00

10.1K 840 8
                                    

Bilah dingin menekan leher wanita dengan netra segelap langit malam, ujung runcing itu menggores permukaan kulitnya tapi ia sama sekali tak gentar. Meski berlinang air mata, gadis itu menatap pemuda di hadapannya dengan tenang. "Kenapa?" hanya itu yang ia ucapkan. Ada banyak pertanyaan yang ingin Liyana tanyakan, begitu banyak namun hanya satu kata itu yang terucap.

Pemuda itu mengernyit dalam kontradiksi. Setelah memantapkan hatinya, ia dengan tegas melayangkan pisau dalam genggamannya. Sangat cepat sehingga wanita itu hanya akan merasakan sakit sesedikit mungkin.

-----

Ruangan kumuh— ah ini harusnya disebut kuno, ada beberapa perabotan antik, rak dipenuhi dengan buku yang tersusun rapi, sebuah jendela besar yang menampakkan pemandangan bima sakti. Ini hanya..

LUAR BIASA!

Tapi tunggu. Di mana ini?

"Nona, Anda bisa kedinginan!"

Nona? Lilian berbalik menuju suara di belakang. Wanita itu berdiri di hadapannya, penampilannya tampak seperti pelayan jika dilihat dari apron yang ia kenakan. Harus Lilian akui kostumnya tampak sangat realistik, benar-benar seperti gaun dari jaman dulu. Di tangannya, gadis pelayan itu membawa nampan besar yang berisi beberapa hidangan.

"Apakah ini mimpi aneh lagi?" pikir Lilian.

Lilian melangkah perlahan mendekati pelayan yang tengah menyusun sajian di atas meja. Jika gadis pelayan itu tidak protes, Lilian tidak akan sadar bahwa sedari tadi ia menelusuri ruangan tanpa alas kaki dan gaun tidur tipis. Permukaan lantai sedikit kasar saat bergesekan dengan kulit.

Permukaan lantai kayu yang kasar dan dingin terasa jelas seiring indra Lilian yang menajam. Dengan perasaan sejelas ini Lilian yakin akan sedikit sulit untuk bangun.

Gadis pelayan itu menggeser kursi, sepertinya ia mempersilakan Lilian untuk duduk. Lilian tetap bungkam, masih menyerap informasi dan merenungkan apa yang sedang terjadi.

"Ada keributan di bawah, hanya ini yang bisa saya dapatkan," ucap pelayan itu setelah Lilian mendudukkan diri di kursi.

Di meja terdapat semangkuk sup encer, beberapa potong ayam panggang, dan sebuah roti. Dia bilang.. hanya? Ini memang tidak terlalu beragam tapi lebih dari cukup untuk porsi satu orang.

Pelayan itu lanjut berbicara sembari meracik teh, "Nona Julia sepertinya tidak senang dengan kejadian baru-baru ini. Ia terus mengamuk dan menghancurkan barang." Gadis pelayan itu menuang secangkir kemudian menambahkan sedikit madu dan mint. "Memang, hampir di setiap sudut kini bergosip tentang Duke dan berkah permaisuri, bagaimana mungkin nona Julia tidak terganggu."

Julia? Siapa Julia? Lalu Duke? Permaisuri? Mimpi kali ini agaknya menarik.

"Memangnya apa yang mereka katakan?" Lilian akhirnya membuka mulut.

Ia menyampirkan selendang di pundak Lilian, tampaknya pelayan itu sedikit ragu tapi tetap menjawab, "Duke yang kejam itu benar-benar akan menikah? Lelaki monster itu benar-benar bertunangan dengan putri sulung Marquis? Permaisuri benar-benar ingin memasangkan nona Liyana dengan Duke Vaughan yang baru?" ucap gadis itu dengan intonasi yang sedikit diubah, ia melanjutkan, "Banyak yang beranggapan bahwa ini hanyalah jalan politik permaisuri. Tapi tidak sedikit yang membuat teori absurd karena Duke Vaughan biasanya menghindari orang-orang apalagi wanita."

Ada cermin besar yang tergantung di dinding menampilkan gadis muda dengan surai hitam yang jatuh di bahunya. Sosok di sana berbalik menatapnya. Wajahnya yang dingin dengan mata yang tajam kini menampakkan kengerian dan kebingungan. Jika tidak salah, gadis muda itu mungkin dirinya?

"Teh Anda, nona."

Suara gadis pelayan itu menarik kembali Lilian dari lamunannya.

Lamunan.. di dalam mimpi? Lilian menjangkau cangkirnya masih dengan pikiran yang mengambang hanya untuk dikejutkan oleh sengatan panas yang membuatnya refleks menepis cangkir hingga porselen itu berhamburan di lantai.

"Astaga!" pelayan itu berseru kaget.

Bukannya panik, Lilian justru tenggelam dalam pikirannya membiarkan panas terus merasuk ke dalam kulitnya.

Panas.. Rasanya terlalu jelas untuk sebuah mimpi.

"My lady, tolong ulurkan tanganmu."
Lilian begitu kalut dengan pikirannya hingga tidak sadar saat pelayan itu beranjak dan kembali dengan sebaskom air dan handuk basah.

Dingin.. adalah yang Lilian rasakan saat handuk membungkus tangannya.

"Apa ada jam?"

Pelayan itu tampak heran dengan pertanyaan Lilian yang tiba-tiba. "Ada satu jam tangan saku, lady Liyana." Ia pun langsung beranjak setelah menjawab.

Lillian menggapai pisau makan di atas meja, bilah perak itu memantulkan bayangan gadis yang sama dengan yang ia lihat dalam cermin.

Entah apa yang Lilian pikirkan hingga tidak ragu untuk menusuk ujung jarinya dengan keras. Perih tentu saja adalah hal pertama yang ia rasakan. Darah bercucuran dari ujung jarinya

Yurian yang kembali dengan sapu tangan berseru kaget dan buru-buru menutupi luka Lilian dengan sapu tangan. Nona yang ia layani memang agak aneh, namun malam ini sang nona tampak kehilangan akal.

Liyana, putri sulung Marquis? Duke Vaughan? Kenapa nama-nama ini terasa tidak asing? Jangan-jangan..

Lilian memiliki tebakan liar. "Yurian?" serunya pelan.

"Ya, nona?" jawab pelayan itu seketika.

Tidak mungkin! Bagaimana ini mungkin?

Jika ini sesuai tebakannya, maka ia saat ini berada di dunia novel? Duke Vaughan dan Liyana, jika Lilian tidak salah mengingat judul novel maka Liyana adalah penjahat di cerita ini. Antagonis dengan otak cerdas dan akal yang licik. Penggambaran karakter yang kompleks dan jalan cerita yang berliku membuat novel ini lumayan berkesan terutama tokoh Liyana.

Lady Liyana, primadona baru kekaisaran Herian. Gadis yang biasanya diabaikan tiba-tiba mekar dan mengunci mata semua orang. Ia cantik, anggun, cerdas dan rendah hati. Orang-orang membicarakan kisahnya dengan lagu dan dongeng. Wanita yang hampir sempurna, bangkit dari abu lalu terbang layaknya burung phoenix. Dengan perasaan yang tulus, ia menikahi Duke yang terkenal dengan julukan monster, laki-laki yang membantai keluarganya sendiri untuk sampai di kedudukannya saat ini.

Namun semua fatamorgana ini hancur begitu Duke kembali dengan membawa serta Erina sang tokoh utama. Ternyata kisah yang selama ini mereka elu-elukan hanyalah ilusi yang diciptakan oleh Duchess muda yang nyatanya adalah seorang penipu dan munafik. Ia yang tidak segan-segan menjatuhkan orang lain untuk memanjat hierarki.

Kisah yang bagus, namun ini TIDAK BERARTI IA INGIN BERPARTISIPASI DI DALAMNYA!!!

Jam terus berdetik, dentumannya terdengar keras dalam pendengaran Lilian seakan jam itu berseru mengejeknya.

Lilian merutuk dalam benaknya. Tahukah kalian butuh ketekunan dan disiplin untuk menjadi penjahat? Sistem manapun! Sepertinya kalian merekrut orang yang salah!!

-----

Lullaby of the MoonWhere stories live. Discover now