1st Melody: Autumn 🎶

140 27 73
                                    

Usai pembicaraan singkat tersebut, Bu Dini menyuruhku segera kembali ke kelas, kemudian dengan santainya ia berjalan menuju ruang musik

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Usai pembicaraan singkat tersebut, Bu Dini menyuruhku segera kembali ke kelas, kemudian dengan santainya ia berjalan menuju ruang musik. Hei, ini tidak salah, kan? Seharusnya dia tidak lupa jika selama satu jam tiga puluh menit ke depan ada pelajaran seni budaya di kelasku. Beliau tidak akan memberikan jam kosong secara gratis, kan?

Namun, saat kutanya seperti itu, dia hanya menoleh. "Ya, saya ingat itu. Ada urusan lain yang lebih penting. Tolong, segeralah kembali. Bisa kamu pastikan tidak ada yang keluar kelas sampai jam saya habis?" Dari jarak beberapa meter, aku masih bisa melihat dia menampakkan ekspresi yang entah apa maksudnya.

Mungkin kalimatnya barusan lebih terdengar seperti sebuah permintaan yang takkan menjadi masalah besar jika direspons dengan kata 'tidak'. Aku akan melakukannya. Lagi pula, belajar dengan serius kan memang sudah menjadi tugas seorang siswa. "Tentu saja." Aku mengangguk cepat.

Bu Dini sejenak termenung menatapku lalu berkata, "Ah, saya lupa. Kelasmu, kan, kumpulan orang-orang ambisius." Dia lalu kembali melanjutkan perjalanan dengan senyuman puas.

Suasana koridor yang sepi sempat membuatku berkhayal sampai tidak sadar jika sudah sampai di depan pintu kelas yang tertutup rapat. Seluruh penghuni kelas sontak menghentikan seluruh kegiatan diskusinya, menoleh dengan wajah terkejut setengah panik ketika mendengar suara dari gagang pintu digerakkan.

Aku mematung seraya mencengkeram gagang pintu tatkala melihat reaksi mereka. Hampir semua pasang mata tertuju padaku, layaknya slogan kontes kecantikan yang membawa nama para perempuan dari setiap penjuru negeri. Bedanya, kali ini semua sedang memastikan jika aku adalah Bu Dini atau bukan.

Perhatian mereka langsung kembali teralihkan oleh kegiatan masing-masing ketika menyadari jika aku datang sendirian. Salah seorang siswi segera bangkit dan menutup kembali rapat-rapat pintu kelas yang lupa kututup. Biasanya mereka melakukan itu agar tidak ada guru yang melihat. Padahal sia-sia saja karena siapa pun masih bisa melihat melalui jendela. Ya sudahlah. Lagi pula, tugasku hanya memastikan tidak ada yang keluar kelas.

"Mana Bu Dini?" Ucapan itulah yang menyambut ketika aku menarik kursi tempat duduk. Teman semejaku - Poppy - tak sedikitpun mengalihkan perhatian sedikit pun dari buku catatan yang telentang di depan mata. "Tadi, aku liat kamu jalan bareng dia ke ruang guru. Ngapain aja, sih?" Pertanyaan sebelumnya belum sempat terjawab, ia malah memberikan yang baru.

Lewat kaca jendela, tampak guru seni budaya itu sedang asyik berbincang dengan guru lain. Kurasa sangat kecil kemungkinan dia akan masuk kelas. "Entah, katanya ada urusan. Aku cuma disuruh mastiin enggak ada yang keluar kelas," jelasku seraya meletakkan kepala di atas meja. "Kalo kamu tanya aku ngapain, Bu Dini ngajak aku masuk klub musik."
Netra Poppy bergerak seklias melirik. "Terus, kamu mau?"

Kubuang napas banyak-banyak lantaran dada mulai sesak ketika mengingatnya, lalu menangkupkan wajah di atas lengan yang terlipat. Aku sungguh tidak mau membuat guruku kecewa. Siapa pun. Sekarang kacau sudah image siswi baik yang sudah kubangun selama ini. "Enggak. Takutnya konsentrasiku di math club terganggu."

[END] I am (not) a Good GirlWhere stories live. Discover now