OUTRO

528 64 16
                                    





—  完了




       SISA DARATAN di bagian barat washington sore ini tengah dibalut kabut tipis yang mengepung nyaris semua permukaan bekas festival tahunan musim panas, sebuah karnaval perayaan budaya lingkar pasifik, dengan orang-orang dari negara pasifik yang telah bermigrasi ke wilayah barat laut amerika utara. gelanggang kota beraroma nuklir. daratan tanah basah, ramai ditumpati lautan puing-puing beton dengan jasad-jasad tidak bernyawa dipaksa terjebak di bawahnya. kendaraan militer milik pemerintah resmi diturunkan petang tadi. personel-personel yang berada di garis usia dua puluh sampai enam puluh empat tahun dikerahkan menuju wilayah barat, di antaranya turut serta puluhan bantuan paramedis dan unit otoritas sipil dari seantero pelosok negara bagian.



hujan halau mentua temani akhir september yang kelabu. pesawat udara dengan baling-baling horizontal super besar sukses mendarat ketika bekas menara api tengah meribut, tersambar gelungan bena milik laut. nicholas wildan melekap kedua lututnya di beranda konstruksi yang hampir ambrol samping pintu masuk. puluhan kawat berkarat tengah terlilit membentuk partisi. curah hujan skala kecil yang melanda dua malam berturut-turut (atau lebih, barangkali) menyebabkan menyundaknya air garam sampai mampu menjamah titik tertinggi batuan karang yang membatasi pinggiran pantai. rona suram menghampar kancapi mega mendung. penduduk dengan cidera ringan nyaris semua berhasil dievakuasi. beberapa di antaranya merupakan remaja kisaran belasan, sebagian besarnya merupakan pengujung dewasa yang berhasil selamat dari ledakan bom rakitan pecahan peluru. disinyalir, kelompok militan ekstremis dari gerakan pemberontak pemerintah merupakan dalang dari jatuhnya puluhan korban jiwa di pesisir kontinen barat. letaknya di wilayah barat laut seattle, negara bagian pesisir amerika serikat.



kemeja putihnya basah dan sobek di perpotongan siku. cairan merah merebak dari pelipisnya yang pasi, tetapi itu tak mampu hentikan nichol untuk terus bisikan kalimat acak di tiap sekonnya. dia akan baik-baik saja. semua akan baik-baik saja. birai tipis yang kelewat pucat menerus berucap sampai tulang selangkanya meruam, barangkali sudah masuk peradangan. sebelah tangannya turun menyentuh permukaan lantai yang berselimut kerangka kayu. memori sesaknya berputar di tujuh jam yang lampau. ledakan besar, lidah api yang menjilat angkasa, kemudian gelombang ombak besar yang menghantam batu-batu besar samping perairan. tetapi tidak apa-apa. dia akan baik-baik saja. tidak ada yang bisa menyakitinya setelah ini. nicholas mengulas senyum tipis. irisnya yang berpendar hijau melirik puing-puing bangunan di bawah tungkai kaki yang bengkak dan membiru ketika seseorang tak dikenal datang menghampirinya.



"aku barusan lihat laki-laki tua yang tidur di atas tanah. dia berbaring bersama puing-puing beton. kau tahu?"



"dia tidak tidur," diliriknya sekilas anak laki-laki berambut cokelat yang muncul entah dari mana. seragamnya kumal, lubang sobekan dan noda kotor di mana-mana. kulitnya pucat sekali, kontras dengan lengan kiri bagian bawah yang lebam entah karena apa. "dia tertimbun bebatuan."



anak laki-laki sepantaran usianya itu mendaratkan bokong di atas tumpukan batu yang berjajar di hadapannya. "mereka jahat sekali," katanya lagi. "meletakan bahan peledak di tempat umum dengan sengaja, itu perbuatan yang jahat, kan? teman-temanku banyak yang terluka. aku lihat mereka sampai harus digotong paramedis." entah siapa yang dia katakan. namun, tampaklah bulir-bulir air mengalir keluar dari kelopak matanya. meluncur turun melewati pipi, hingga saat hampir menyentuh dagu, tangan kecilnya bergerak lebih cepat dari yang nicholas duga. "apa yang mereka lakukan padamu? kau terlihat tidak baik."



"mereka membuangku ke laut."



"itu buruk sekali." anak laki-laki yang belum diketahui namanya itu menunjukkan rasa simpati yang besar. "kau sendirian di sana? bagaimana bisa kembali? apakah seseorang menemukanmu dan membawamu ke daratan?" dia menunjuk kumpulan orang-orang militer yang berada tidak jauh dari mereka. "... atau bisa berenang? kau berenang sendiri hingga ke tepian?"



nicholas menggeleng. darah di pelipisnya merembes kian banyak. "siapa namamu?"



"azka. namaku narrazka."



"azka dengar, aku ingin sekali bertemu mama dan papa. mereka menungguku di ujung persimpangan, tepat empat puluh meter dari arah pintu keluar karnaval. tolong datang dan katakan pada mereka bahwa aku menyayangi mereka, dan mungkin ucapan maaf?" — "aku tidak bisa pulang."



"kenapa? apa dokter mengatakan kau perlu tinggal di rumah sakit?" azka menatap kasihan, dia tahu hampir sebagian besar teman-teman sekolahnya pun akan berakhir di tempat yang sama, mungkin sampai beberapa minggu ke depan. dia bahkan paham betul bagaimana sialnya seminggu penuh dihabiskan hanya dengan tiduran di ranjang pasien, hari-harinya hanya akan ditemani bau obat-obatan yang lumayan tengik.



"rumah sakit, ya?" nicholas melempar pandangan ke bebatuan karang yang tersapu ombak. "sebelum ini aku sudah berada hampir tiga puluh menit di tengah laut. dan ya, aku sendirian. aku tahu mama menungguku untuk pulang, tetapi aku bahkan tidak tahu, apa yang harus kulakukan ketika tubuhku terpaksa kehilangan napas di menit-menit terakhir," dia menjeda. kepala bagian kanannya berdenyut ngilu, tetapi tetap dia paksakan naik tengadah—menatap langit senja keabuan dengan relap listrik terjepit di antaranya. nicholas nyaris tergelak kendati pendar di bola matanya kian meredup, hampir lenyap tak bersisa. "saat itu aku sadar, bahwa aku tidak akan pernah bisa kembali ke darat untuk bertemu mama."



setetes cairan merah kental merosot turun dari pelipisnya disusul tetesan-tetesan anyir berikutnya. nicholas tahu dia benar-benar tampak mengerikan dengan bagian atas kemeja putih yang berubah merah sepekat darah. "kau tahu, azka?" tiba-tiba reruntuhan bagunan yang dipijaknya amblas dan ia pun jatuh terperosok menyambar puing-puing beton dan balok, meninggalkan narrazka yang membeku—berusaha mendengar suara napasnya sendiri yang nyaris tersendat-sendat. kedua tungkainya gemetar hebat, perutnya melumat mual. azka bergidik tanpa sadar, wajahnya yang berona pucat berganti kian putih begitu dia lihat nicholas menyentuh bagian pelipis miliknya yang bocor. "rumah sakit adalah tempat untuk mereka yang sakit. bukan untuk mereka yang sudah mati." []

🎉 Kamu telah selesai membaca 𝐌𝐞𝐦𝐛𝐮𝐦𝐢 𝐒𝐞𝐠𝐚𝐫𝐚 🎉
𝐌𝐞𝐦𝐛𝐮𝐦𝐢 𝐒𝐞𝐠𝐚𝐫𝐚Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang