Part 1

12 2 0
                                    

Nama Assavina Vaeschita Aurora terletak di nomor tiga dalam kertas pengumuman yang tertempel di Mading. Ia hanya menatap namanya yang tertulis di sana dengan tak minat.

Lagi! Ia di tempatkan di suatu kelas yang bak seperti neraka. Hanya ambisi, obsesi, dan keegoisan terletak di sana. Tak ada yang bisa di anggap sebagai teman, karena mereka hanya menganggapnya sebagai saingan mereka. Mendapatkan paralel ke-tiga bukan termasuk rencananya sewaktu ia kelas sepuluh. Salahkan saja otaknya yang encer, bagaimana ia dengan cepat menyelesaikan soal-soal dengan cepat dan benar. Walaupun waktu itu ia sengaja mengerjakan soal dengan asal-asalan supaya ia tak berurusan lagi dengan anak-anak ambisius seperti mereka.

Vaeschita menghela napas berat, ternyata tahun ini ia masih belum bisa bersantai menikmati masa remajanya sebagai anak SMA yang sewajarnya.

"Udahlah, yang penting lu satu kelas sama mas pacar, aes," ucap Maudy Mahespati dengan sedikit berbisik, takut jika orang di sekitarnya mendengar pembicaraannya.

Vaeschita sedikit tersenyum mendengar bisikan yang merupakan teman satu-satunya di SMA Tringgala. Benar! mendengar sedikit tentang dia rasanya suasana hati Vaeschita sedikit membaik.

"Tapi percuma juga kalo punya pacar yang ga berguna kayak dia, Dy," ucap Aeschita dengan kesal.

 Rafa Afgansyah adalah murid yang mendapatkan paralel pertama sekaligus kekasih Aeschita Assavina Aurora. Menurut Aeschita, Rafa adalah kekasih yang tak berguna, Bagaimana tidak? Rafa tak pernah memiliki waktu untuk Aeschita, ia hanya sibuk berorganisasi dan sibuk mati- matian untuk mendapatkan peringkat pertama. Bukannya senang mendapat kekasih yang ambisius, justru Aeschita sangat kesal dengan sang kekasihnya itu. Karena dia sibuk dengan dunia nya sendiri membuat Aeschita tidak bisa menghabiskan waktu dengan sang kekasih. Ditambah lagi dengan status mereka yang tidak boleh orang tahu alias backstreet. 

"Makanya cari cowok lagi, jangan bertahan sama orang yang gabisa diajak nge date apalagi ngga pernah rasain malmingan," ucap Maudy dengan meledek.

"Diem lo! yang namanya cinta mau dipaksa lepas gabakalan bisa," ucap Aeschita walaupun di dalam hatinya membenarkan ucapan sahabat nya ini. Apalagi  di masa remaja nya ini, ia menginginkan masa remaja yang indah tanpa memikirkan belajar sampai berlarut- larut seperti yang dilakukan sang kekasih. Walaupun otak Aeschita juga encer seperti kekasihnya, tetapi ia tidak terlalu berambisi untuk hal itu. 

Bukan hanya Rafa yang berambisi untuk jadi yang pertama, tetapi teman- temannya yang mendapatkan paralel 1-20 akan berambisi juga. Apalagi sistem sekolah yang membuat program seperti itu. Kelas Smart 

________________

Huft!

Vaeschita yang masih berdiri di depan pintu hanya bisa menghela napas panjang. Pertama kali masuk sekolah ia sudah di suguhkan penampakan siswa-siswi dengan buku tebal dan pensil yang ia coret-coret di buku masing-masing menandakan bahwa mereka sedang berlatih mengerjakan soal-soal. Dann ada juga yang sedang membaca materi-materi yang akan dipelajari tahun yang akan mendatang.

Gila, batin Vaeschita.

Kemudian ia berjalan memasuki kelasnya yang akan ia tempati satu tahun mendatang.

Ia sengaja mencari tempat duduk nomor dua dari belakang, supaya ia dengan leluasa tidur di saat pelajaran. Ia sangat bersyukur karena SMA Tringgala selalu menyediakan tempat duduk sendiri-sendiri. Jadi, ia tak perlu memikirkan orang-orang di sekitarnya.

Seorang cewek maju ke depan dengan membawa selembar kertas yang tertuliskan nama-nama siswa yang akan satu kelas dengannya.

Renata Fahrisya siswi yang telah mendapatkan paralel ke-dua dari ribuan siswa. Cewek yang hampir semua guru sangat mempercainya. Dengan satu kata pun bahkan mereka sudah percaya sepenuhnya. Beda hal nya dengan Vaeschita yang sangat membencinya. Setahun satu kelas dengannya membuat Vaeschita sangat tahu bagaimana sifat asli Renata.

"Pasti mau caper nih," ucap Vaeschita.

"Assalamualaikum wr.wb, oke di sini gua enggak mau basa-basi. Jadi, wali kelas kita di kelas sebelas ini Bu Rini tapi beliau belum bisa masuk ke kelas ini karena beliau ada urusan. Makanya ia nyuruh gua buat struktur kelas. Nah, dari tadi udah gua pikirin siapa yang bakal jadi ketua kelas kita. Jadi, kita enggak usah pakai voting segala soalnya waktu kita juga ngga banyak," ucap Renata panjang lebar.

Satu kelas pun terdiam, mereka sudah tahu tabiat Renata. Menurutnya voting tidak penting karena apa yang Renata pilih pasti itu terbaik. Iya terbaik buat Renata saja.

"Jadi, ketua kelas tahun ini Rafa Afgansyah dan wakil nya gua. Sekertaris Dela sama Aes.."

Mendengar namanya disebut, Vaeschita segera mencopot headset yang tertempel di kedua kupingnya dan langsung mendongakkan kepalanya menatap Renata. Rencana apalagi yang sedang dijalankan oleh Renata, ia sangat tahu betul. Orang-orang yang ia masukkan ke dalam bagian terpenting adalah salah satu orang yang akan ia tindas dengan tipu muslihatnya. Dan... apa tadi? Rafa? Kekasih Vaeschita? dijadikan ketua kelas? sungguh! cewek sialan ini sedang mencari masalah dengannya.

"Siapa yang nyuruh lu jadiin gua sekertaris?" tanya Vaeschita.

Renata hanya menatap datar.

"Lu tau kan? dari awal kelas sepuluh keputusan gua selalu jadi yang terbaik. Walaupun lu mau protes juga enggak ada gunanya, aes." Vaeschita menatap Renata dengan penuh kebencian. Keegoisan Renata sungguh menyebalkan, ia rela menjadikan semua budaknya demi bisa menjadi yang terbaik di SMA Tringgala. Dan sialnya lagi, tak ada orang satupun yang berani menentang keputusan Renata Fahrisya.

Belum sempat membalas ucapan Renata, mereka sudah dialihkan dengan suara di depan pintu. Di sana terdapat tiga cowok dengan penampilan bak seperti preman sekolah.

"Woy!! Diem-diem bae... Ini sekolah bro bukan kuburan," ucap cowok berambut hitam, baju sedikit keluar, kedua tangannya seperti menantang seseorang.

Krik.... Krik... Krik...
Satu kelas hanya menatap datar. Tak ada yang takut atau tertawa pun tidak. Ada yang menatapnya bingung, ada juga yang mengabaikannya.

Tak terkecuali Vaeschita yang sedang kebingungan dengan kehadiran tiga cowok yang sedang berada di depan pintu kelas. Otaknya yang sudah penuh dengan pertanyaan-pertanyaan mengapa mereka sekarang ada di sini? Bukankah kelas ini hanya untuk orang-orang berprestasi dan nilai-nilai yang bagus?

Lamunannya seketika buyar ketika mendengar suara Renata yang menyuruh mereka bertiga untuk masuk ke kelasnya.

Lah, serius? Ini kepala sekolahnya tidak salah memasukkan preman seperti mereka di kelas terbaik?

Vaeschita menatap mereka ketika mereka beranjak memasuki kelas. Sungguh! ia sangat penasaran dengan mereka yang dengan mudahnya bisa masuk kelas favorit.

"Gilaa! serius kita masuk kelas ini, Van?" tanya salah satu cowok.

"Nyesel gua waktu kelas sepuluh nyuri jawaban PAS, sekarang nilai kita beneran bagus, eh masuk neraka," ucap satu temannya lagi.

"Udahlah, gua juga gak mau di sini. Lu tau kan dari kejujuran kita tadi ke Bu Rini, beliau jadi semangat buat kita masuk kelas ini."

Mendengar mereka berceloteh, Vaeschita sekarang mulai memahaminya. Yah... walaupun ia sangat tidak menyukai cowok seperti mereka.

"Ngapa lu liatin gua mulu?" Vaeschita tersadar dengan lamunannya. Ia sampai tak sadar telah menatap cowok itu sangat lama.

"Si-siapa yang liatin lu?" tanya Vaeschita sedikit takut.

"Gua tau kali, dari awal gua masuk lu udah liatin gua mulu," jawab cowok itu dengan senyum miringnya. Seolah-olah ia tak percaya dengan bualan cewek di depannya ini.

"Jangan-jangan lu terpesona sama ketampanan mas Mario," ucap Albino cowok berambut sedikit pirang menandakan bahwa ia bukan orang Indonesia asli.

"Mas gundulmu! Jijik gua dengernya," ucap cowok yang bernama Mario.

"Yakali gua suka sama dia, di sini masih ada ya cowok waras yang beda jauh lah sama lu."

"Kalian bisa diem gak? Di sini tempat buat belajar bukan debat," peringat cowok dengan tampilan rapih yang saat ini sudah menjabat sebagai ketua kelas.

Vaeschita diam kicep tak mau membuat kekasih kesal dengannya dengan pertemuan pertama di kelas barunya.

Sedangkan mereka bertiga duduk di bangku masing-masing dengan sengaja berbicara sedikit keras. Rafa hanya menatap dengan sebal, mungkin tahun ini ia akan lebih ekstra sabar untuk menghadapi anak-anak kelasnya ini.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 09, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

AeschitaWhere stories live. Discover now