22. Masa-masa di penjara

16 4 0
                                    

~Dijalani sebelum diresapi. Disyukuri sebelum dijatuhi. Dinikmati sebelum diperdayai. Itulah upaya untuk menerima kenyataan ini~

                                 ♤♤♤

Terlanjur tumbang melihat orang yang disayangi jatuh dalam lembah fitnah. Terlanjur anggun jejak kebenaran merayap pada orang yang salah. Ungkapan perasaan Ningrum setelah beberapa saat tak menikmati dunia. Seorang Ibu mana yang sanggup melihat anak semata wayangnya menjalani hari-harinya di penjara tanpa keadilan. Hari-hari ia selalu memikirkan keadaan Imaz. Apa yang dia makan? Apa dia nyaman? Bagaimana teman-temannya? Ia terpuruk dalam tangisannya.

"Bu, ayo makan. Biar ibu cepat sembuh." Bujuk Ning Fiyyah mengunjungi Ningrum pagi-pagi sekali bersama kakak-kakaknya. Tak lupa juga membawa Gus Farhan sebagai pawang mereka. Ia berusaha menyuapi Ningrum. Jawabannya hanya menangis sambil berkali-kali memanggil nama Imaz.

"Kalau Ibu tidak makan, Imaz juga pasti tidak mau makan." Dengan sepenuh hati kesabaran Ning Fiyyah membujuk. Dia tetap sama enggan makan sebelum menemui Imaz.

"Nanti setelah makan, kita pasti mengajak Ibu mengunjungi Imaz. Tapi sekarang harus makan ya?"

"Benarkah kau akan membawaku menemui anakku?" Mata Ningrum berbinar-binar.

"Iya bu. Fiyyah janji. Asal Ibu mau makan. Aku suapi ya?"

Ningrum akhirnya menuruti bujukannya. Perlahan-lahan ia menerima suapannya. Hanya beberapa suapan tiba-tiba ia menggelengkan kepala.

"Sudah bu?"

"Aku sudah kenyang."

"Tapi bu, ini masih banyak. Ibu harus menghabiskan makanannya supaya cepat sembuh dan kita semua akan sesering mungkin menjenguk Imaz."

Ningrum berfikir. Mulutnya masih mengunyah sisa makanannya.

"Lagi ya bu, sampai habis."

Ningrum menganggukkan kepala. Akhirnya bujukan Ning Fiyyah tak sia-sia. Suapan demi suapan ia terima sampai habis.

"Minum obat ya bu." Kali ini, Ning Fiyyah menyuruhnya minum obat. Ningrum menerima obat dan langsung menelan kapsulnya. Kemudian dinetralisir dengan menenggak air putih sampai habis.

"Ayo kita ke kantor polisi." Ningrum mengajak tidak sabaran.

"Tapi bu, waktunya ibu istirahat sebentar. Nanti ibu kecapekan."

"Benar bu yang dikatakan Fiyyah." Sahut Ning dija ikut membujuk.

"Baiklah. Tapi janji ya, setelah bangun langsung ajak aku ke kantor polisi."

Ning Fiyyah menjawabnya dengan anggukan kepala tetapi tidak mengatakan janji. Ia hanya khawatir jika Ningrum membela Imaz, keadaan akan semakin rumit. Namanya seorang ibu pasti gigih membela anaknya. Meskipun anaknya bersalah. Apalagi jika anaknya tidak bersalah.

Ningrum membenahi tempat tidurnya. Lambat laun, memejamkan matanya. Dan akhirnya ia terlelap karena efek obatnya.

"Fiyyah, apa rencanamu selanjutnya?" Tanya Ning Dija kemudian.

"Aku tidak tahu Mbak. Kunci utamanya memohon pada Robet agar mencabut gugatannya."

"Bagaimana kita bisa menghubunginya kalau dia saja tidak datang di pengadilan? Kau harus tau, dia tidak peduli pada istrinya sendiri."

"Aku akan mencari Robet sampai ke ujung dunia demi sahabatku, Imaz."

"Fiyyah, kau melakukan ini bukan karena ada hal lain kan?" Ning Dija memegang lembut bahu Ning Fiyyah memberi pengertian.

Finding My LoveWhere stories live. Discover now