2. Taste of Blood

1.3K 245 81
                                    

(e/c) is eyes colour
Warn: typos in everywhere

"LA  DE  ROUGH"

"LA  DE  ROUGH"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.




(Name) menatap kabur atap apartment yang disewa oleh partnernya. Sudah lima tahun berlalu. Jam dinding berdenting pertanda waktu bergerak begitu cepat. Ia merubah posisi tiduran menjadi tengkurap. Menarik napas lalu menghembuskan perlahan. Rasanya monoton jika setiap hari hanya melakukan hal biasa. Melihat orang-orang yang berlalu lalang membuat jalan pikirannya menjadi sempit. Apartment yang ia singgahi mempunyai dua lantai. Kini ia berada di lantai atas. Sedangkan lantai bawah untuk memeriksa pasien. Benar. Partnernya adalah dokter manusia yang ia temui saat bulan baru. Seseorang yang ia wariskan kitab Vanitas. Pekerjaan gadis itu tidak sesering yang orang lakukan. Ia melaksakan tugasnya saat membasmi vampir pembawa kutukan. Dan pembawa kutukan sangat jarang muncul.

Gadis itu turun dari kasur. Membuka jendela agar sirkulasi udara menjadi teratur. Ia merasa agak penat. Surainya terkuncir satu. Cahaya yang masuk membias ke netra (e/c) miliknya. Nyanyian burung masuk dengan sopan ke dalam rungunya. Mentari nampak malu-malu untuk sekedar menunjukkan atensi. Pasien yang datang lumayan ramai. Matanya melirik ke jam dinding. Waktu sudah lewat dari tengah hari tapi kota ini masih sejuk.

Suara knop pintu yang diputar mengintrupsi gadis tersebut. Atensi dari pria bersurai hitam dengan senyum manis seakan menyapa semesta. Ia membuka jas putih lalu menggantungnya di rak baju. Diam-diam gadis itu berpikir, bahwa pria ini terlalu baik untuk ia manfaatkan. Tapi, (Name) tidak sembarang dalam memilik pewaris. Pria ini sedikit istimewa dibanding manusia yang lain.

Ia jadi sedikit haus.

Sang dokter mendudukkan diri di atas ranjang. Membuka buku biologi yang sering ia baca saat senggang. Kebetulan ia ingin mengajak (Name) untuk berbelanja dan menutup kliniknya lebih cepat daripada sebelumnya. Saat ia ingin bangun, dirinya tertahan oleh tangan kecil. (Name) berdiri di hadapannya. Menatap Vanitas dengan tatapan lapar. Netra sang gadis berbayang. Darahnya terasa bergejolak sebab kerah baju Vanitas yang agak turun. Memperlihatkan leher jenjang.

Seakan mengerti, Vanitas membuka kancing tiga kancing kemeja yang ia pakai. Jemari besar itu menyusuri wajah halus sang gadis. Berhenti tepat di bibirnya. Pria itu tersenyum. Netra birunya berkabut saat tangan yang satu mendorong pinggang (Name) agar lebih dekat dengan tubuhnya.

"Dokter, aku penasaran bagaimana rasanya." (Name) tidak bisa mengalihkan pandangannya dari leher Vanitas. Walau sudah terjalin kontrak sebagai partner, gadis itu belum pernah menyicip darah manusia satu ini.

Vanitas mendekatkan wajahnya pada telinga (Name). Seringai kecil tertera di atas bibir tipis. "Kalau begitu cobalah. Gigit dan hisap."

Tidak ingin menunda rasa hausnya. (Name) menancapkan gigi taring di atas permukaan kulit putih tersebut. Menghisap darah yang terus keluar dari dua lubang yang ia hasilkan. Tidak hanya menghisap, gadis itu sedikit mengoyak daging leher Vanitas. Membuat sang pria mengeluh sakit. Tangan besarnya mencengkram kuat pinggang (Name). Wajahnya bersemu merah bukan main. Suhu ruangan tiba-tiba menaik. Padahal iklim kota Zermatt terbilang dingin. Darah merembes menodai kemeja putih dan mengalir ke bawah. Membuat kubangan cairan merah yang pada akhirnya terserap permadani cokelat.

La de Rough; Vanitas no CarteWhere stories live. Discover now