Epilogue

253 33 4
                                    

BANGKOK, THAILAND
Bright's Photo Studio & Exhibition
A Few Months Later, 03.30 PM

Sudah berbulan lamanya sejak sosok pemakai beanie pisah jalan dengan si patissier muda, Win Metawin, di Jepang. Keputusan itu adalah yang terbaik, dan komitmen juga terucap ketika keduanya saling melambaikan tangan di Bandar Udara Kagoshima. Mimpi-mimpi dalam angan yang belum kesampaian, harus mereka kejar. Perlu hal bernama konsisten dan fokus dalam melakukan.

Win dan Bright jarang sekali bertegur sapa di cakap online. Bertemu saja tidak pernah, walaupun sebenarnya mereka tinggal di satu kota yang sama. Tidak ada yang tahu jika mungkin saja pernah bersinggungan, atau setidaknya melihat dari jauh sosok bersangkutan.

Tetapi, kedua hati sudah telanjur percaya bahwa akan ada waktu di mana mereka bertemu kembali, saling jumpa dalam ruang waktu yang sama. Entah bagaimana caranya.

Nama 'Bright Vachirawit' bagi kalangan pegiat seni foto, tidak dianggap asing lagi.

Si fotografer sudah lebih dari sekedar mewujudkan impiannya. Tidak hanya membuat ekshibisi khusus untuk projek, namun juga punya studio foto sendiri—terlaksana di tempat itu. Segala interior hingga eksterior disulap sedemikian rupa agar menarik perhatian awam untuk datang dari segala kalangan, tidak hanya sebatas penggemar karyanya saja.

Pameran baru saja diakhiri setengah jam yang lalu, dan saat ini masuk ke acara terakhir dan paling ditunggu-tunggu. Adalah pelelangan foto-foto berpigura, hasil potret eksklusif yang tidak termasuk dalam dua projek benua, Asia dan Eropa. Belum pernah dipublikasikan sebelumnya di platform mana pun. Tersimpan saja dalam memori data milik Bright sendiri.

Bright dibantu oleh satu senior masa kuliah bernama Tawan, juga seorang fotografer dalam studio naungannya.

Acara berlangsung sangat ramai, dengan vokal cuap semakin nyaring tiap kali foto pigura baru ditarik kain penutupnya oleh Tawan, selaku pembawa acara. Bright sendiri sebagai pemilik karya, menyimak di sisi kiri pigura dengan pandangan tidak lepas mengarah ke setiap penjuru ruangan seraya tersenyum lebar.

Ada sekitar 9 foto kemudian, barulah si fotografer meraih mikrofon untuk berbicara singkat perihal karya terakhir yang akan dilelang. Bright berkata, pigura selanjutnya ini memiliki makna spesial untuknya. Itulah alasan kenapa diletakkan paling akhir. Bagi siapa pun yang berhasil mendapatkannya nanti, dia adalah orang yang beruntung.

Kalimat-kalimat Bright dengan mudahnya membuat pengunjung tersugesti sedemikian rupa. Karena ketika kain penutup dibuka oleh dirinya sendiri, semua insan di ruangan terpukau melihatnya—bahkan Tawan juga.

Sebuah foto candid bentuk lanskap siluet seseorang dengan latar belakang panorama kota Kagoshima menjelang malam, cahaya lampu perkotaan berpijar sempurna, terlihat jelas pula bayang-bayang Sakurajima. Guguran bunga sakura juga ikut tertangkap kamera.

Sama sekali tidak mengherankan kalau selang 5 detik kemudian, ucap nilai-nilai uang segera dilontarkan dari banyak mulut. Angka pertama dimulai dari 3.500 baht (1,5 juta rupiah), lalu naik lagi 10.000 baht (4,3 juta rupiah), semakin besar ke nomor 15.000 baht (6,4 juta rupiah), kemudian terhenti di 20.000 baht (8,6 juta rupiah).

Tawan bertanya menggunakan mikrofon, apakah ada yang masih berani menawar lebih tinggi dari angka terakhir. Para penawar mulai was-was dan bimbang, bisikan antar lidah saling menimang yang lebih tinggi. Bright memutuskan untuk memberi mereka waktu 1 menit. Jika waktu sudah habis, dan tidak ada lagi yang bisa menawar lebih tinggi, maka nomor 20.000 baht menjadi final dalam pelelangan ini.

Selagi menunggu, fokus mata Bright tertuju pada foto di depan. Dia tahu siapa sosok di balik siluet itu. Adalah sang tour guide-nya selama di Kagoshima.

SECRET HEAVEN OF KAGOSHIMA • brightwin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang