[13] mixed signals

7 4 0
                                    

Kebiasaan Lula sehari-hari akhir-akhir ini adalah main kucing-kucingan sama Gazza. Kalau Gazza ke kantin sama Erita atau makan siang sama teman-temannya yang lain, Lula langsung balik ke kelasnya. Kalau Gazza nongkrong di pinggir lapangan sekolah, Lula lebih memilih putar balik lewat jalan belakang sekolah. Pokoknya jangan sampai berpapasan dengan Gazza.

Karena, tiap Lula lihat Gazza, dengan bodohnya Lula malah teringat dengan artikel yang salah dikirim Naomi beberapa hari lalu.

Hal yang kamu rasakan saat sahabat berubah jadi cinta. Haha, bercanda?

Dan bagian terburuknya adalah, kenapa harus Gazza yang terlintas?!

Oh, sepertinya Lula terlalu banyak menatap wajah sahabatnya lewat foto yang sengaja dijadikan lockscreen oleh Gazza sendiri di HP Lula. Lula harus segera menggantinya. Wajahnya sudah sangat mengganggu.

Tapi, bagaimana pun Lula berhasil menghindari Gazza beberapa hari belakangan ini, saat minggu pagi memang satu waktu yang tak bisa lagi dihindari oleh Lula. Saat Gazza sudah berteriak memanggil Lula di depan rumahnya, sambil membawa sepeda.

Memang rutinitas Gazza dan Lula setiap minggu pagi, bersepeda keliling-keliling kota. Niatnya, sih, olahraga tapi setiap lihat gerobak dagangan di jalan, mereka belok. Awalnya bawa sepeda sendiri-sendiri, tapi Lula selalu mengeluhkan Gazza yang mengayuh sepedanya lambat sampai tertinggal jauh di belakang Lula. Jadi sekarang bocengan aja, pakai sepeda Gazza, tapi Lula yang ngeboncengin di depan. Lula kesasl, sih, Gazza lelet banget.

"La, kok masih goleran, sih? Udah ditungguin sama bijian lo tuh di depan." Raven tiba-tiba buka pintu kamar Lula, gak pakai ketok pintu, salam, permisi dulu. Memang sopan sekali abang yang satu ini.

"Males. Suruh pergi aja." Bukannya bangun, Lula malah menaikkan selimutnya sampai menutupi seluruh tubuhnya.

Raven bingung, soalnya tidak biasanya Lula begini. Sengantuk-ngantuknya Lula, kalau sudah diteriakin sama Gazza dari depan pagar, Lula selalu langsung bangun.

"Kenapa? Lagi berantem ya lo sama Gazza?"

"Enggak. Males aja."

"Kalo emang ada masalah ya diselesaiin, La."

Lula menurunkan selimutnya, lalu menatap kesal pada abangnya, "Apaan, sih, gak ada masalah kok. Udah deh, abang keluar aja!"

Raven cuma mengendikkan bahunya, "Terserah lo deh. Kasian tuh Gazza, udah ganteng banget, masa gak lo temuin."

Gak percaya. Sepagi ini Gazza pasti belum mandi. Tapi, ya memang dari sananya sudah ganteng, sih. Gazza pernah gak mandi empat hari gara-gara cuaca lagi dingin banget, hujan setiap hari gak berhenti bikin males mandi, ya biasa aja tuh penampilannya, cuma agak kucel dikit aja.

Dan saat Lula baru mau kembali memejamkan matanya, suara dering dari HPnya berbunyi dan menampilkan nama Gazza di layar HP Lula.

Niatnya mau dimatiin, tapi jarinya Lula kepleset malah diangkat.

"LULAAAAA! Masih belom bangun ya lo? Gue tungguin di depan ini, ayo nyarap bubur. Gak usah mandi. Cepetan!"

Dan panggilan itu terputus sepihak.

Gazza memang suka seenaknya. Siapa dia, sih, kok enteng banget nyuruh Lula buat ngelakuin ini itu tanpa meminta persetujuannya dulu tanya bertanya, apa Lula mau.

Lula ngomel-ngomel, tapi badannya tetap menyingkir dari kasur dan jalan ke kamar mandi buat sikat gigi, cuci muka, lalu pamitan sama ibu yang lagi bikin kopi buat bapak.

"Ibu, Lula keluar dulu ya, mau jalan sama Gazza."

Sebenarnya bukan karena Lula yang selalu menurut pada Gazza, bukan Lula yang selalu mengiyakan apa pun permintaan Gazza. Hanya saja, apakah menghindar memang solusi yang tepat dari risaunya belakangan ini? Semakin Lula menghindar, bukahkah secara tidak langsung Lula mengakui segala hal yang berusaha ia tampik selama ini? Jika memang ia memiliki rasa untuk sahabatnya?

Kalau memang tidak, mengapa harus menghindar sampai sebegininya?

Lula dan Gazza baik-baik saja. Lula dan Gazza masih sebatas teman. Tidak akan ada yang berubah.

"Gue tau kalo lo bakal keluar cuma pake kaos sama celana training," Ucap Gazza begitu Lula menutup pagar rumahnya, "Nih.."

Lula cuma menatap bingung pada hoodie putih yang Gazza sodorkan padanya. Sebuah hoodie dengan hiasan telinga kelinci panjang di tudungnya. Sama persis dengan hoodie hitam yang Gazza kenakan.

Jangan mengira kalau Lula dan Gazza sengaja membeli hoodie couple, sepasang ini mereka dapatkan waktu menang lomba whisper game waktu 17an. Dipakai malu, gak dipakai sayang. Tapi akhirnya dipakai juga, sering barengan lagi.

"Dingin, nanti lo masuk angin."

Lula, iya iya aja.

"Mau makan bubur di mana?"

"Di depan aja lah, males jalan jauh."

Gazza ngangguk-ngangguk aja.

"Naik."

Lula langsung mendorong Gazza yang duduk di boncengan depan sepeda, "Minggir, lo lelet kalo ngayuh."

"Biar gue yang ngebonceng. Lo keliatannya masih ngantuk, gue gak mau nyusruk ke tempat sampah kayak dulu ya."

Lula malas debat, jadi langsung naik aja ke sepeda.

"La, lo kalo ada masalah, bilang ya sama gue."

Satu kalimat yang tiba-tiba diucapkan Gazza di antara keheningan keduanya sepanjang jalan. Satu kalimat yang langsung menarik atensi Lula. Entah mengapa, tubuhnya meremang seketika.

Seakan Gazza mengetahui bagaimana suasana hatinya.

"Apaan, sih.."

Gazza masih menatap lurus ke depan lalu mengendikkan bahunya, "Mungkin cuma perasaan gue aja, tapi, akhir-akhir ini, lo beda."




september song

September SongWhere stories live. Discover now