Workaholic |11| |Get Caught|

25.3K 1.1K 16
                                    

Hai readers!

I'm back!

Don't forget to vote, comment, and share ya!

Happy reading!

Thank you!

***

Matahari terbit dari sebelah timur, mulai menaungi kota New York yang mulai padat pada pukul setengah tujuh pagi ini. Sinar matahari menyusup di sela-sela gorden dan memberi peringatan kepada manusia bahwa pagi hari telah tiba, termasuk sela-sela gorden sebuah ruangan bernuansa beige. Menerangi sepasang manusia yang tertidur di sofa dengan nyaman.

Bukan hanya karena sinar matahari yang menelusup, alis Allard berkerut saat sesuatu menekan perut six pack-nya. Yang lebih parah, ada yang menimpa sesuatu di antara kedua pahanya. Ia semakin mengernyit ketika sesuatu yang berada di pangkuannya itu bergerak, mengusik tidur Allard.

Meskipun belum membuka mata, Allard mulai terbangun. Nyawanya dan ingatannya mulai terkumpul, setidaknya ingatan tadi malam tepat sebelum dirinya terlelap. Tadi malam--Carra tidur di pangkuannya. Sebentar--jadi sesuatu itu--

Kedua mata biru Allard langsung terbuka lebar dan terarah menatap ke pangkuannya. Matanya kontan melebar saat ia mendapati Carra yang tertidur di pangkuannya sambil menelusupkan wajahnya di perut Allard sehingga kepala Carra berada di bagian kaki teratas Allard.

Allard mengumpat pelan. Ingatkan dirinya untuk tidak pernah membiarkan Carra tertidur di pangkuannya lagi sebelum ia dan Carra menikah. Ya, jika hubungan Allard dan Carra berhasil sesuai harapan Allard sampai ke jenjang pernikahan dan berlangsung selamanya. Semoga saja.

Allard menarik napas panjang untuk menormalkan keadaan dirinya dan menetralkan otaknya. Ia menghembuskan napas perlahan sebelum menepuk pipi Carra dengan lembut. "Carra, bang--"

"Shit!" Allard melanjutkan ucapannya dengan umpatan yang sedikit keras. Bagaimana tidak? Reaksi Carra terhadap tepukan Allard adalah dengan menekan bantalnya lebih keras. Masalahnya, bantal Carra itu--

Tidak. Allard menggeleng. Ia harus bisa membangunkan Carra untuk menyelamatkan Carra dari dirinya. Apalagi ini masih pagi.

Kedua tangan Allard mulai menyentuh kepala Carra. Namun, sebelum dirinya berusaha memanggil Carra, pintu ruangan Carra terbuka lebih dulu.

Mata Allard otomatis tertuju ke pintu. Pandangannya langsung bertemu dengan dua pasang mata biru yang sama dengan miliknya dan satu-satunya iris hitam di keluarganya, yakni tak lain adalah kedua orang tuanya ditambah Veila.

Sedetik kemudian, Allard menatap dirinya sendiri yang seperti menahan kepala Carra agar tetap merapat pada tubuhnya. Seketika ia meringis sebelum bergerak memindahkan tangannya.

"Allard Levi Hernadez!!" Veila yang pertama kali pulih dari keterkejutannya melangkah masuk diikuti kedua orang tua Allard yang masih tampak terkejut.

Veila memukul lengan kekar Allard. "Apa yang kau lakukan pada pegawaiku?!" pekiknya.

Allard mengaduh. Ia hendak membuka mulutnya untuk menjawab. Namun sebelum itu, suara orang tuanya terdengar terlebih dahulu.

Mata hitam Veina memandang sang putra tajam, tidak mau dibantah, dan dingin. "Apa yang mommy katakan kepadamu, Allard?!" serunya dengan suara rendah, terdengar jauh lebih menakutkan daripada suara tinggi. Bahkan terdengar lebih menakutkan daripada suara datar sang ayah bagi Allard. Masalahnya Veina Hernadez adalah sosok yang sangat lemah lembut dan jarang marah bagi Allard.

Workaholic (Republish)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang