🕋◇ Episode 9 ◇🕌

11.8K 1.3K 79
                                    

Happy Reading Gaes (!)
_________________________
_______________________________

• ○ ● ■ ◇□◇ ■ ● ○ •

Interior kamar 5x5 m² itu tidak jauh beda dengan bangunan rumah lainnya, sebagian terbuat dari kayu. Pembedanya hanyalah empat rak buku yang terletak leter L di pojokan kamar. Penuh dengan buku-buku berbahasa Arab tentang agama.

Kyai Ilyas duduk di sebelah rak buku samping jendela kamar, menghadap jauh ke luar rumah. Di sana terbentang persawahan luas milik penduduk setempat yang mulai menguning butir padinya. Pandangan sang kyai kosong, di tangannya ada bingkai foto 3R yang terdapat foto istri tercintanya. Entah apa yang sedang dipikirkan sang kyai setelah perkataan putra satu-satunya di acara jamuan makan malam yang berakhir kacau tadi. Setelah putranya mempermalukan keluarga Kyai Shihrazy, Kyai Ilyas juga tidak punya muka di depan calon besannya.

Ah, hubungan calon besan itu juga sepertinya putus begitu saja. Apa yang akan Kyai Ilyas katakan pada Ning Fatiyah? Keluarga Mangkoe Madha punya kesempatan untuk bersatu dan menjalin hubungan yang baik lagi, tapi Gus Yasin menghancurkan satu-satunya benang penghubung itu. Tidakkah sang kyai juga melihat guratan kesedihan Najwa? Betapa kecewanya gadis muda itu.

Iris mata hijau milik Gus Ozy menangkap sosok Kyai Ilyas setelah mengedarkan pandangannya ke dalam kamar. Ragu-ragu sekali kakinya hendak melangkah mendekat kepada kakak iparnya itu. Gus Ozy juga tidak tahu harus berkata apa agar sang kyai merasa terhibur. Bagaimanalah hati Kyai Ilyas mampu terhibur setelah melihat tingkah kurang ajar yang ditunjukkan putra semata wayangnya. Rasa bersalah itu terlihat dari tangannya yang memegang foto mendiang kakak yang juga sangat dicintai Gus Ozy.

"Kang ...."

Lirih sekali Gus Ozy berusaha memanggil nama Kyai Ilyas agar berhenti menatap bayangan hitam persawahan di luar jendela sana.

"Gus Ozy ndak perlu mengatakan apapun untuk menghibur saya. Saya sangat paham, Gus Ozy paling tidak mampu melihat orang lain sedih. Saya sangat menghargai niat baik itu. Tapi Gus, kesedihan itu sungguh bukan karena hal sepele. Gus Ozy tidak akan paham apa yang sedang saya alami sekarang. Saya harap Gus Ozy mengerti kalau saya ingin sendirian dulu."

Tanpa mengalihkan pandangan, Kyai Ilyas menjawab sebelum Gus Ozy sempat menyentuh pundaknya. Suasananya menjadi amat canggung kembali.

"Saya sangat mengerti, Kang. Apa yang sedang Kang Ilyas alami adalah hal yang sangat buruk. Saya hanya ingin mengatakan, jangan larut dalam kesedihan, Kang. Coba Kang Ilyas bicara lagi kepada Yasin, bahwa perjodohan ini tidak hanya untuk dirinya tapi juga keluarga kita."

"Andai Yasin semudah itu untuk dibujuk. Saya juga sedih melihat kenyataan Yasin harus tumbuh tanpa sosok seorang ibu. Mungkin itu yang menyebabkan egonya semakin tinggi. Saya harus terus meminta maaf pada Ning Ayla karena gagal mendidik Yasin."

"Kang Ilyas tidak gagal. Sama sekali tidak, Kang. Yasin hanya keras kepala. Perlu sedikit dilunakkan agar mengerti. Almarhumah Kakaku Ayla pasti bahagia jika melihat Yasin sudah tumbuh sebesar itu menjadi lelaki yang cerdas dan berpendidikan. Kang Ilyas ... ingat, kita semua tidak mampu menentang takdir Allah. Yasin sudah digariskan lahir tanpa ibu. Satu pun dari kita tidak ada yang dapat mengubah itu, bukan hanya Kang Ilyas dan Yasin yang kehilangan, kami juga merasa sangat kehilangan Kak Ayla. Coba Kang Ilyas tela'ah lagi, ingat lagi. Laa Yukallifullahu Nafsan Illa Wus'a Haa, Allah tidak akan menguji hamba-Nya melebihi batas kemampuan. Allah sedang menguji Kang Ilyas dengan Yasin. Kang Ilyas harus berusaha sabar."

"Syukron Jaziilan, Gus."

"Afwan (sama-sama: Bahasa Arab). Saya keluar dulu, Kang."

𝐌𝐮𝐧𝐚𝐣𝐚𝐭 ✔Where stories live. Discover now