Be The Puma

7 1 0
                                    

Mrs Teti memasuki kelas Hitman angkatan 304 dengan wajah suram. Tangan kiri menenteng rotan, sedangkan tangan kanan membawa setumpuk surat dan buku pelajaran tebal. Aura yang dikeluarkan oleh wanita paruh baya itu membuat seluruh murid tertunduk resah. Bagaimana tidak, wali kelasnya terkenal kejam dan tidak segan segan memberi hukuman setimpal jika sedang marah.

Brak.

Menghempas rotan dan buku bukunya kasar, Mrs Teti membiarkan sekitar lima surat panggilan itu berserakan di lantai.

“Apa kalian sudah menyampaikan surat panggilan orang tua yang saya berikan tempo lalu?”

Tidak ada yang berani bersuara kecuali isyarat anggukan. Hal yang paling wanita itu benci adalah merasa diabaikan. Seharusnya jika ada yang bertanya, maka jawablah dengan sopan.

“Jawab!” bentak Mrs Teti sekaligus menghempas rotan ke meja.

“Sudah Mrs,” jawab seluruhnya serentak.

Mata tajam yang dibingkai kaca mata minus itu menyorot intens ke arah lima laki laki yang kelihatannya acuh tidak acuh. Steve sama sekali tidak mendongak, sibuk merangkum materi yang sempat tertinggal. Daniel sibuk menghentakan kaki, tangan dan kepala sambil mendengarkan musik. Benteli tertidur pulas, Terry membaca ensiklopedia dan Kai sibuk bergulat dengan game onlinenya.

Mengembuskan napas, beliau melepas kaca mata kesal lantas duduk demi meringankan emosi. Mereka berlima memang bibit unggul beban bagi jajaran pengajar.

“Steve, Daniel, Benteli, Terry, Kai! Maju kalian semua,” sentak Mrs Teti sudah kehilangan sabar menghadapi anak anak itu. Mereka memang cerdas, namun baginya sendiri, sikap mereka yang tertutup, semena mena dan seolah tidak memedulikan orang lain adalah bencana besar bagi masa depan mereka nanti.

Steve menoleh, memberi instruksi kepada yang lain untuk maju. Terry yang kebetulan duduk di samping Benteli mencubit kencang pipinya sampai si empunya meringis bangun.

“Kenapa sih?”

“Ileran tuh. Jijik,” ucap Terry cuek kembali fokus membaca. Merasa pusing dengan keadaan, Benteli mengerjabkan mata menelisik suasana kelas.

“Suram amat dah. Happy happy aja kenapa sih. Nggak asik beut hidup kalian,” seru Benteli keras masih belum sadar akan hadirnya Mrs Teti.

“Benteli maju!”

Laki laki berpipi bulat dan imut itu terkejut mendengar suara rotan yang beradu dengan telapak tangan. Menggaruk tengkuknya yang kebetulan gatal, Benteli menyenggol siku Terry minta perlindungan.

“Benar benar kurang ajar kalian. Apa pernah saya mengajarkan hal tidak beradab seperti itu di kelas? Membaca buku lain di pelajaran saya, tidur, tidak memerhatikan guru, bermain game, dan melamun apakah itu ciri ciri dari seorang pelajar. Saya minta kalian maju, tapi satupun tidak ada yang peduli.”

“Berisik!” Daniel bangkit lantas menuruti semua perintah wanita paruh baya itu. Setelah Daniel, diikuti oleh Kai begitupun seterusnya. Kelima laki laki itu memunguti surat panggilan orang tua dan membacanya di tempat.

“Saya menemukan sobekan surat milik kalian di tong sampah. Apakah sesusah itu menyampaikan amanat dari kepala sekolah, hah?”

“Mrs tau kalau sesuatu yang sudah ada di tong sampah itu artinya apa?” tanya Daniel kembali merobek surat miliknya. Tidak puas, Daniel merampas surat surat yang dipegang oleh keempat temannya lantas mengulangi apa yang ia lakukan tadi.

 “Sudah tidak berguna dan tidak perlu diurus lagi. Kecuali yang daur ulang,” balas Kai tersenyum lembut. Selesai merobek habis kelima surat itu, Daniel menghamburkannya tepat di atas kepala Mrs Teti.

No RulesWhere stories live. Discover now