1. Memoir

133 16 0
                                    

Sudah tak asing lagi, bagi dia, adam yang kini duduk pandangi juwita yang jadi berhalanya. Juwita yang dari dulu selalu ia puja, disuruh sembah sampai kepalanya menyentuh tanah atau darahnya membura lanyahi lantai pun adam lakoni.

Perintah juwita adalah mutlak. Tidak bisa dibantah, sekalipun ia dibuat balik gagang pada ibu-bapaknya.

Adam adalah anjing juwita, abdi paling setia, yang bisa buat kitab suci dan agamanya sendiri. Tuhannya adalah juwita. Tuannya adalah juwita. Edan, memang sudah hilang akal semenjak juwita berdiri di depan hitamnya.

Jumantara rata dengan tanah kala tahu juwita tidak ingat dengan dia. Tidak balas tatapannya seperti dahulu kala.

Kini adam sesat, tidak tahu mau kemana selain pulang pada juwita. Tidak ada yang selain juwita bagi adam.

Adam ingin sekali lagi pegang dim juwita, diusap halus. Hentakkan badan bak gitar spanyol, jilat keringat dan ulangi segala puji sembah pada juwita. Oh, oh, dibayangkan saja bikin kepala pening. 

"Aku tak percaya," katanya manyun. Tapi juwita bisa apa? Dia tidak pernah bertemu adam gila ini.

"Lalu kau mau apa? Gila kali kau, aku tidak pernah ingat bertemu denganmu, majenun."

"Panggil aku majenun pun tidak apa, asal kau ingat aku."

Sinis lirikan juwita, parah memang majenun satu ini. Sok kenal sekali.

Juwita ambil langkah yang ia tunda, karena ulah majenun. Pergi dari sana sambil menggidik ngeri.

"Namamu Zoya kan?"

Seringai majenun tunjukkan pada juwita yang mendadak membatu. "Bukan," katanya. Majenun sedikit tahu rasa di dadanya. Bohong, batinnya berseru. Tapi mana mungkin dia teriak lancang tuduh juwita berbohong?

Yang ada, acap kali berhalanya berbohong, majenun akan tetap percaya, sekalipun bohongnya tidak masuk akal.

Jadi dia cuma diam lagak anjing patuh, diam di sana sampai majikannya hilang dari pandangan.

Minda jatuh pada lirikan sinis lalu juwita. Ahhh, bikin tegang, batinnya. Tatapan itu juga pernah juwita layangkan padanya silam, kala mereka masih berdua. Rindu berat dengan sentuhan dan sadis adiratnanya si majenun ini.

Kata orang jaman sekarang, majenun sedang budak cinta. Dengan juwita, dengan adiratna, bentalanya dari kapan lalu. Hanya puan itu.

Tapi katanya jua, budak cinta sesuatu yang buruk. Lalu kenapa? Jadi budak seks atau budak cambuk pun majenun suguh badannya secara cuma-cuma.

Sudah dibilang, dia memang hilang akal dan bebal.

Padahal sudah dibuang.

Majenun kini menerawang. Cara apa yang harus ia gunakan, untuk rebut perhatian juwita.

Tapi mindanya kosong melompong.

Malah terbawa pawana, membuntang penuh masa lampau.

Majenun menutup mata, pasrah akan memoir yang kurang ajar membedah pikiran.

Majenun itu tertawa,

majenun itu, Carsten namanya. Tengah tertawa miris, lalu bersenandung nada yang pernah ia nyanyikan bersama berhalanya.

Sea Behind UsWhere stories live. Discover now