TWENTY SEVEN - INTERROGATION

210 39 3
                                    

Moza berhasil pulang sendirian setelah pemeriksaan di rumah sakit berjalan lancar. Menggunakan jasa tukang ojeg pangkalan, Moza meminta di turunkan di sebuah supermarket dekat perumahan tempat tinggal Arthur dan Elang untuk kemudian berjalan kaki melanjutkan perjalanan.

Pintu di bukakan setelah beberapa kali ketukan. Alexa membantu Moza duduk di sofa ruang tamu yang terlihat lenggang.

"Gimana hasilnya?"

"Nggak ada luka serius, nggak ada yang retak , dan nggak ada yang patah. Selain jidat yang di perban, nggak ada luka lain. I'm fine!"

Moza menjawab pertanyaan Alexa yang ikut duduk di sampingnya. Wajah cemasnya sangat kentara. Gadis itu kemudian mengangguk mengiyakan.

"Kemana yang lain?" Kini giliran Moza yang penasaran melihat suasana penuh ketenangan yang ada di hadapinya. Beberapa jam lalu suasana tegang susul menyusul, tapi kini... Sungguh di luar dugaan.

"Dafa lagi interogasi Fero sama dua orang lainnya di ruangan samping. Bang Arthur ngawasin dari dapur."

Alexa menunjuk lorong di samping kanan. Moza berjalan, penasaran. Sebuah ruangan dengan pintu tertutup rapat. Ia yakin Dafa ada di dalam sana. Menengok ke sisi kanan, ia melihat Arthur duduk tenang tengah fokus dengan laptop di atas meja makan. Pandangannya tak teralihkan. Moza menghampiri laki-laki tersebut dan segera memasang headset ke telinga kanannya, ikut menyimak percakapan. Alexa menyusul keduanya, menyaksikan suasana penuh ketegangan di dalam sana.

Ruangan berukuran empat kali lima meter tersebut hanya berisi satu lemari penuh barang, satu meja panjang dan empat kursi yang kesemuanya telah di isi. Dafa duduk sendirian menghadap tiga laki-laki yang setengah sadar. Kamera cctv tersembunyi di letakkan di sudut atas, menyatu dengan AC yang terpasang.

"Gua ulang sekali lagi. Barang yang lo lo pakai ini, pemasoknya siapa?" Telunjuk Dafa di arahkan ke bungkusan berisi bubuk putih di atas meja.

"Lo nggak bakalan dapet apa-apa sebelum lo juga ngaku, lo itu siapa!"

Laki-laki yang duduk di tengah-tengah ikut nyerocos, menuntut identitas dari orang yang berani mengganggu aktivitas haramnya dan menculiknya ke tempat yang tidak ia kenali sama sekali.

"Yang barusan ngomong namanya Dewa Arjuna. Orangtuanya anggota dewan. Dia pasti tahu protokol penangkapan, makanya ulet nggak mau ngaku melihat cela dari interogasi yang di lakukan Dafa tidak seperti umumnya."

Moza mengangguk mendengar ucapan Arthur.

"Kalau yang duduk di ujung kanan, Petra Vadilio. Sedari tadi belum ngomong, sama kayak Fero."

Moza menatap layar monitor, Fero yang duduk paling kiri menghadap Dafa. Ia terlihat menunduk. Raut menyesal bisa di tangkap oleh pandangan Moza.

Interogasi di lakukan Dafa dengan pertimbangan, wajahnya masih asing bagi ketiga targetnya daripada kelima rekanya yang telah masuk ke lingkungan Budi Bangsa.

"Oke!" Dafa bangkit berdiri. Ia mengitari ketiga laki-laki di depannya. Tangan ketiganya masih tertali, tapi penutup mata mereka sengaja dilepaskan.

"Kalau kalian nggak mau ngaku, nggak masalah. Semua bakal kebongkar. Tapi kalau sampai kalian ngomong tentang interogasi ini, bahkan sama semut di deket bantal tidur kalian, bukti rekaman pas kalian lagi pesta sabu bakalan kesebar ke medsos. Be careful boys, I'll be watching you'll."

Dafa mengangkat tangan kanannya yang sedang menggenggam ponsel dengan video ketiga laki-laki di depannya ini tengah bergantian menghisap sabu yang sempat Alexa ambil sebelum membuat ketiganya pingsan tadi. Ia berjalan mundur menuju pintu keluar. Dan ketika telapak tangan Dafa telah menyentuh gagang pintu bersiap untuk keluar, teriakan Fero menahan langkah laki-laki tersebut.

Speak The TruthWhere stories live. Discover now