32. Cari Masalah

220 31 7
                                    

Gadis bermanik cokelat itu mengurungkan niatnya untuk masuk ke dalam apartemen mantan kekasihnya ketika ia melihat Rose keluar dari sana. Rasa penasarannya menyeruak ketika melihat Rose menenteng kotak bekal makanan, ditambah hari ini Rose agak berbeda, lebih stylish.

"Gua ikutin, ah. Siapa tau ada bahan buat misahin mereka berdua," batin Mina.

Mina mengikuti Rose dari belakang, ia mengenakan celana bahan dengan baju kemeja kotak-kotak, tidak lupa memakai masker agat gerak-geriknya tidak dicurigai Rose.

Dahinya mengerut ketika melihat Rose memasuki sebuah rumah besar di kawasan perumahan elite. Dengan senang Rose menyapa satpam yang berjaga.

"Gimana gua masuk ke sana, ya?" batin Mina bertanya.

Seketika senyuman miring tercetak jelas di bibirnya, Mina telah menemukan ide untuk mengelabui satpam tersebut. Ia berjalan tanpa rasa gugup.

"Pak," panggil Mina dari luar gerbang.

Satpam tersebut beranjak dari duduknya dan menghampiri Mina. "Iya, ada yang bisa saya bantu, Mbak?"

Mina tersenyum, tetapi dalam hatinya ia mengutuk satpam tersebut bisa-bisa memanggilnya dengan sebutan 'Mbak'

"Saya temannya Rose, saya mau mengantarkan pesananya. Dan saya dikirimkan alamat ini. Oh, ya, katanya Rose sudah ada di dalam," jelas Mina tanpa jeda.

Pak Satpam mengangguk. "Sebentar, saya panggilkan Non Rose dulu."

"Ha? Eh, nggak perlu, Pak. Biar saya yang samperin dia, boleh kan Pak? Kalau Bapak nggak percaya sama saya, bapak bisa pegang KTP saya," tutur Mina sambil memamerkan senyumnya.

Sang satpam tampak berpikir sejenak, lalu mengangguk. Hal itu membuat Mina senang, ia tersenyum lebar ketika gerbang rumah megah tersebut terbuka untuknya.

Ia memasuki rumah tersebut sembari melihat kanan dan kiri, bunga-bunga yang bermekaran membuat gadis bertubuh kecil itu tersenyum. Tanpa permisi, Mina membuka pintu utama rumah tersenyum, dan yang pertama ia lihat adalah ruang tamu yang besar dan tertata rapi.

"Gede banget anjir!"

Gadis itu memelankan langkahnya, lalu bergerak masuk ke dalam, ia mencari keberadaan Rose.

Ketika kakinya hendak melangkah, Mina dikejutkan dengan suara orang yang sedang tertawa. Suara itu tampak tak asing di terlinganya, itu suara tawa Rose.

Mina mencari letak sumber tawa tersebut. Ketika sumber suara itu sudah dekat, ia memelankan langkah. Matanya membulat melihat pemandangan yang menurutnya sangat mengejutkan siapa pun yang melihatnya.

Rose yang terbaring di sebuah sofa dengan seorang pria muda yang terus menerus menggelitiki perut Rose. Mereka tertawa lepas. Tanpa menunghu waktu lebih lama, Mina mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya, lalu membuka aplikasi kamere. Dan saat itu ia berhasil memotret pemandangan yang akan membuat hubungan Rose dan June berantakan.

****

Rose tertawa terbahak-bahak ketika Jimin terus-menerus menggelitiki perutnya, sebenarnya yang memulai pertama kali adalah Minji---Adiknya Jimin---sekarang Rose tidak tahu gadis kecil itu pergi ke mana.

"Udah anjir! Geli banget sumpah, lu gitu amat sama sahabat sendiri. Pilih kasih, mentang-mentang Minji adek lu," rajuk Rose sembari menatap jengkel ke arah Jimin.

Sedangkan pria tampan itu tertawa melihat keadaan Rose saat ini, rambutnya acak-acakan, bajunya compang-camping, dan wajahnya yang ditekuk membuat Jimin tak kuasa menahan tawa.

Tidak lama kemudian, gadis kecil keluar dari dalam suatu ruangan sembari menenteng jajanan ringan di tangannya. Ia tersenyum menatap Rose dan Jimin.

"Oppa, pacaran sama Rose Eonni?" tanya gadis itu dengan nada imutnya.

Rose membulatkan matanya lalu menggeleng cepat. "Enggak kok, nggak pacaran. Eonni udah punya pacar, Oppa juga udah punya pacar," jelas Rose agar tidak membuat Minji salah paham.

Minji mengangguk paham, lalu duduk bersebelahan dengan Jimin yang ekspresinya saat ini tak dapat diterka-terka. Ada sesuatu yang ia pikirkan.

"Pacar Eonni siapa? Ganteng kayak Oppa juga nggak?" tanya Minji lalu memasukkan jajan tersebut ke dalam mulutnya.

Rose tersenyum. "Namanya June, ganteng banget melebihi Oppa Jimin," jawab Rose lalu tertawa lepas.

"Ihhh, padahal aku sukanya Oppa sama Rose Eonni pacaran." Minji menatap Jimin dan Rose secara bergantian.

Jimin menggeleng pelan. "Cinta itu nggak bisa dipaksa, Minji," ucap Jimin dengan senyum penuh arti.

****
Sementara itu lelaki berwajah angkuh duduk sembari menatap lembaran kertas yang tertumpuk di meja kerjanya. Sesekali ia mengerutkan dahi bila ada sesuatu yang tidak ia pahami.

Sekarang sudah pukul tiga sore, June sama sekali belum mengabari Rose. Bukan apa-apa, hari ini pekerjaan June sangat banyak, meeting dengan client, menandatangi perjanjian penting, dan membuat kesepakatan dengan para pemegang saham di perusahaannya.

Tangannya sudah gatal hendak menelpon dan mendengar suara kekasihnya itu. Satu lagi berkas yang harus ia periksa dan setelahnya ia bisa pulang ke apartemen lalu menghabiskan waktu sepuasnya bersama Rose.

Tidak lama kemudian notifikasi ponsel June berbunyi. Karena penasaran ia menghentikan aktivitasnya dan mengambil benda pipih itu dari atas meja.

08571203xxxx
Cepatlah kembali, ada kejutan untukmu.

Senyuman terbit dari bibir June. Ia mengira yang mengirim pesan tersebut adalah Rose. Persetan dengan nomor yang tidak ia kenal, tetapi hatinya berkata kalau pesan itu dari Rose, kekasihnya.

June kembali melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda. Dan selang beberapa menit kemudian ia menarik napas lega setelah berhasil menyelesaikan pekerjaannya.

"Akhirnya kelar jugaaa, Rose I'm coming Sayang."

****

Mina tertawa melihat karyanya tertata rapi. Ia sengaja mencetak semua foto yang ia dapatkan ketika mengikuti Rose. Dalam hati ia sangat senang mengetahui bahwa Rose belum juga pulang dari tempat itu.

Ini adalah kesempatan emas baginya untuk kembali merebut June dari Rose. Sengaja ia menempelkan foto-foto yang akan dianggap mesra oleh siapa saja yang melihatnya, tidak terkecuali June.

Mina bersembunyi di balik belokan yang tak jauh dari apartemen June ketika ia mendengar langkah kaki dari arah lift.

"Target mulai datang," batin Mina.

Sedangkan June, lelaki itu sejak tadi tersenyum. Tidak sabar untuk menerima kejutan yang ia anggap dari Rose. Namun, ketika kakinya menapak tepat di depan pintu apartemen, matanya melotot, rahangnya mengeras, dan tangannya mengepal kuat.

Ia mengambil paksa salah satu foto yang menempel di sana. Lalu, ia meremas foto tersebut dengan kuat.

"Lo bohong sama gue, Rose." Tangan kekar itu meninju pintu apartemen tanpa peduli rasa sakit yang menjalari tangannya.

----

Hai. Aku cuman mau bilang, apapun yang terjadi pokoknya minggu depan ini cerita harus udah tamat. Lanjut, aku mau revisi memperbaiki segala bentuk kesalahan dalam penulisan ataupun kalimat yang kurang efektif. Maaf, ya, kalau emdingnya nanti terkesan memaksakan. Tapi, aku pengin betul-betul tamatin, ga tega aku tuh menggantungkan kalian yang setia nunggu ini cerita. Hehe.

See you, Gais! Aku sayang kaliaaan.

My Boss My Love (Junrose)Where stories live. Discover now