24. Kedatangan Tamu

13 4 0
                                    

~Bertambahnya kawan menghapus lawan. Bertambahnya doa menyimpan pahala. Bagaimana dengan kehilangan cinta menyambut benci?~

                                  ***
Empat tahun sudah ia lalui tanpa merasa beban. Sebagai terdakwa kasus pembunuhan Romo Kiyai tak memungkiri ia tetap ziarah ke makam beliau.

Bersama dengan Jesselyn, Imaz sengaja mengajak ke pesantren untuk memberikannya tempat tinggal. Tampilan Jesselyn lebih tertutup dibanding saat di penjara. Itu semua berkat Imaz yang membimbingnya pelan-pelan ke jalan yang lebih terang. Dibilang susah, iya. Karena Jesselyn belum terbiasa memakai hijab dengan dress panjang.

Saat bebas dari penjara kurang dua tahun lagi, Imaz berkali-kali meminta Ningrum berkunjung untuk membawakan semua pakaiannya yang masih ada di pesantren. Tapi yang dibawa bukan hanya pakaian Imaz bahkan kesembilan putri Romo Kiyai menyisihkan pakaiannya untuk mereka berdua. Namanya pakaian seorang Ning pasti mewah. Imaz merasa sungkan tapi Ning Fiyyah berusaha membuat Imaz merasa nyaman.

"Ini...sekitar lima puluh lebih pakaian." Kata Ning Fiyyah menyodorkan tas kopernya mengunjungi Imaz dan Jesselyn yang waktu itu rambutnya masih tergerai bersemir keemasan.

"Ya Allah Ning, aku merepotkanmu."

"Tidaklah. Kami sudah menganggapmu seperti keluarga sendiri."

Jesselyn lebih banyak diam. Ia pernah mengatakan sebelum Ning Fiyyah datang mengunjungi dan Imaz bermaksud mengajaknya karena ingin memperkenalkannya, ia sungkan bertemu dengan orang yang memiliki pesantren. Imaz juga Membanggakannya karena selama ini dia sanggup menemaninya dengan cara yang konyol.

"Ya Ning, ini Jesselyn. Teman akrabku saat di penjara." Imaz tersenyum pada Jesselyn. Ia menunduk tersenyum sungkan.

"Senag bertemu denganmu." Ning Fiyyah menyapanya.

"Senang juga Ning."

"Boleh tau, kau terlibat kasus apa?"

"Kasus narkoba."

"Berapa tahun di penjara?"

"Tiga bulan berkali-kali."

Ning Fiyyah tak maksud apa yang Jesselyn katakan. Maka, Imaz menjelaskan jika Jesselyn itu pecandu narkoba. Dia mengonsumsi obat terlarang bukan semata-mata karena untuk mengobati stressnya tapi karena memang segan mengonsumsinya. Apalagi, dia tetap mengonsumsi demi bisa menemaninya di penjara.

"Jesselyn, kami sangat berterima kasih padamu. Kami akan memberikan apa saja yang kau mau. Asal, kau mau menjaga sahabatku." Ning Fiyyah jadi terharu mendengarkan ceritanya.

"Kalian memang cocok sekali ya."

Ning Fiyyah dan Imaz sama-sama tersenyum pada Jesselyn.

"Sama-sama baper." Kata Jesselyn kemudian tertawa terbahak-bahak. Raut muka Ning Fiyyah seperti tidak suka melihat tingkah laku Jesselyn. Imaz langsung menyikut lengan Jesselyn untuk memperingatinya agar lebih menjaga image ketika di hadapan Ning Fiyyah. Sebab ia tahu persis Ning Fiyyah tidak suka orang yang bertingkah pecicilan.

Jesselyn segera diam dan mengucapkan maaf dengan menundukkan kepala di hadapan Ning Fiyyah.

"Aku yang minta maaf belum bisa menerima tingkahmu." Ning Fiyyah lebih memilih mengalah karena merasa tak enak jika orang lain bersikap hormat padanya.  Ia bukan dewa ataupun raja. Ia hanya manusia yang sama tak luput dari lupa dan dosa.

"Ning, kau datang sendirian?" Imaz mengalihkan topik pembicaraan.

"Iya."

"Kenapa Ibu tidak ikut?"

Finding My LoveWhere stories live. Discover now