6
Hitam dan Putih. Hanya ada pepohonan, suara serangga di hutan dan suara gemericik air sungai. Lalu, semuanya berubah menjadi adegan acak, seperti video dengan resolusi terburuknya berputar dalam otak Kinanti.
Kemudian semua hilang, yang Kinanti lihat hanyalah langit-langit kamarnya.
----
Pukul 01.16 dini hari, Kinanti berlari keluar kamarnya menuju kamar Raka dengan tergesa. Dipeluknya sebuah bantal sembari mengetuk keras-keras pintu kayu didepannya, berharap sang penghuni kamar merasakan kegelisahan Kinanti. Dalam hati Kinanti merapalkan doa berkali-kali agar ia bisa lupa dengan mimpinya, namun semua terlalu menakutkan.
Debaran jantungnya semakin cepat bahkan Kinanti mulai merasa sesak. Semakin gelisah dan air mata yang terus jatuh membasahi pipi Kinanti. Bukan! bukan ini yang Kinanti harapkan saat pulang dan tinggal di rumah itu. Sekarang di telinganya terngiang-ngiang suara mimpinya dan panggilan 'Kinanti' dari suara yang asing baginya.
Panggilan itu semakin jelas membuat Kinanti hampir gila. "Kinanti."
"Kinan!"
"Hei!"
"Kinanti!" Kinanti merasakan seseorang mengguncang tubuhnya, ia menjauhkan tangannya dari telinga dan memberanikan diri menatap Raka. Apa sedari tadi Raka memanggilnya? Tapi Kinanti yakin suaranya berbeda.
Raka menghela nafasnya berat melihat wajah pucat adiknya dan air mata yang terus menderai. Tubuh adiknya bergetar hebat, begitu Raka menarik Kinanti dalam pelukannya, suara isak tangis menyapa telinga Raka. Tubuh Kinanti yang bergetar cukup menjawab pertanyaannya. Mimpi buruk itu kembali.
Raka mengusap puncak kepala adiknya dan membawa gadis itu beristirahat di kamarnya.
"Kinanti tidur di kamar mas aja," bisik Raka, menidurkan Kinanti. Mengusap puncak kepalanya, menenangkannya dan menemaninya hingga kembali tertidur. Ada beban berat di pundak Raka, bukan karena tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga, melainkan bagaimana cara agar adiknya bisa lepas dari mimpi itu. Raka masih terlalu muda, terlalu takut untuk mengambil keputusan. Raka butuh seseorang untuk menuntunnya. Tapi ia bungkam, sebab sisi lemahnya akan menghancurkan seisi keluarga.
Setelah memastikan kembali Kinanti tertidur, Raka duduk di meja belajarnya. Rasa kantuknya menguap begitu saja hingga ia tidak bisa tidur kembali. Tangannya meraih sebuah buku bersampul coklat dengan gambar wayang, membuka halaman terakhir yang ia baca. Paragraf pertama yang menyambut Raka membuatnya spontan menatap ke arah sang adik.
Dibacanya setiap kata demi kata. Baris demi baris, hingga bait berakhir
Aku menatap dari sebuah jarak, terhalang oleh beberapa manusia yang berlalu lalang melewati kami. Berdiri seorang gadis bersurai coklat, panjangnya sebatas bahu, tengah memegang sebuah gelang rantai berhias batu indah. Terpaku akan parasnya yang ayu tengah tersenyum manis. Agaknya, aku terjatuh pada pesona magis milik gadis itu.
Begitu indah, bercahaya, hingga tak kuasa... aku mungkin jatuh cinta padanya. Tak peduli apakah dia seorang sudra atau ningrat sepertiku. Sebab kau takkan tahu kepada siapa takdir membawamu.
Sial. Raka dibuat merinding malam-malam oleh paragraf itu. Penggambaran tokoh gadis jawa dalam buku itu entah mengapa membuatnya seketika teringat pada Kinanti. Bagamana bisa kebetulan ini terjadi?
----
"Piye? Wis penak awake?" (sudah enakan badannya?) tanya eyang uti saat Kinanti mendekati dapur. Raka sudah berangkat kuliah pagi hari tadi dan Kinanti terbangun dengan plester kompres demam di dahinya. Apa dia menangis semalaman hingga demam? Lagi-lagi. Sudah 8 tahun baru kali ini Kinanti merasakan demam karena mimpi lagi.

ESTÁS LEYENDO
KINANTI
Ficción históricaHistorical Fiction #1 By: Alwaysje [Tamat] - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Bagi sebagian besar orang, anggapan bahwa mimpi hanyalah bunga tidur semata adalah benar adanya. Tapi, apa akan selalu seperti itu? Kinanti tidak...