10. Bingkai masa lalu

35 7 23
                                    

Masa lalu itu ada untuk di kenang nantinya tapi, bagimana dengan dia yang masih hanyut dalam memori di dalamnya dan saya hadir untuk memperbaiki entah nanti hanya sebagai angin lalu atau takdir hidupnya.

-Sekar ayu nismara-

Siang itu kala bagaskara sedang senang senangnya menyinari makhluk bumi, menyengat sampai kulit kepala membuat siapa saja yang merasakannya pasti kepanasan. Bumantara jogja juga sering membuat kita tertawa, bercanda akan setiap yang di perbuatnya. Siang yang tadinya panas akan bagaskara menyengat sampai kulit kepala kini malah berubah menjadi gumpala awan mendung, hitam ke abu abuan menjadi pion utama ketika akan turun hujan. Seperkian detik kemudian berganti dengan sambaran petir dan gemuruh guntur. Setelahnya hujan turun teramat derasnya. Linangan air hujan turun membasahi bumi jogja.

Semesta memang suka bercanda dengan makhluk bumi. Membuat kesal dan bahagia secara bersamaan. Hujan deras bulan feburari membasahi bumi jogja kala saat itu si bagaskara sedang menyengat. Kini harum tanah yang di sirami air hujan membuat sejuk indra penciuman.

Begitu juga dengan wanodya berkepang dua sibuk bertaut akan ponsel genggamnya. Telinganya tersumpel akan benda putih bernama
Headset itu. Mendengar kan setiap meoldi yang terputar dengan indahnya. Mengalun di gendang telinga. Kaki nya sesekali mengikuti irama lagu. Mata kecil nya mengamati hujan yang turun. Tangannya mengadah ke arah hujan.

Sekar, gadis itu sendiri terduduk di halte bus. Pasalnya ini juga sudah jam pulang sekolah namun, tiba tiba saja nabastala menghujan membuatnya harus menunggu. Kenapa seorang diri?. Karena teman temannya sudah terlebih dahulu pulang sedangkan ia belum juga mendapati bus untuk pulang.

Netra nya beralih ke pemuda tampan jogja yang amat ia kenal. Nakula, nama pemuda itu. Namun, sekar lebih sering memanggilnya nana atau naka, di ambil dari nama belakangnya Bayanaka. Nakula yang sedari tadi masih bercanda dengan temannya kini pemuda itu pergi ke arah parkiran yang tak jauh dari halte bus sehingga sekar dapat melihatnya.

Nakula sudah bersiap untuk memakai mantel hujannya namun kegiatannya berhenti ketika namanya di panggil.

"Nakual!" Teriak sekar dari arah halte

"Nana!"

"Nakaaaa!"

Teriak sekar dengan berbagai namanya walaupun itu masih dalam bagian namanya tapi, tetap saja nakula tidak suka di panggil nana atau naka.

"Dia lagi" gumam nakula, pria itu sebenarnya ingin pura pura tidak dengar saja tapi tetap saja suara gadis itu menganggu.

"Nana sini!"

"Nana aku disini!!" Teriaknya makin kencang

Sampai pada akhirnya sekar juga yang terlebih dahulu harus menghampirinya. Tas yang tadinya ia sampirkan di pundak kini beralih fungsi sebagai menutup kepalanya agar tidak terkena air hujan ya walaupun baju seragamnya akan basah juga.

Sekar berlari di bawah derasnya hujan menuju ke arah parkiran di mana tempat nakula berada. Sampai akhirnya ada sebuah petir yang menyambar begitu hebatnya di sambut dengan guntur. Di tengah lari nya sekar berhenti dan berjongkok masih dengan tangan memegang tas di kepalanya. Ia menundukan kepalanya di kedua kaki yang di tekuk. Matanya memejam. Ia tak peduli lagi dengan seragamnya yang basah akan air hujan.

Nakula melihat kejadian di mana si wanodya berjongkok di tengah derasnya hujan saat gadis itu mau menghampirinya. Nakula segera berlari menghampiri sekar. Ia tak mempedulikan pakaiannya basah. Mantel yang di genggamnya kini ia jatuhkan begitu saja.

Nakula berlari dan sampai tepat di mana sekar berjongkok. Nakula juga ikut berjongkok kepalanya menunduk menatap wanodya yang sedang ketakutan di depanya.

CAKRAWALA JOGJAWhere stories live. Discover now