Ayo Bermain

902 67 18
                                    

"Papa, ayo bermain bersamaku." Ucapan penuh harapan keluar dari bibir Wei Wuxian sambil menyodorkan boneka lusuh ke arah sang papa.

Pria paruh baya itu hanya memandangnya malas dan beranjak melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Tetapi, dengan sengaja ia menyenggol tangan Wei Wuxian yang masih menyodorkan boneka sampai boneka tersebut terlepas dari genggamannya.

Wei Wuxian hanya memandangnya diam, sampai sebuah elusan menarik perhatiannya.

"A-Xian, ayo bermain bersama mama," ujar sang mama lembut.

"Hm, ayo!!!" Wei Wuxian membalasnya dengan semangat, dan melupakan masalah yang sempat terjadi padanya tadi.

Sang mama hanya memandang sendu dan tersenyum lembut melihat sang anak.

"Tunggu," anak enam tahun itu berujar dengan tangan yang sudah merogoh saku celananya, seperti mencoba meraih sesuatu. "Mama terluka lagi, apa ini karena pisau juga?"

"Iya, mama sempat melamun tadi. Sudah lupakan, ayo bermain."

***

Teriakan penuh bentakkan memenuhi ruang tamu, pertengkaran adu mulut antara suami istri tidak dapat dihindari. Ego yang menguasai, tidak lagi peduli dengan sekitar.

Bocah enam tahun itu masih bersembunyi di tempatnya, bertahan dengan boneka yang selalu berada dipelukan. Diam membisu sambil berusaha menutup mata dan telinganya dari berbagai caci maki yang terlontar dari mulut sang papa.

"Apa yang kau pertahankan dari anak penyakitan itu?! Dia tidak lebih dari pembawa sial, hanya sakit-sakitan dan menguras seluruh hartaku!!!"

Suara tamparan menggema dan menghentikan semuanya. Wei Wuxian yang bersembunyi tanpa sadar sudah banjir air mata, tidak bisa beranjak seperti ada yang menahan sampai kedua kakinya lemas.

"Jaga ucapanmu! Kau mengatakan itu seakan-akan dia bukan anakmu. Apa perlu aku membenturkan kepalamu? Agar kauingat, anak yang kauhina itu adalah darah dagingmu!"

Wajah pria itu mengeras menahan lonjakkan emosi, tangannya mengepal dan matanya memerah. Kekerasan tidak terduga langsung terjadi, tanpa tahu bahwa ada seorang anak yang diam menyaksikan semuanya.

***

Akhir pekan membuat taman penuh dengan banyak orang, mereka sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Seperti orang yang sedang berolahraga, berjualan, dan ada juga beberapa yang membawa keluarga untuk berpiknik. Tentu ocehan penuh tawa ikut menyertai aktivitas orang-orang tersebut.

Wei Wuxian hanya tersenyum lirih memandang semua itu. Bohong, jika dirinya tidak merasa iri. Ia sudah sering membayangkan hal-hal menyenangkan yang bisa ia lakukan bersama keluarganya. Tentu saja, semua itu hanya khayalan semata.

Wei Wuxian yang tidak ingin tenggelam dalam laut kesedihan, mengambil tempat yang sedikit jauh dari keramaian, tidak lupa boneka lusuh yang selalu dalam genggaman. Ia mengambil sebuah ranting kayu dan menggambar sesuatu di atas tanah.

"Ini papa, ini A-Xian, dan ini mama," gumamnya pelan. Ia memandang lukisan buatannya dengan sendu. "A-Xian ingin seperti yang lain. Tidak, tidak, A-Xian tidak boleh egois."

***

Matahari mulai menyingsing ke barat, taman pun mulai reda dari kebisingan dan keramaian. Namun, kesepian tersebut tidak membuat Wei Wuxian beranjak. Ia masih betah dengan kegiatannya.

Sebuah mahkota bunga dengan pengerjaan yang berantakan, tergeletak di atas tanah begitu saja. Satu mahkota lagi masih dalam proses pengerjaan, berada di tangan mungil Wei Wuxian.

"Aku akan menghadiahkan ini untuk papa dan mama." Ia tersenyum cerah, hingga tiba-tiba sebuah drum kecil terulur begitu saja di depannya.

"Untukmu."

*** The End ***

500 WordsTugas 7 Done!!!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

500 Words
Tugas 7 Done!!!

Save Me (Kumpulan Tugas-Tugas Phoenix Writer)Where stories live. Discover now