[Ekstra Part] Kekuatan Diri

183 49 1
                                    

Setelah kejadian kemarin, gue jadi luntang-lantung buat mencari cara agar bisa pulang ke sana. Iya, ke atas sana, tempat yang seharusnya gue tempati.

***

"Bang, gue pinjem motor."

Fiki nggak mau basa-basi dan menyambar kunci milik Kak Farhan di meja, si pemilik aja belum mengiyakan dan refleks cengo kayak kena mental.

"Itu ngerampas namanya," sindirnya lalu mengambil alih kunci di tangan Fiki. Kak Farhan melirik Fiki dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Mau ke mana lo?"

"Ada urusan," kata Fiki singkat. Dia balik ambil kunci motor dari Kak Farhan. "Siniin ah, buru-buru!"

Melihat Kak Farhan dan Fiki meributkan hal ini bikin gue seneng sekaligus sedih. Akhirnya gue bisa lihat tingkah lucu mereka lagi, sedihnya ... gue nggak bisa ikut ke dalam euforianya mereka. Nggak apa-apa, setidaknya gue bersyukur kalau ternyata mereka masih bisa senyum bahagia gini, saling guyonan bareng.

"Mau ke mana gue tanya, bayiii? Ngapel? Emang punya gebetan?"

Fiki merengek dan ikut duduk di samping Kak Farhan dengan wajah cemberut. "Ih, siniin! Pinjeeem!"

Nggak semudah itu Kak Farhan kasih kuncinya, dia simpen di belakang punggung sambil terus ngejek Fiki. "Jawab dulu, mau ke mana?"

Fiki diem dan nunduk. Perasaan gue tiba-tiba nggak enak, jangan-jangan ....

"Mau ke makamnya Mora."

Tuhkan, udah diduga Fiki terlalu jujur.

Nggak lama setelah itu, Kak Farhan tarik tangannya Fiki dan meletakkan kunci motor yang dia sembunyiin di balik punggung. "Ya udah, ati-ati bawa motornya."

"Lo nggak ikut, Bang?"

Kak Farhan menggeleng ragu. "Titip do'a buat Mora aja, ya. Gue masih susun lirik lagu juga nih, udah beberapa bulan terbengkalai sejak syuting waktu itu."

"Oke, gue pamit ya!"

"Ati-ati, Fik!"

"IYAAA!"

***

Sebelumnya ....

Gue bingung harus gimana lagi biar bisa balik ke tempat yang seharusnya. Minta tolong ke siapa? Tapi apa alasannya sampai-sampai gue harus terjebak di dunia kayak gini? Ini membingungkan. Kalau bisa mati dua kali, gue udah mati lagi hari ini saking stresnya mikirin hal berat.

"Heh, setan!"

Nggak ada angin dan nggak ada hujan, Mohan udah melayang di samping gue dan mengambil tempat duduk di bangku yang gue tempati. "Ngagetin lo! Lagian gue punya nama, Han!"

"Weh, sokap lo sok asik banget sama gue?" kelakarnya sambil menyenggol pundak gue lantas terkekeh. "It's okay! Itu nggak penting! Sekarang gue udah anggep lo sebagai temen gue!"

"Han, lo tau gimana caranya agar kita bisa balik ke atas sana?"

Raut wajah Mohan terlihat murung, auranya berwarna abu-abu ... buram, entahlah. Mungkin setelah denger pertanyaan retorik dari gue itulah yang menyebabkan dia nggak bisa berkata-kata. Gue yang sedikit-banyak paham langsung kicep, duh ... setan juga punya perasaan, 'kan?

"Selesaikan masalah yang belum selesai di dunia."

Gue menoleh semangat tepat ke wajah Mohan. "Gimana caranya?"

Fix! UN1TY Nyebelin! 2 [SELESAI]Where stories live. Discover now