act 1

313 27 0
                                    

Saat fajar telah bangun, Eve bergegas beranjak dari tempat tidurnya, hari ini adalah gilirannya untuk menjemput Ica. Begitulah kedua sahabat ini, mereka bergantian menjemput untuk saling merekatkan persahabatan mereka. Entah sudah sejak kapan hal ini menjadi tradisi.

Sejak Eve di adopsi di kelurga Renaldo, Eve tak memiliki teman. Apalagi dengan suasana baru sekolah Eve. Sejak Eve di adopsi dikelurga Renaldo, Eve di sekolahkan di sekolah St. Isa Maria, yang memiliki lembaga pendidikan dasar sampai perguruan tinggi.

Eve yang pendiam dan terkesan asing menjadi daya tarik bagi Marischa. Dan sejak itu mulailah kebiasaan itu. Tapi saat itu, Eve tak serta merta terbuka pada Marischa, yang akrab di panggil Ica.

Setelah Eve selesai mandi dan berpakaian seragam, dia langsung menuju meja makan. Di sana sudah ada ayah angkat dan kakak angkatnya yang sedang sarapan pula. Dan masih dengan keadaan diam.

Eve terburu oleh waktu, sudah telat untuk menjemput sahabat karibnya.

“Nona Eve, nona Marischa baru saja datang untuk menjemput Anda”. Kata seorang pelayan perempuan dengan nada sinisnya.

Heh?!! Ica sudah datang? Bukannya hari ini aku yang akan menjemputnya ya? Lalu Eve segera memakai sepatu dan berjalan ragu ke ruang tamu… “Oh iya, hari ini Ica janji akan menjemputku!!”. Gumam Eve sendirian.

“Pagi Eve…!”. Ucap Ica riang.

“Pagi…”

“Selamat pagi…!”. Ucap seorang lelaki dengan lembutnya.

Eve terkejut mundur teratur. Siapa dia?!

“Nah… kan aku sudah janji akan menjemput kamu hari ini, dan ini kakak aku, supir kita hari ini”. Ucap Ica. Hie…?!! Yang benar saja, Ica menjadikan kakaknya sebagai supir?!

Wajah Eve hanya terheran-heran.

“Hehehe… Terkejutkan!! Bukan Eve, kita barengan kakak aku. Ini kakak aku, Nicoled. Nah kakak, ini sahabat aku, Eve…”. Kata Ica. Eve dapat menangkap signal bahaya dari sini.

Oh Ica, ini tak lucu. Umpat Eve dalam hati. Nicoled mengulurkan tangannya dan menengadahkan tangannya. Eve hanya menyambut sekedarnya. Tapi saat tangan Eve sampai pada tangan Nicoled, Nicoled malah mencium tangan Eve. Eve hanya melongo saking kagetnya.

“Jadi ini Eve, melebihi dugaanku. Kau lebih cantik dari indahnya malam…”. Kata Nicoled lembut. Dari sini Eve pingin muntah.

“Iyalah… Evekan dilahirkan di tengah malam badai berpetir…”. Kata Ica.

“Eh!! Benarkah?!!”. Nicoled sedikit terkejut.

“Tentu saja itu bohong! Sudah, lepaskan tangan Eve. Kakak tidak punya rencana untuk menelan tangan Eve bukan…”. Ucap Ica, dan Eve segera menarik tangannya. Eve masih terperangah dengan kejadian barusan. Dan Nicoled masih juga memandangi Eve dengan mata birunya.

“Halow…. Kita sudah telat untuk berangkat ke sekolah. Apa kakak akan telat untuk ke kantor?!”. Kata Ica.

“Ah… Em, ya...”. Nicoled serasa terpergok sedang mengintip gadis mandi.

Mereka segera bergegas berangkat. Diperjalanan Ica tak hentinya membicarakan Justine Carrye Braxton. Ketua dewan murid di sekolah mereka. Tentu saja karena lelaki ini adalah lelaki tertampan nomor satu versi SMU mereka. Sebenarnya masih ada lelaki tampan yang juga tenar di sekolah itu, tapi mungkin karena sifatnya yang suka mempermainkan perempuan, arogan, sok cakep—tapi memang cakep—, suka sering mampir di ruang BP itu, dia jadi berada di urutan nomor dua setelah Justie Carrye Braxton. Dia bernama David Kenny Igleiase. Dan mungkin juga soal kepandaian yang menjadikan urutan itu. Justine yang seorang ketua dewan murid, anaknya pintar, ramah meski orangtuanya memiliki saham besar di yayasan St. Isa Maria.

Karuma (END)Onde histórias criam vida. Descubra agora