1- Intinya Sabar

59 18 44
                                    

Bagiku, kamu seperti cakrawala yang melarikan diri

Bahkan bersamamu di depanku

Aku merindukanmu, telan aku seperti ombak

Apa yang harus dilakukan?

-Dive Into You

***

"Bayar hutang kalian sekarang!"

Tubuh Serena langsung ditarik ke belakang punggung tegap Abangnya. Remasan tangannya menguat, membuat kaos warna biru milik Abangnya itu menjadi sedikit kusut.

"Jangan hutang kalian, kalau gak bisa bayar!"

"Uangnya belum ada, saya janji kalau uangnya ada pasti saya bayar ...." Itu suara Mama Serena yang terdengar meminta belas kasihan. Hati Serena seperti remuk rasanya.

"Anjing! Sudah berapa kali kalian menunda-nunda hah?! Salahkan suamimu yang mati itu!" Depkolektor itu semakin meninggikan suaranya.

Bugh

Pukulan keras itu membuat Depkolektor itu terhuyung. Balin tidak kuasa menahan amarahnya.

"Jangan pernah salahkan almarhum Ayah saya!" Balin berteriak keras. Serena hanya mampu terdiam melihat suasana di rumah itu yang semakin keruh.

Ini tidak terjadi sekali, tetapi sudah berulang kali. Dan berulang kali juga, mereka masih tidak mampu membayar, dan berakhir dengan baku hantam antara Bang Balin dan Depkolektor sangar tersebut. Serena lelah. Hidup dengan terlilit hutang itu akan selalu menjadi bayang-bayang. Ayahnya telah berpulang hampir dua bulan yang lalu, beliau meninggalkan banyak hutang sebanyak puluhan juta. Dan sekarang dirinya, Abangnya Balin, dan Mamanya yang harus menanggung semuanya.

"Kalian tuli?! Mama saya bilang pasti bayar!"

Bugh

Giliran Balin yang terhuyung. Pukulannya dibalas lebih keras dari pukulan lelaki itu sebelumnya.

"Abang!" Serena mendekati Balin, terduduk di sisi Abangnya yang masih menatap nyalang seorang pria yang berpenampilan mirip dengan preman pasar.

"Berani kamu memukul saya?! Ini salah keluarga kalian yang berhutang, bukan kami para penagih!"

"Maafkan kami Pak, beri kami waktu lagi ... saya mohon ...." Mama Serena telah memposisikan dirinya untuk berlutut. Air mata wanita itu sudah mengalir cukup deras. Para Depkolektor itu menghela napas dengan kasar.

"Cukup!"

Seorang pria tinggi tiba-tiba muncul dari arah belakang, mengalihkan semua atensi semua orang.

Pria itu kemudian maju dan berhenti tepat satu meter di depan Balin.

"Sebaiknya kita pergi, sudah cukup lama membuang-buang waktu dan tenaga di tempat orang miskin seperti mereka." Sarkas. Satu kata itu cukup untuk mengambarkan ucapan pria itu.

Matanya menelisik pada ketiga orang pemilik rumah, dan berhenti pada gadis muda yang bersembunyi di balik punggung kakaknya.

"Saya beri kalian waktu lagi, jika kalian telat, kalian harus menerima konsekuensi apapun yang saya berikan," ucap pria itu dengan nada tenang. Kemudian tersenyum smirk di balik masker yang menutupi mulutnya.

Serena merasa tangannya di genggam kuat oleh Abangnya.

"Terima kasih tuan, terima kasih ...." Senyum Mama Serena langsung terbit. Hatinya terasa lega saat orang-orang menyeramkan itu melangkah pergi meninggalkan rumahnya.

TSUNDERE [Break]Where stories live. Discover now