Part 4

2.4K 573 44
                                    

"Ada yang saya lewatkan di sini?"

Masuknya Rajata dan Alana semakin memiaskan wajah Vina. Pandangannya mendadak gelap saat ia buru-buru bangkit dari sofa. Ia nyaris tersungkur kalau saja Aria tidak menahan kedua bahunya. Telinganya berdenging dan berkeringat dingin. Ia ketakutan hingga nyaris pingsan. Ditambah keadaan tubuhnya yang memang kurang sehat, Vina merasa pandangannya berkunang-kunang. Ia bahkan tidak sadar kalau Aria telah mendudukannya kembali ke sofa. Ia terlalu lemah untuk melawan.

"Vina kurang sehat, Ja. Makanya gue ngecek suhu tubuhnya. Tadi gue nyuruh dia nganterin dokumen untuk penawaran besok. Tapi lo liat sendiri keadaannya kayak gini. Lo jangan mikir yang aneh-aneh, Ja."

"Bohong! Pasti perempuan kegatelan ini sengaja pura-pura sakit, supaya dia bisa menggoda Mas Ari. Ayo ngaku lo, dasar perempuan ganjen!"

Alana merangsek maju, dan bermaksud menghajar Vina. Sedari pertama kali menjejakkan kakinya ke kantor ini, ia sudah membenci perempuan kecentilan ini. Pasti perempuan ini mengincar Aria. Lihatlah, di mana ada Aria, pasti perempuan ini juga ada. Berakting pura-pura sakit segala. Pasti Vina ini berencana merebut singgasananya sebagai istri Aria. Tidak bisa dibiarkan!

Namun gerakannya kalah gesit dengan Aria. Suaminya itu dengan sigap menahan tangannya. Membela perempuan itu sampai terang-terangan seperti ini, apa mungkin di antara mereka tidak ada apa-apa? Pikiran liar Alana semakin tidak terkontrol.

"Sudah, Alana. Jangan berpikir yang tidak-tidak. Vina memang benar-benar sakit!" Aria menahan tangan Alana yang dimaksudkan untuk menyakiti Vina.

Alana melotot. Ia tidak akan membiarkan gadis ini dekat-dekat dengan suaminya lagi. Lihatlah Aria sampai berani membentaknya, demi gadis sialan ini.

"Mas membentakku demi perempuan kegatelan ini hah? Akan aku habisi dia, agar Mas tidak akan tergoda padanya lagi." Alana menggerung marah. Kedua matanya melotot liar, dengan nafsu membunuh yang membara.

Vina tercengang. Sikap histeris Alana dan tatapan liarnya ini bukanlah reaksi manusia normal. Alana sepertinya menderita gangguan mental. Alana tidak mampu mengontrol emosinya sendiri.

"Cukup, Lana," sergah Rajata seraya menghadang langkah adiknya. Seperti inilah Alana. Jika ia merasa daerah teritorinya terancam, maka penyakit lamanya akan muncul kembali. Alana menderita generalized anxiety disorder, atau biasa disebut dengan serangan panik.

Penyakit Alana ini bermula saat ia remaja. Kedua orang tua mereka kerap bertengkar karena ayahnya memiliki perempuan idaman yang lain. Pertengkaran biasanya akan diakhiri dengan kekerasan karena ayahnya membela wanita idamannya itu. Hingga suatu hari ayah mereka menceraikan ibu mereka, demi menikahi wanita idamannya itu. Ibu mereka yang terus bersedih akhirnya meninggal dalam kenestapaan. Hal itulah yang menjadikan Alana paranoid. Alana sangat takut kalau orang-orang yang ia sayangi akan dirampas darinya. Dan kini feeling Alana pasti mengatakan kalau Aria akan dirampas darinya. Makanya Alana jadi histeris seperti ini.

"Ri, lo bawa Alana pulang dulu. Dan pastikan dia meminum obat penenangnya. Awasi dia dengan baik. Lo nggak usah masuk kantor hari ini. Lo temani aja Alana sampai dia tenang," perintah Rajata tegas. Tatapannya yang penuh intimidasi membuat Aria tidak berkutik. Suci benar, ternyata Rajatalah yang berkuasa penuh di sini. Aria tidak ada apa-apanya.

"Lana nggak mau minum obat, Bang! Karena kalau Lana meminum obat itu, Lana jadi bengong terus. Lana juga nggak mau pulang. Lana ingin memberi pelajaran pada perempuan jahat ini. Lana benci dengan perempuan-perempuan penggoda suami orang!" Alana terus berteriak keras, meski Aria setengah menyeretnya keluar ruangan. Rajata tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya memberi kode pada Aria, agar segera membawa Alana pulang.

Bukan Perempuan Biasa( Sudah Terbit Ebook)Where stories live. Discover now