyapa indra pendengaran Jaemin. Ia segera menyunggingkan senyum manisnya yang membuat dunia Jeno berhenti berputar sejenak karena terpesona oleh gravitasi Jaemin.

"Apa aku terlalu cepat menjemput Jisung, Yeji ssaem?" Perempuan cantik yang rambutnya dikuncir kuda itu tersenyum dan menggeleng. Menjelaskan dengan hati-hati bahwa hari ini sekolah libur dan memberi secarik kertas merah muda berisi perintah membeli buket bunga lily putih campur merah muda di toko bunga pertigaan ujung jalan dan alamat sebuah pemakaman.

Sama seperti kemarin-kemarin, air muka Jaemin akan seketika berubah menjadi pias. Melangkahkan kakinya dengan berat, setelah mengucapkan terima kasih kepada perempuan itu. Bergegas membeli bunga lily putih campur merah muda dan segera menemui Jisung, putra kecintaannya.

Hanya saja kunjungan kali ini sedikit berbeda, ada Jeno di sampingnya. Kepalanya bersandar lelah pada bahu lelaki yang lebih tinggi itu, tangan besar Jeno tidak henti mengusap air mata yang mengalir keluar dari mata foxy milik Jaemin. Dengan gerakan cepat Jeno mencuri kecupan-kecupan ringan pada puncak kepala istrinya.

"Pertemuan pertama kita pasti aneh ya, Jeno? Kita baru saja berkenalan, tetapi kau sudah aku bebani dengan segala masalahku. Maafkan aku ya, Jeno." Jaemin berujar ringan dengan kepala yang masih bersandar pada bahu Jeno. Ini hari ke tiga puluh lima "pertemuan pertama" mereka dan Jeno sengaja mengubah strateginya, Jeno menghapus segala macam catatan Jaemin tentang pertemuannya, Jeno belum ingin membubuhkan namanya pada sticky notes biru muda milik Jaemin. Jeno ingin entitasnya tertanam di kepala Jaemin, bukan pada lembar foto polaroid sekali cetak. Katakanlah sekali lagi, Jeno egois.

To be continued

Autumn Anterograde [Nomin Remake]Where stories live. Discover now