"one"

5.9K 339 44
                                    

harsh word, explicit, sex everytime, everywhere hehe:)

•°×•°×•

Panasnya terik matahari siang itu bukan jadi satu-satunya penyebab tubuh dijalari ribuan bulir keringat. Mau sedingin apapun pendingin ruangan tersebut, tak cukup untuk meredam panas dari dua anak adam yang sedang memacu gairah.

Persetan dengan kardus-kardus yang berserakan di hampir seluruh sudut ruangan, atau pada barang-barang yang belum ditempatkan di tempat seharusnya. Menaikkan tempo gerak demi menuju puncak yang dianggap surga dunia itu secepat mungkin supaya dapat memperoleh apa yang dicari.

Salah satu si dua penghuni baru bangunan apartemen yang pun menjadi satu-satunya yang tak memiliki kain melekat pada tubuhnya yang berkeringat hebat itu mengerang—lebih seperti mendesah namun ditahan—cukup keras kala sesuatu menyentuh titik paling sensitif pada tubuhnya.

Kedua tangan yang bertumpu pada dada seseorang di bawahnya itu meremas kencang hingga buku jarinya memutih, barangkali jejak tangan dapat tertinggal di sana.

"Fuck!" Titik manisnya diserang habis-habisan tiap kali pinggul itu bertemu panggul yang lain.

"What?" Sosok laki-laki di bawahnya terkekeh kala sumpah serapah tadi diiringi dengkusan sebal, kedua telapak tangannya mengusap permukaan kulit pinggang senada madu tersebut.

"Can you come now? I'm fucking tired, dude."

This motherfucker always call his husband "dude".

"Don't call me dude when my massive monster cock ruining your little ass, darling."

Dada laki-laki yang berbaring telentang itu di tepuk keras, bahkan nyaris sama nyaringnya dengan pertempuran di bawah sana.

"Bacot." Yang mengontrol dari atas pangku itu mengigit bibir, peduli apa dengan lenguh merdu yang makin menggila selagi prostatnya disentak berkali-kali. "Shit, it's too deep."

"Yeah?" Suara serak ringan namun berat itu milik laki-laki bernama pendek Chan. Yang kini mengambil alih kontrol dengan menahan pinggul sosok laki-laki lain di atasnya agar ia leluasa bergerak. Lantas sikapnya yang pasif tadi kini menggebu-gebu. Mempercepat lajunya supaya putih yang dicari-cari tadi datang sendiri.

Yang berada di atas terus melenguh, menjadi lebih vokal dari sebelumnya meski dia bukan tipikal yang suka senyap. Desahannya beradu dengan bunyi kecipak basah serta nyaring antara peraduan kulit di sana. Changbin namanya, merubuhkan tubuh memeluk Chan karena lelah terombang-ambing berkat gerak brutal yang dikemudikan oleh pria yang lebih tua.

"Keluarin dalem." Kontras dengan desah bagai tangisan sebelumnya, dua kata pendek itu melantun lembut penuh harapan, berbisik tepat di gerbang telinga sembari makin mengeratkan pelukannya. Seolah tak ingin pisah.

Chan menggeram, lebih keras ketika rektum hangat yang bergesekan dengan miliknya itu malah berkedut sebagai pengingat bahwa si pemilik akan kedatangan putihnya. Ia pun merasakan hal serupa.

"Chaaann! Brengseekk!!"

Ah, he's come.

Changbin punya kebiasaan merutuki Chan ketika ia sedang orgasme, semacam ritual. And Chan came after him, what a perfect husband.


•°×•°×•

Chan dan Changbin baru menikah lima bulan yang lalu, namun telah tinggal satu rumah semenjak menjalin hubungan selama tiga tahun lamanya. Karena betapa beruntungnya keadaan finansial mereka berdua, akhirnya pasangan muda itu mampu tinggal di apartemen yang lebih memadai meskipun masih dengan status sewa.

"Gue mau anak, kaki empat."

Changbin berbicara saat Chan melintas dihadapannya dengan kedua tangan penuh membawa dua buah kardus kosong. Laki-laki itu tengah mengemasi barang-barang mereka, sedangkan dirinya mengambil istirahat dengan mengiris semangka untuk mereka berdua.

"Anjing?"

Chan membuka mulutnya meminta satu potong semangka, Changbin menurut dengan kepala menggeleng pelan.

"Enggak, maunya kucing," jawabnya.

"Permintaan di tolak. Lo kan takut kucing, masa malah mau pelihara mereka."

Bahkan Chan tidak berpikir panjang ketika mempertimbangkan permintaannya, kontan bibir tipis namun penuh itu mengerucut maju pertanda ingin protes.

"Kan lucuuuu." Changbin menarik lengan milik yang lebih tua, memaksa laki-laki itu untuk meletakkan dua kardus tadi ke lantai. Lalu memberikan seluruh atensinya pada sang pasangan.

"Bukan masalah lucu atau enggaknya, kalo lo sendiri aja takut gimana mau ngurusin kucing? Masa iya nggak di kasih makan, kan kasian." Chan mengulurkan tangannya untuk mencubit kedua sisi pipi Changbin, membuat wajah cemberut itu menjadi jenaka. Si tuan lesung pipi terkekeh gemas.

"Lagian ya, apa nggak cukup pelihara gue?" Chan menyeringai dengan salah satu alis tebalnya naik, kemudian sebuah kedipan mata ia berikan untuk si tuan muda.

"Bastard."

"Aduh!"

Sebuah tinju mendarat cantik di perut tanpa penghalang milik Chan. Changbin memang tak pernah main-main jika soal pukul memukul.


•°×°•°×•

changbin : *breathe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

changbin : *breathe

chan : 🥰🥰

sorry for my suck english <3

anw, how abt this chap??

sex with me; chanchang | 19+ [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang