Prolog

44.1K 4.7K 232
                                    

“Ya, menikah dengan saya, saja.”

Dunia sepertinya berhenti berputar. Atau aku tadi salah masuk pintu dan sekarang aku berada di alam lain? 

Tapi jika memang begitu mengapa tetap Koko sableng ini yang ada dihadapanku?

Aku benar-benar tak habis pikir. Dia mengatakan sebuah kalimat yang membuatku berhenti mengembuskan napas nyaris sesak napas. Sedangkan dia santai saja, tetap mengecek arus kas dan berbagai bon pembayaran hari ini yang kusodorkan tadi.

Sial banget memang aku, harus terjebak di situasi seperti ini. Nggak ada yang bisa kulakukan selain tetap tenang, meski hatiku rasanya gedek minta ampun.

Biar begini, aku juga pernah memikirkan skenario akan bertemu jodohku secara tidak sengaja di KRL, di mal, di pesawat, atau yang keren di kafe sambil lirik-lirikkan. Dan, ya, aku sadar betul itu mungkin hanya terjadi di drama.

Tapi seenggaknya bukan dilamar pria seperti deal-dealan ke klien kayak begini dong! 

“Kenapa diam?” Dia bertanya.

Kenapa diam katanya? Oh, sudah bagus sekali aku diam. Nggak melemparnya dengan botol minum di depannya, asbak, tumpukan kertas, kotak pensil, ponsel, Macbook—Ups, yang dua terakhir perlu diralat, bisa-bisa aku disuruh ganti rugi.

Tapi, ya, kenapa aku diam? Karena aku nggak tahu harus tertawa terbahak-bahak, atau tambah waspada karena takutnya ini jebakan. Karena dia paling seneng tuh, kasih pertanyaan jebakan ala-ala chef Juna.

Aku mengerjap, sekali. Oke, mungkin ini kesempatanku untuk berkata dengan keren, jika dia bukan tipeku, jika dia adalah satu dari pria yang akan kubiarkan mati jika hanya tersisa aku dan dia di muka bumi ini. 

Lagipula. Kapan lagi, kan? Bisa nolak cowok? Bukankah ini impianku setelah dicampakkan si mantan setelah tujuh tahun pacaran.

Sip! Selesaikan ini dengan keren lalu kabur dengan cepat.

Mulutku udah terbuka sedikit, meski nggak tahu mau ngomong apa, dan nggak bisa merangkai kalimat elegan, setidaknya aku harus berkata sejelas-jelasnya jika aku nggak menyukai dia--

“Pasti syok ya dilamar pria tampan dan mapan seperti saya?” imbuhnya dengan sudut bibir terangkat membentuk seringai.

Shit! Aku gagal keren.

Wajahku menyengat panas, atau sekarang udah terlihat merona? Ini lebih karena batinku nggak berhenti mengumpat. Jangan-jangan dia akan salah paham lagi?

Aku yakin tampang kalemku udah kelihatan gelisah di matanya, buktinya, senyumnya makin lebar. Bentar lagi dia pasti tertawa. 

Kalau dengan dia, comfort zone-ku udah pasti berubah jadi kampret zone! Dasar kampret!!

-Prolog-

26/07/2021 Liarasati

Halohaaa.... apa kabar? Welcome back to love-hate relationship ala-ala aku haha...

Numpang ngedrop prolog dulu. 

Excited mau dilanjutin nggak nih? 

Baru prolog sih. Ini cerita ringan aja kok, di tengah banyaknya kabar duka. Aku juga mau nulis yang bikin enjoy aja, ya moga-moga temen-temen juga enjoy bacanya.

Udah lama kayaknya nggak nulis on going di wp, seriusan aku grogi.. wkkwkwk. 

Dear Boss, I Quit!Where stories live. Discover now