Sebuah Kisah Pembuka

29 3 3
                                    

Sebuah kisah ... 

Di sebuah kerajaan di negri antah berantah. Adalah ia -Ardhanareswari- Ibu Suri yang sedang berbahagia. Penantian dan "kesabarannya" selama 30 tahun ditambah kira-kira 15 tahun berbuah manis. Kerajaan ini bisa ia ambil alih kendalinya. 45 tahun bukan waktu yang singkat. Ada banyak luka yang ia rasakan.

Tekanan dan berbagai diskriminasi politik menimpa dirinya dan keluarga besarnya. Punggawa-punggawa yang berkuasa sebelumnya adalah lawan politik yang tidak bisa dianggap remeh. Saat ini mereka pasti juga masih terus mengatur siasat untuk bisa mengambil alih kendali yang sudah ada di tangannya. Maka ... meskipun manis ini sudah ia rasakan, tetap saja ia tak boleh lengah. Ia harus terus memastikan roda ini ada pada kendalinya.


Usia tak lagi muda, itu benar. Tapi tak masalah. Itu bukanlah penghalang baginya. Untuk itu dia harus pastikan putri kesayangannya siap menjadi Ratu yang akan melanjutkan kendali. Bagi Ibu Suri tak mengapa meski bukan ia yang duduk di singgasana. Yang terpenting baginya adalah, kursi itu ditempati orang-orang yang loyal padanya. Siap menjadi pegawai yang ia bayar dengan fasilitas dan jaminan hidup yang setimpal. Soal kapasitas, lewatkan saja. Toh apapun yang terjadi yang berhubungan dengan keputusan-keputusan penting dan krusial, bukan orang itu yang memutuskan. Tapi dirinya.


Yang menjadi prioritasnya saat ini adalah putri kesayangannya sendiri. Ahli waris yang akan meneruskan obsesinya. Maka, jika ada abdi dalem yang ia tugaskan menjaga stabilitas di daerah kemudian mencoba-coba menyusun kekuatan, itu tidak bisa dibiarkan. Harus ia beri pelajaran. Bahwa dia hanyalah kacung yang dibayar. Bukan perkara sulit untuk menghempaskan siapa-siapa yang menggunting dalam lipatan. Jangankan abdi dalem yang memang senyata-nyata ia besarkan, mereka yang berada dalam kategori tanda merah aja bisa kok dia buat kewalahan. Mau berani-berani melawan? Jangan harap. Begitu kira-kira yang ada dalam benaknya.


Tapi ia bukanlah orang bodoh. Ia bukanlah orang kemarin sore yang malang melintang dalam perebutan tahta ini. Ia tahu betul bagaimana cara mengendalikan drama cerita ini. Tidak. Tidak semua akan ia libas. Suara-suara kritis biarkan saja tetap ada. Karena bagaimanapun tetap harus ada kesan bahwa rakyat dan jurnalis bisa mengutarakan pendapatnya. Panggung-panggung tertentu biarkan saja diisi. Dengan syarat bahwa para pengisi itu, meski tanpa disadari pelakunya, masih dalam kategori bisa melanggengkan posisinya. Yang benar-benar harus diberi tanda merah dan centang tebal adalah siapapun yang berada di luar lingkaran yang jelas-jelas berbeda warna.


Maka ... lihatlah kini wajah kerajaan itu yang sesungguhnya. 


Abdi dalem yang mengurusi pendidikan bertekad membangun paradigma dan konsep serta sistem pendidikan yang menghasilkan SDM yang siap kerja dan bersaing di dunia globalSedangkan abdi dalem yang ditugasi untuk mengurus bisnis-bisnis kerajaan yang bisa menjadi tempat rakyat yang nota bene adalah SDM tempaan sistem pendidikan itu berkarya, justru menempatkan orang-orang loyalnya yang sama sekali tidak memiliki kompetensi di posisi strategis.


Kisah ini masih akan terus berjalan dengan banyak drama dan skenario yang harus disusun dengan cermat. Dengan satu tujuan. Agar tahta kerajaan tetap ada pada Ibu Suri. Perihal rakyat yang sudah mulai jengah ... hmmm beri senyum miring aja. Tahu apa mereka dengan berbagai rencananya di balik layar ini. Toh sistem untuk sampainya seseorang ke tampuk kursi kerajaan bisa kok diakali. Kan itu konsep yang bisa dibolak-balik. Banyak alibi yang bisa dibuat. Yang penting kan ada modalnya. Emang rakyat punya modal apa? Mau gak setuju juga kalau mereka gak ada modal tetap aja mereka gak berdaya. Selama sistem ini tetap dikendalikan dan berdasar pada aturab manusia. Manusia itu kan gampang loyo kalau sudah lihat yang ijo-ijo. Bisa diatur asal siap segepok ijo.


Yang terpenting, asal jangan sampai rakyat itu bawa-bawa Gusti Pengeran Kang Moho Suci untuk urusan tahta. Itu yang bahaya. Karena sistem-Nya gak bisa memberikan celah untuk menguasai harta kerajaan atau apapun. Tapi tenang ... Skenario kan sudah disiapkan. Sebut saja mereka-mereka yang coba-coba bawa nama Gusti Pengeran Kang Moho Suci itu sebagai cecunguk pemberontak. Secara otomatis rakyat yang lain akan sama-sama mengusir orang-orang itu dari wilayah kerajaan. Dia ... Tak perlu mengotori tangannya untuk menyingkirkan siapapun yang ia anggap membahayakan.





You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 29, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ARDHANARESWARIWhere stories live. Discover now