BAGIAN 6

106 8 0
                                    

Apa yang dilakukan Pendekar Rajawali Sakti jelas membuat Panglima Ubudana menjadi marah bukan main. Tiba-tiba dia memberi isyarat pada seluruh pasukannya untuk menyerbu ke atas bukit, dengan tangannya mengibas ke depan.
"Bunuh mereka berdua!" teriak panglima itu lantang.
Tanpa menunggu diperintah dua kali, prajurit-prajurit itu berserta perwira tinggi kerajaan langsung menyerbu ke atas bukit.
"Aku tidak menghendaki hal ini, Paman Patih! Kalau ada kesempatan, sebaiknya tangkap Panglima Ubudana. Setelah itu, baru kita kuasai prajurit-prajurit ini!" ujar Rangga, menjelaskan rencananya.
Patih Kusuma mengangguk tanda mengerti. Mereka segera menyambut datangnya serangan. Memang, Rangga sebenarnya tidak ingin membunuh prajurit-prajurit itu. Karena mereka hanyalah alat. Maka dengan mempergunakan ilmu meringankan tubuh yang sangat tinggi, Rangga berkelebat cepat ke sana kemari. Langsung dilepaskanya totokan-totokan ke tubuh para prajurit.
Tuk! Tuk!
Walaupun beberapa orang telah roboh tertotok, namun lama kelamaan gelombang serangan semakin menggila. Sehingga Pendekar Rajawali Sakti dan Patih Kusuma dalam keadaan terdesak.
"Kita tidak mungkin terus bertahan seperti ini, Rangga! Kita bisa celaka di tangan mereka!" bisik Patih Kusuma.
"Lalu...?" tanya Rangga dengan suara perlahan.
"Kita harus membunuh, atau kita yang terbunuh!" desis patih ini sambil terus menangkis tusukan senjata lawan-lawannya. Kalau dipikir apa yang dikatakan Patih Kusuma memang masuk akal. Walau rata-rata mempunyai kepandaian biasa-biasa saja, namun jumlah mereka cukup banyak. Maka kini, Rangga terpaksa mengerahkan tenaga dalamnya ke tangan. Dan tiba-tiba saja, dia membuat kuda-kuda kokoh. Lalu....
"Aji 'Bayu Bajra'! Hiyaaa...!"
Disertai teriakan menggelegar, Pendekar Rajawali Sakti menghentakkan kedua tangannya ke depan. Maka saat itu juga meluncur angin topan dahsyat ke arah para pengeroyok. Serangan yang mengandung kekuatan sangat dahsyat ini langsung melempar jauh para prajurit.
"Aaa...! Aaa...!"
Belasan para prajurit kontan menemui ajal begitu terhempas menabrak pohon hingga bertumbangan. Bukan hanya Patih Kusuma saja yang sangat tertegun. Tapi Panglima Ubudana sendiri sempat terkesiap dengan mata melotot.
Untung panglima ini mempunyai tenaga dalam tinggi, hingga tidak ikut terhempas. Dengan kekuatan tenaga dalamnya, dia membuat kaki-kaki kudanya seperti terpatri ke tanah. Walaupun tak urung terseret beberapa tombak. Panglima Ubudana seperti tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dua puluh orang prajurit binasa dalam waktu yang sekejap saja!
Sementara itu, melihat kematian kawan-kawannya, baik prajurit yang tersisa maupun perwira kerajaan jadi ciut nyalinya. Mereka tidak lagi berani bertindak gegabah. TeTapi tetap mengurung rapat kedua lawannya.
"Jika kalian sudah bosah hidup, sebaiknya cepat maju ke depan. Tetapi kalau takut mati. Sebaiknya menyingkir dari sini! Aku hanya menginginkan Panglima Ubudana. Kaki tangan pemberontak itu harus mati ditanganku!" ancam Rangga, lantang.
Panglima Ubudana jelas menjadi gusar mendengar ucapan Pendekar Rajawali Sakti.
"Tangkap dia!" perintah panglima ini pada seluruh pasukannya yang tersisa.
Namun, tidak satu pun dari para prajurit maupun perwira tinggi kerajaan yang bergerak mematuhi perintah Panglima Ubudana.
"Kurang ajar kalian semua! Jangan coba-coba membantah perintahku, kalau tidak ingin kuhukum gantung!" dengus panglima ini.
"Siapa yang mau mendengar Patih Kusuma, maka kalian akan selamat dari kematian! Lebih baik kalian menyerah. Dan patih akan mengampuni jiwa kalian!" kata Rangga, memberi peringatan.
Tampaknya para prajurit itu seperti yang pernah dikatakan Patih Kusuma, memang cenderung berpihak kepadanya. Terbukti mereka tetap tidak bergerak melakukan sesuatu, sebagaimana yang diperintahkan panglima perangnya.
Panglima Ubudana menjadi gusar melihat pasukannya mogok. Dengan penuh kegeraman, pedangnya dicabut. Sebentar saja, dia sudah menggebah kudanya. Sedangkan di tangannya diayunkan ke segenap penjuru arah hendak menghantam prajurit-prajuritnya sendiri.
Perbuatan Panglima Ubudana ini tentu tidak dibiarkan Rangga. Tiba-tiba Pendekar Rajawali Sakti melenting ke udara. Dan laksana kilat, Pedang Pusaka Rajawali Sakti dicabutnya.
"Aku akan menghentikanmu, Orang Gila! Hiyaaa...!" teriak Rangga, seraya melesat memapak serangan Panglima Ubudana.
Panglima Ubudana terkesiap melihat sinar biru yang memancar dari batang pedang pemuda itu. Dengan cepat, tubuhnya melenting meninggalkan kudanya.
Cras!
Begitu cepatnya serangan Pendekar Rajawali Sakti ini, sehingga tidak ampun lagi pedang berhulu kepala burung rajawali di tangannya menghantam leher kuda. Kuda berbulu putih ini kontan tersungkur dengan leher putus tersambar pedang ditangan Rangga. Sementara begitu mendarat, Panglima Ubudana terkesiap melihat semua ini.
Sementara Rangga yang bertekad menyudahi pertempuran sudah berbalik. Dan seketika tubuhnya meluruk deras. Pedang di tangannya berkelebat membelah angin dan mengancam dada. Panglima Ubudana melihat bahaya besar mengancam keselamatannya. Sedapatnya, pedangnya menangkis. Akibatnya....
Trak!
Pedang Panglima Ubudana kontan patah menjadi dua ketika terbabat pedang Pendekar Rajawali Sakti. Sementara secepat kilat, Rangga memutar pedangnya. Dan kali ini luncuran pedangnya sudah tidak dapat ditahan lagi. Maka tidak ampun lagi....
Blesss!
"Aaakh...!"
Tepat sekali pedang Pendekar Rajawali Sakti menembus dada Panglima Ubudana hingga berteriak menyayat, panglima itu kontan terbeliak. Darah mengucur deras dari lukanya. Begitu ambruk Panglima Ubudana tewas seketika. Melihat kematian panglima perangnya, para prajurit malah berteriak-teriak kegirangan.
"Hidup Patih Kusuma...!" teriak mereka sambil melonjak-lonjak kegirangan.
"Kita harus mengabdi pada Paman Patih!" ujar perwira tinggi kerajaan yang sesungguhnya masih berpihak pada bekas pimpinan yang lama.
Rangga segera menghampiri Patih Kusuma yang terus memandangi penuh rasa terima kasih mendalam. "Lihat, Paman. Mereka ternyata masih tetap setia pada pemerintahan yang lama. Sekarang pimpin mereka menuju kotaraja. Biarkan aku yang berusaha memancing Antasena keluar dari singgasananya!"
"Hati-hati, Rangga. Dan tolong lindungi Gusti Ratu Dewi Trijata dari kekejaman Antasena!" pesan Patih Kusuma penuh harap.
"Jangan khawatir, Paman," sahut Rangga menyanggupi.

192. Pendekar Rajawali Sakti : Pusaka Lidah SetanWhere stories live. Discover now