XVIII : Pintar-Pintar Bodoh

461 64 11
                                    

15 Desember 2018

Ternyata meskipun kita sudah lama tidak bertemu, jantung tetap berdegup kencang bila ada di sampingmu. Huhuhu, Mama! Aku harus bagaimana? :(

Kini mereka berenam tengah asyik berbincang sambil menikmati cemilan yang telah mereka pesan. Jaeyun pun asyik menguyah makanannya sambil memperhatikan teman-temannya. Ia rindu sekali. Tidak menyangka ia dan teman-temannya sudah tumbuh dewasa.

Ia tidak sadar bahwa Jongseong sudah memperhatikannya sedari tadi. Jongseong terlihat senang melihat Jaeyun yang makan dengan tenang.

"Makan yang banyak Jaeyun. Kau terlihat lucu jika pipimu gembul. Tidak seperti sekarang, tirus." Perkataan Jongseong membuat perasaan Jaeyun campur aduk, ada senang, gugup dan kesal.

"Aku memang lucu mau gembul ataupun tidak." Jawab Jaeyun percaya diri untuk menutupi rasa gugupnya meskipun pipinya sudah memerah.

Yang lain hanya tertawa. Sebenarnya agak miris, teman-temannya terlihat seperti penghuni kos sedangkan Jongseong dan Jaeyun adalah pemilik kos yang bisa berbuat apapun.

"Duh, yang sudah lama tidak bertemu, langsung lengket, ya." Goda Jisung yang juga diikuti oleh tawa dari yang lain.

"Memangnya kalian tidak rindu pada Jongseong?" Jaeyun merengut karena digoda oleh teman-temannya.

Setelahnya Jongseong terlihat ragu-ragu, seperti ada yang ingin ia katakan pada Jaeyun. Taehyun yang melihatnya pun peka. Ia pun membuka perbincangan yang untungnya tidak dihiraukan Jaeyun -karena masih fokus makan sengaja memberi Jongseong dan Jaeyun ruang untuk berbicara.

"Jaeyun, ikut keluar, yuk? Cari angin." Ajak Jongseong sambil menggenggam tangan Jaeyun. Jaeyun nampak malu-malu dan mengikuti langkah kaki Jongseong.

Mama! Mengapa teman-temanku tidak ada yang membantuku? Aku harus apa?

Jaeyun sempat menengok ke belakang, mengharapkan pertolongan dari teman-temannya. Karena jujur saja Jaeyun tidak tahu apa dia bisa kuat bila berduaan dengan Jongseong. Namun, yang ia dapatkan hanyalah senyum jahil dari teman-temannya. Belum lagi, Sunghoon yang menaik-turunkan alisnya seperti memberi kode pada Jaeyun.

'Ayo, Aku tahu kau bisa, Jaeyun!' itu kodenya.

Keduanya tiba di bagian outdoor kafe tersebut. Bersandar pada teralis dan menikmati angin malam. Jongseong masih sibuk memperhatikan wajah samping Jaeyun.

Angin malam menyapu lembut rambut Jaeyun. Jaeyun terlihat lebih manis dan menawan. Ia sampai tidak dapat menahan senyum ketika melihatnya. Ada perasaan yang membuncah dalam dadanya. Namun, ia mencoba mengesampingkan perasaan itu.

"Jaeyun, kau jadi daftar ke SNU?" pertanyaan Jongseong dibalas dengan anggukan antusias dari Jaeyun.

"Kau juga daftar ke SNU, bukan?" tanya Jaeyun balik, sebenarnya ia amat senang, sudah membayangkan mereka berdua lagi di kampus yang sama.

"Ya, kau memilih jurusan apa?" tanya Jongseong penasaran.

"Teknik Sipil! Aku benar-benar tertarik, kau tahu fisika masih menjadi mata pelajaran kesukaanku!" antusias Jaeyun yang amat besar membuat Jongseong tersenyum lebar. Jaeyun tidak berubah.

"Kau sendiri pilih jurusan apa?"

"Psikologi. Meskipun aku harus menentang ayahku, ia ingin aku masuk Manajemen."

"Kenapa?"

"Aku mau menyembuhkan luka batin yang dimiliki orang-orang. Kau tahu, kesehatan mental tidak kalah penting dari fisik." Jawab Jongseong sambil menatap langit malam yang dibalas anggukan dari Jaeyun.

"Hei, lihatlah! Bulan sudah muncul, indah sekali, ya!" Jaeyun menunjuk bulan di atas langit yang sudah muncul menyapa malam hari dengan riang.

"Iya." Jawab Jongseong penuh senyum sambil menatap yang lebih indah dari rembulan, Jaeyun.

Ia sadar, semua kata-kata yang ingin ia ucapkan pun porak-poranda saat eksistensi Jaeyun berada tepat di sebelahnya.

Hari makin malam, berbincang satu sama lain. Orang yang lalu lalang pun akan berpikir bahwa mereka adalah sepasang kekasih, tapi itu hanya asumsi sesaat, bukan?

Obrolan mereka terhenti karena para sahabatnya telah menyusul mereka, mengajak pulang.

Sampai di tempat parkir, Sunghoon bertanya tanpa suara pada Jaeyun.

'Bagaimana, sudah confess?' yang dibalas gelengan dari Jaeyun, yang membuat Sunghoon melotot meminta Jaeyun untuk segera mengatakannya pada Jongseong.

"Em, Jongseong!" seru Jaeyun sebelum berpisah, Jongseong membalikkan badannya untuk melihat Jaeyun.

"Hati-hati di jalan. Sampai jumpa di SNU?" ucap Jaeyun penuh ragu.

"Ya, di SNU. Kau juga hati-hati." Ucap Jongseong seraya mengelus surai Jaeyun membuat Jaeyun mengulum bibirnya menahan senyum.

Setelahnya mereka berpisah dan pulang. Di perjalanan pulang Sunghoon tidak mengajak Jaeyun mengobrol, terlihat amat kesal. Hingga Jaeyun turun dari mobilnya pun ia masih terdiam.

"Jaeyun, kau itu pintar-pintar bodoh, ya? Kau hanya pintar dalam pelajaran. Kau begitu bodoh dalam hal seperti ini." Setelahnya Sunghoon meninggalkan rumah Jaeyun.

Maaf, aku hanya takut perasaan ini satu arah. Hanya dengan melihat Jongseong dari jarak dekat aku pun sudah senang.

-Bersambung-

Hai! Selamat datang di kelanjutan book words to say!

Kesel ga sih sama Jaeyun? Sebenernya di sini aku ngasih sedikit hint dari Jongseong sih.

Anyway, semoga suka ya sama lanjutannya. Mohon ditunggu lanjutannya.

Love,
Asha.

words to say - jayke [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang