07. Senjata Makan Tuan

20K 2.3K 33
                                    

"Aku takut kalau aku jatuh cinta padamu Tadz."
.
.
.
Happy reading.

Apa kamu bilang?" tanya Ustaz Azril yang mendengar gumaman Ima.

"Salah denger kali," cetus Ima.

"Apa kamu bilang?" Tanya Ustad Azril lagi, mungkin sedang dalam mode budek.

"Salah denger kali!" Ima mengeraskan suaranya.

"Yaudah sana buruan, lelet," sindir Ustaz Azril.

Ima sungguh sebel dengan manusia laknat itu, bisa bisanya dia bilang lelet padahal ini juga salahnya. Ima mengentak-ngentakkan kaki, sementara Ustaz Azril hanya terkekeh. Namun, saat Ima mengentakkan malah keseleo.

"Aish, sakit bangke. Lah bodo ah nanti juga pulih."

Di dapur, mbak-mbak lainya sudah sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing. Ima bergegas membuat kopi dan menyelesaikan takziran hari ini.

Ia membuatnya sesuai takaran yang biasa ia siapkan untuk Pak Parjo dan Daniel. Dua sendok kopi dan satu sendok gula. Setelah selesai ima menghantarkannya untuk Ustadz Azril sambil dengan pincang, Ia memberikan kopi kepada Ustaz Azril.

"Ini kopinya. Takaran nya sama kek Daniel, dua sendok kopi dan satu sendok gula."

"Saya gak suka kopi yang banyak."

"Coba dulu, Taz."

"Enggak," tolak Ustaz Azril mentah-mentah.

"Ayolah Taz,, nanti kalau nggak enak aku buatin lagi."

"Hm." Mendengar penawaran itu, Ustaz Azril menyeruputnya secara perlahan, lalu menatap Ima. Setelah itu diseruputnya lagi.

"Pahit. Saya gak suka, bawa aja ke dapur!"

"Bukannya kopi pahit ya, Taz? Biasanya cowok-cowok suka pahit." Ima sungguh heran dengan tingkah Ustaz Azril yang tidak lazim mulai dari minta es teh hangat tadi.

"Tapi saya nggak!"

"Sesuai omongan kamu, buatkan saya yang baru!" Lanjutnya lagi.

"Tapi nanti kalau nggak di minum lagi mubazir dong Taz?" tanya Ima dengan raut wajah gelisah.

"Iya." Jawab Ustad Azril dingin.

"Yaudah, kesukaannya ustadz gimana?" Tawar Ima.

"Kamu santri pertama yang saya suruh buatkan kopi, untuk seterusnya kamu yang buatkan!" Putus Ustad Azril.

"Tapi Tadz?" tanya Ima ragu.

"Kamu mau nolak permintaan saya?" Ustad Azril menatap nya dengan wajah tegas.

Ima langsung takut dan memilih menurut saja. "Ah. Tidak tidak, lalu takarannya?"

"Satu sendok kopi, dua sendok gula. Ingat kopinya sedikit, jangan banyak-banyak, usahakan manis."

"Siap Ustadz."

Setelah itu Ima pergi ke dapur, tapi jujur kaki nya masih terpincang dan lebih sakit dari pada yang tadi.

"Loh Mbak, kok kopinya gak di minum?" Tanya Ana-salah satu santri yang berada di dapur.

"Udah. Tapi salah, di suruh buat lagi."

"La terus ini di kasih siapa Mbak?"

"Nggak tau deh, mana lagi udah di seruput." Ucap Ima dengan wajah cemberut.

"Wah, sini saya obralkan."

"Assalamualaikum Mas Pondok".

"Wa'alaikumus salam, iya  Mbak?"

Imam Impian (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang