enam

806 65 1
                                    

Anak paling akhir menjadi penengah dikala perang dingin terjadi. Itu benar. Tapi untuk saat ini bisa dikatakan baik-baik saja. Bundanya sedang memasak, Ayahnya pergi ke luar kota karena urusan pekerjaan. Mark dan Jeno... mereka masih diem-dieman.

"Jen, lo sama kak Mark kenapa deh? Gue perhatiin diem-dieman kaya kambing eek." Jaemin berkata, tanpa melepaskan pandangannya dari nintendo miliknya.

Jeno yang keadaannya sama sepertinya hanya menjawab apa adanya, tidak ada apa-apa katanya.

Jaemin berbalik dan menindih setengah badan Jeno. Menatap mata sipit milik kakak keduanya. "Boong lo. Boong dosa tau," cercanya.

Jeno sama sekali tidak risih dengan kelakuan Jaemin. Karena ya, anak itu memang seperti itu.

"Engga. Gue gigit idung lo nih. Sana ah, susah tangan gue mainin ini." Jeno merenggut sambil menjunjung tinggi nintendonya. Berharap Jaemin mengerti kalau dia sedang ingin main game.

"Gigit aja ga takut gue. Ih jawab dulu kenapa? Gue penasaran," todong Jaemin keras kepala.

Tiba-tiba Jeno membangunkan tubuhnya untuk mengigit hidung Jaemin kemudian merebahkan kembali tubuhnya. Tak lama, suara ringisan kecil terdengar.

"Sakit bego. Bau jigong lagi ewh." Dengan wajah menyebalkan Jaemin mendudukan tubuhnya di samping Jeno seraya mengusap-usap hidungnya yang memerah.

Memang kakaknya yang ini benar-benar melakukan apa katanya.

"Mana ada. Pulang sekolah gue langsung sikat gigi. Gue gigit bibir lo juga nih," balasnya dengan ancaman.

Jaemin merinding. Kakaknya benar-benar.

"IH ANJIING JAUH-JAUH KANIBAL DARI GUE-"

Keduanya terdiam mendengar teriakan sang Bunda dari bawah. Nyaring hingga penjuru rumah. Membuat ucapan Jaemin terputus.

"TURUN NAK MAKAN DULU."

Keduanya saling tatap dan Jeno kembali melanjutkan aktivitasnya. Seolah yang baru saja adalah angin lewat.

Jaemin menepuk paha Jeno keras. Membuat sang empu meringis kesakitan. "Sakit anjing. Sshhh..."

"Lebay. Gue gigit idung lo biar sama kaya gue." Hendak memajukan bibir menggigit hidung bangir Jeno, namun kepalanya ditahan oleh Jeno.

"Ckckck, anak banteng dendam banget."

"Lepas anjing jidat gue merah."

Tak lama tangannya turun dan melepaskan adiknya. "Ambilin makan ke sini dong. Gausah makan di bawah. Di kamar aja."

"Ih ogah. Bye gue mau makan." Jaemin beranjak turun dari kasur, namun lagi-lagi dirinya ditahan oleh sang kakak dengan kedua kakinya melingkar di pinggangnya. Menahannya agar tidak pergi.

"Gue tusuk pake peniti kaki lo ya," sambungnya muak. Kakaknya ini benar-benar...

"Makanya nurut sekali aja Na. Gue lagi males makan di bawah."

Kalau sudah dipanggil Na ya mau bagaimana lagi?

"Yaudah awas lo nya. Gue mau turun."

Woah, kirain bakalan ekstra membujuk Jaemin, ternyata tidak. Baguslah.

Jeno menyingkir darinya dan membiarnya adiknya itu pergi. Berharap membawa apa yang dia minta.

Ya, semoga terjadi.

A.n :

Hallo maaf sudah menunggu lama 😁 semoga suka part kali ini ya. Walaupun masih belum greget hehe. Thank u bestie 🥰

We Young (nominmark)Where stories live. Discover now