🍃 Twelfth Tendency

2.1K 587 122
                                        

"Bangku tiga, bangku tiga!" seru Ulin sambil menggiring mangkok sotonya dan mengambil tempat di kursi panjang itu. Memaksa Esa untuk ikut bergeser karena perbuatannya.

"Harus banget apa lo duduk disini? Udah mepet nying. Sebelah Salwa aja napa, lebih luas tuh!" gusar Esa. Ulin bergeming, pada akhirnya doi terpaksa membiarkan Ulin duduk disana.

Sedang Salwa lebih memilih duduk di seberang meja dalam damai. Sekilas melempar senyum pada gadis lain di sebelah Esa. Sebelum tatapannya berpindah pada lelaki itu. Seakan memberi gesture friend code yang isinya, 'siapa-neh-bro?'

"Temen." balas Esa galak, "Tadi abis nugas. Trus laper yaudah gue ajak makan bareng sekalian."

"Sering sama Adam bikin modus lo ketularan jadi kenceng juga ya ternyata." sepik Ulin. Esa mendelik.

"Siapa yang modus, sembarangan!"

Salwa tertawa kecil, "Tau. Peka dong, Lin. Esa kan sukanya lo."

"BUSET, WA!"

Esa melotot, Salwa pura-pura menutup mulutnya seakan salah bicara, sementara Ulin menaikkan sebelah alis bingung. Sebelum suasana menjadi lebih canggung, Esa buru-buru mengalihkan topik dengan mengenalkan gadis yang tadi bersamanya.

"Eh mending lo pada kenalan deh. Ini Nabila. Bil, ini temen-temen gue. Anak Fekon."

Ketiga gadis itu pun saling berjabat tangan sambil memperkenalkan nama masing-masing.

Tiba-tiba Ulin mengingat sesuatu, "Nabila yang pernah deket sama Adam itu bukan?"

Nabila sedikit terkejut, "Wah, kok fakultas sebelah sampe tau... Gosipnya emang sebesar itu ya? Apa karena Adam? Atau Aca yang selebgram?"

"Kita tau dari Esa, Bil." sahut Salwa.

Esa langsung mengalihkan pandangan, menghindari tatapan intimidasi dari Nabila. Doi pikir Nabila akan sensi disinggung masalah Adam lagi, tapi ternyata gadis itu justru tertawa kecil.

"Iya, bener. Aku pernah punya love line sama Adam, dulu. Cuma gak sampe ke tahap jadian sih." cerita Nabila.

"Kenapa? Beneran gara-gara Aca?" tanya Ulin, amat kepo.

"Hm, mungkin." Nabila mengusap dagunya seolah berpikir, "Tapi sebenernya aku tuh tipe cewek yang protective juga sih. Paling gak bisa kalau cowokku deket sama cewek lain, sedangkan Adam sama Aca kan udah kaya friendship goals gitu. Jadi ya mau gak mau aku minta Adam buat ngelepas salah satu dari kita berdua. Then, he choose to keep Aca, instead of me. That's why we end."

"Terus sampe sekarang Adamnya masih suka gamon perkara itu," timpal Esa.

Nabila hanya tertawa. Ulin dan Salwa saling pandang dengan satu kesimpulan yang sama.

"Kalau udah gitu kenapa Adam dan Aca gak pacaran aja?" batin Salwa.

Lantas jawaban dari pertanyaan dalam hatinya itu, didapatkan Salwa pada sore hari ini. Selagi Salwa sedang berjalan menuju parkiran motor, berniat hendak ke fakultas sang Kakak untuk menjemputnya. Tiba-tiba seseorang berdiri di lajur seberang Salwa. Membuat gadis itu instan menghentikan langkahnya.

"Bisa bicara sebentar?" ajak si perempuan. Salwa mengangguk. Tangannya yang memegang kunci motor, ia masukkan kembali ke dalam saku celana. Kemudian mengikuti gadis itu ke belakang gedung.

"Lo mau ngomong apa?" Salwa lebih dulu bersuara.

Mengundang tatapan sedikit kaget dari Aca. Walau sekon kemudian dia malah terkekeh sarkas, "Wah, langsung lo-gue di awal perkenalan? Ternyata lo gak sesopan yang gue pikir ya. Oke, gamasalah. Toh kita kayanya juga gak bakal bisa jadi temen baik."

[✔️] Re-HelloOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz