Part 16 : Sepenuh Bakti

30 7 25
                                    

"Astaghfirullah! Nenek?"

Zulfan sempat terheran-heran saat tiba di rumah tidak menemukan sosok nenek yang biasanya selalu menyambutnya itu. Namun, ketika memasuki kamar sang nenek, seketika ia tersentak mendapati wanita tua tersebut tengah tersungkur di atas sajadahnya dengan masih mengenakan mukena.

Zulfan segera memapah tubuh renta itu dan memindahkannya ke pembaringan. Ia dudukkan tubuh wanita tua itu di atas ranjang dengan bersandarkan bantal. Sang nenek tampak mengerang menahan rasa sakit di salah satu sisi perutnya, tepat di atas sebelah pinggangnya.

"Besok aku akan bawa Nenek ke rumah sakit. Sudah saatnya Nenek cuci darah lagi," ucap Zulfan yang kemudian berlalu menuju dapur dan kembali membawa segelas air hangat untuk neneknya.

"Ini, Nek. Diminum dulu." Zulfan mendekatkan ujung gelas itu ke mulut neneknya.

"Terima kasih, Zulfan. Kamu memang cucuku yang baik," puji Aminah--nenek Zulfan atas sepenuhnya bakti yang dipersembahkan cucunya.

"Maafin Zulfan, ya, Nek. Hari ini Zulfan pulang terlambat," ucap Zulfan.

Setelah memastikan gadis itu tiba di rumahnya dengan aman dan selamat, perjalanan pulang Zulfan ke rumah neneknya diiringi kumandang adzan. Ia pun memutuskan untuk mampir sejenak di masjid yang ia lewati guna menunaikan shalat Maghrib berjama'ah.

"Iya. Tak apa. Nenek percaya, keterlambatanmu bukan karena sesuatu hal yang salah," balas Aminah. Seketika ia teringat dengan pesanan jahitan yang sore tadi diantarkan seorang gadis ke rumahnya. Ia pun meminta tolong pada cucunya untuk membawa pesanan yang masih terbungkus rapi itu di ruang tamu.

"Ini Nenek jahitkan kemeja untukmu. Semoga kamu suka." Aminah membuka bungkusan tersebut yang ternyata isinya adalah sebuah kemeja koko berwarna hijau army sebagai hadiah untuk cucunya.

Zulfan menerima kemeja itu dengan senang hati. "Terima kasih, Nek. Ini bagus  sekali."

"Nenek menjahitnya di penjahit langganan nenek. Jahitannya memang bagus dan rapi. Dia juga teman karib bundamu waktu sekolah dulu," terang Aminah.

"Oh, jadi kemeja ini sahabat bunda yang jahitkan?"

Aminah mengangguk seraya tersenyum.
"Tadi sore putrinya yang mengantarkan pesanan nenek. Dia sangat cantik, juga sopan. Sepertinya dia seumuran denganmu. Nama gadis itu ... astaghfirullah! Kok nenek lupa, ya. Padahal tadi nenek sempat tanya siapa namanya," ucapnya kemudian.

Zulfan terpaku. Benaknya seketika menduga-duga. Mungkinkah yang dimaksud neneknya adalah gadis yang ia temui di persimpangan jalan sore itu?

****

Waktu menunjukkan pukul 20.30. Zahara segera merapikan buku-buku pelajaran yang terhampar di hadapannya. Meski esok hari Sabtu dan SMU Pertiwi termasuk yang memberlakukan sistem full day school, di mana Senin-Jum'at para siswa pulang sore hari dan Sabtu-Minggu libur, bukan alasan bagi Zahara untuk tidak belajar.

Suara mesin jahit di ruangan tengah masih terdengar. Akhir-akhir ini, Bu Uswa memang sering lembur guna menyelesaikan orderan jahitan dari pelanggan. Hasil jahitan Bu Uswa yang terkenal rapi dan bagus, membuatnya seringkali kebanjiran orderan. Terlebih pekerjaannya yang sempat tertunda karena harus mengurusi putrinya selama dirawat di rumah sakit, membuatnya harus bekerja lebih merasa untuk menyelesaikan pesanan pelanggan.

Di satu sisi, Zahara mensyukuri semua itu sebagai suatu bentuk kemudahan jalan rejeki dari Allah. Namun di sisi lain, Zahara tak sampai hati melihat ibunya harus terjaga hingga larut malam demi menyelesaikan pekerjaannya tepat waktu agar tidak mengecewakan para pelanggan.

Sebagai single parent, Bu Uswa harus menjalani peran ganda. Sebagai seorang ibu, ia memposisikan diri menjadi madrasatul ula bagi putrinya. Sebagai kepala keluarga, ialah yang mencari nafkah sepenuhnya. Sejak pagi hingga menjelang sore, ia bekerja sebagai penjahit di sebuah rumah produksi untuk butik busana muslim. Sepulang bekerja hingga Isya tiba, ia khususkan untuk kebersamaan dengan putri semata wayangnya. Dari mulai makan bersama hingga shalat berjama'ah dan tilawah bersama. Tak lupa di sela kebersamaannya itu, disisipkannya pula nasihat-nasihat nan berharga untuk putrinya. Ia tak ingin kesibukannya bekerja melalaikan peran utamanya sebagai seorang bunda. Selepas Isya, barulah ia akan menggarap orderan jahitan dari para pelanggan setianya, seringkali hingga larut malam.

Muhasabah Putih Abu (Terbit ✔)Where stories live. Discover now