5 |SKRIPSTRESS|

7 1 0
                                    

|SKRIPSTRESS|

By Peeluuu

.

.

.

©CERITA INI HANYA KARYA FIKSI BELAKA. TIDAK BERNIAT MENYINGGUNG INSTANSI, ORANG ATAU LEMBAGA. KESAMAAN NAMA TOKOH, TEMPAT, DAN WAKTU DAN LAINNYA DALAM BUKU INI MURNI SEBUAH FIKSI KARYA PENULIS. KARYA INI MASIH JAUH DARI KATA SEMPURNA, APABILA ADA KESALAHAN PENULISAN MOHON KOREKSINYA.

TIDAK ADA BAGIAN DARI KARYA INI YANG BOLEH DIREPRODUKSI ATAU DITRANSMISIKAN DALAM BENTUK APA PUN ATAU DENGAN CARA APA PUN, ELEKTRONIK, ATAU MEKANIS, TERMASUK MEMFOTOKOPI, MEREKAM, ATAU SISTEM PENYIMPANAN DAN PENGAMBILAN INFORMASI APA PUN, TANPA IZIN TERTULIS DARI PENULIS.

Sephia termasuk dalam golongan orang yang self lovenya paling tinggi. Walau orang lain sering mendiskriminasi kulit eksotisnya, dia tidak perduli, dia mencintai warna kulitnya. Sephia jarang sekali merasa insecure terutama fisik. Tapi ada satu hal yang sangat dibenci dari dirinya sendiri. Sifat pelupa. Dan hari ini Sephia kembali membenci sifat pelupanya itu.

Napasnya hampir habis karena berlari tanpa henti dari taman menuju ruangan Pak Gendra. Sephia mengetuk pintu pelan sambil menyelaraskan napasnya. Beberapa detik kemudian suara dari dalam ruangan menyahut, menyuruhnya masuk.

"Assalamualaikum. Selamat siang, Pak Gendra," salam Sephia dengan suara tercekat. Dosennya itu memang menjawab salamnya tapi tetap menunduk, sibuk dengan beberapa kertas yang menumpuk di atas meja kerjanya.

Mendadak Sephia merasa bersalah sekaligus ketakutan. Aura ruangan terasa suram, keringat yang tersapu udara AC membuatnya keringat dingin. Sephia memilin jari-jarinya gugup. Rasanya dulu saat semester empat sampai tujuh dia sering membolos kelas yang membuatnya di panggil dosen, dia tidak segugup ini. Berhubung di semester akhir ini Sephia ingin menjadi mahasiswa baik-baik, yang bisa lancar mengerjakan skripsi dan bisa lulus cepat, rasa gugup tidak dapat terelakan.

"P-pak?"

"Oh, sudah datang?" tanya Pak Gendra retoris dengan nada datar. Mata keduanya bertemu.

"Sama seperti omongan kamu kemarin. Coba beri tahu saya alasan kamu bisa terlambat lima belas menit dari jam yang seharusnya. Siapa tahu saya bisa sedikit memberi keringanan, kalau alasan kamu penting dan masuk akal."

Mulut Sephia terkunci rapat. Kicep seketika. Kata-kata yang kemarin dia gunakan untuk menyerang dosennya itu kini menjadi boomerang untuk dirinya sendiri.

"Maaf, pak. Tidak ada alasan mendasar. Ini murni kesalahan saya," ujar Sephia menunduk. Dia tidak mungkin kan mengatakan dibalik alasan keterlambatannya adalah bertemu dengan pacarnya? Cari mati namanya. Dia juga tidak bisa menyalahkan Gema.

"Kamu pikir yang sibuk cuma kamu saja? Saya sudah bela-belain luangkan waktu saya buat bimbing skripsi kamu."

Sephia tetap diam, walau dalam hati memaki. Kan memang sudah tugasnya dosen pembimbing meluangkan waktu untuk membimbing skripsi mahasiswanya.

"Kalau nggak ada yang ingin kamu katakan, silahkan keluar!"

Sephia langsung panik.

"Jangan gitu dong, pak! Saya juga pengen cepet jadi sarjana! Setidaknya hukum saya aja gitu, jangan pakai usir-usir pas bimbingan!"

Suaranya tak sengaja meninggi setelah kalimat pengusiran itu keluar dari bibir dosennya.

Sephia tidak suka ditindas apalagi menindas. Itulah sebab mengapa kemarin dia berani menentang omongan Pak Gendra. Kali ini juga. Kontrol dirinya pasti akan lepas kendali. Dia akan bertindak impulsif dan menanggalkan sikap tenang yang selama ini dia lakukan.

Vous avez atteint le dernier des chapitres publiés.

⏰ Dernière mise à jour : Aug 27, 2022 ⏰

Ajoutez cette histoire à votre Bibliothèque pour être informé des nouveaux chapitres !

[novel] Harap Bersabar ini SephiaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant