Part 01. Sebuah Penghianatan

760 24 28
                                    

#FestivalMenulis
#FCP
#Dayke-1
#SebuahPenggianatan
#1022Kata

Pagi yang begitu cerah, Aliza membuka pintu utama lantai atas. Berdiri sebentar di teras sambil merentangkan kedua tangan dan menghirup udara dengan tamak, mengisi paru-paru yang tadinya seperti terkontaminasi oleh dada yang sesak. Setelah puas, barulah Ia turun kebawah untuk menikmati sarapan paginya.

"Mamah, pergi dulu ya!" ucap seorang perempuan cantik berusia 45th, seraya mencium kening putrinya.

"Tapi Mah, Lisa mau ...." belum selesai gadis itu berbicara sudah di pangkas oleh Vina Adiguna.

"Mamah buru-buru sayang, Aliza Wa saja jika perlu apa-apa." ucapnya tersenyum dan berlalu dari hadapan putrinya.

"Papah berangkat, ya!" lanjut seorang pria seraya berdiri mengenakan jas berwarna coklat muda, dan membelai kepala Liza.

Gadis berparas cantik itu, tak pernah kekurangan materi namun semenjak kecil Ia kehilangan perhatian dari kedua orang tuanya. Ia bahkan lebih dekat dengan Bi Imah pengasuh dan pengurus rumahnya sejak dua belas tahun lalu.

Apa saja yang gadis itu minta semua akan di turuti oleh kedua orang tuanya. Namun mereka tak pernah meluangkan waktu bersama putri kecilnya yang kini tumbuh menjadi dewasa. Gadis itu tak merasakan bahagia yang utuh layaknya gadis seusianya, Ia merasa iri dengan teman dekatnya yang mempunyai keluarga sangat perhatian.

Keempat kakak Aliza tidak tinggal bersama, mereka semua sibuk dengan pekerjaan dan kuliahnya masing-masing. Denis Adiguna, anak pertama dari keluarga Adiguna sudah menikah dan tinggal di luar kota. Dia adalah satu-satunya kakak yang manaruh perhatian terhadap adik perempuan satu-satunya.

Adiguna seorang kontraktor, Ia sibuk dengan beberapa proyek besarnya, sementara Vina istri Adiguna menjadi kepala bagian di salah satu perusahaan swasta. Kesibukan mereka sejak dulu membuat rumah besar dan mewah itu bak sebuah pemakaman, sepi.

"Non, jangan melamun pagi-pagi pamali." ucap perempuan separuh baya itu mengagetkan Liza.

"Bi, tolong bereskan!" ucap gadis berusia 19th yang baru saja masuk perguruan tinggi negri itu berlalu.

"Kok nggak jadi sarapan, Non?"

Aliza tak menjawab, Ia pergi ke kamar mandi dan berkemas, seperti biasa Ia meninggalkan rumah untuk mencari kesenangan diluar sebagai pelampiasan kesepiannya. Gadis itu melaju dengan mobil jazz berwarna merah hadiah ulang tahun dari papahnya.

Gadis cantik berambut hitam lurus itu berteman baik dengan Susi, seorang gadis pemandu lagu di salah satu tempat karaoke yang Ia kenal di sebuah halte bus kota sewaktu Aliza pulang dari kampus. Ia kerap menghabiskan waktunya di tempat kerja Susi, setelah Ia mendapati Edo kekasihnya tengah bermesraan dengan sahabatnya.

***

Adakah arti diri ini untukmu?" tanya Aliza dengan mata memerah menahan amarah.

"Cukup, All, Aku minta maaf, Aku nggak akan bisa membersamaimu. Fara ... Fara ...." ujar Edo ragu, seraya meraih tangan Aliza.

"Kenapa, Fara?" tegas Gadis bercelana jeans dengan sepatu cat berwarna putih yang berdiri di hadapan Edo.

"Gue, hamil!" Saut seorang perempuan yang tiba-tiba datang dari belakang Aliza.

"Cukup!" Aliza menepis dengan keras tangan kekasihnya yang mencoba meraih tangannya.

"Kau ...." Aliza tak meneruskan kalimatnya. Tanpa memperdulikan Edo, Ia pun berlalu menuruni tiap anak tangga.

"All, Alizaaa!" tak didengarnya panggilan Edo.

Aliza melajukan mobilnya membelah jalanan yang terbilang lengang dijam-jam kantor seperti itu. Diinjaknya pedal rem dengan kuat hingga menimbulkan suara decitan saat tak sengaja Ia hampir menabrak seorang penyebrang.

Tak digubrisnya makian juga bentakan dari para pejalan kaki. Dengan emosi yang masih membuncah, Aliza kembali melajukan mobilnya menuju sebuah tempat karaoke.

"Anak bau kencur, mau apa kamu kemari?" tanya Susi seraya menyalakan korek gas dan membakar sebatang rokok yang tertancap di mulutnya.

"Huuu ... huuu ... Sahabat Gue, brengs*k! Dia hianati Gue, huu ...." Aliza tak kuasa menahan tangisnya.

"Lantas, apa yang mau Lue lakuin?" tanya pemandu lagu itu seraya mengembuskan asap rokok kedepan muka Aliza.

"Gue butuh ketenangan! Gue mau masuk ngeroom, Lu harus temenin Gue!" pinta Aliza seraya mengeluarkan dua puluh lembar uang kertas berwarna merah dan menaruhnya di tangan Susi.

"Kau?" Susi membola melihat gadis dihadapannya mengeluarkan uang sebanyak itu.

"Kenapa? Kurang? Pegang dompet Gue, ada atm dan kartu kredit disini" ucap Aliza seraya menyerahkan dompet berwarna hitam miliknya.

"Nggak perlu, Lu pegang aja." ucap Susi seraya meraih tangan Aliza dan mengajaknya masuk kedalam sebuah ruangan.

Mereka pun menghabiskan waktu di ruangan itu, Susi menyuguhkan minuman keras untuk gadis polos itu. Gadis itu sangat menikmati hingga tak sadarkan diri karena terlalu banyak minum.

"Bang, tolongin Gue dong!" ucap Susi pada salah seorang keamanan disana seraya memapah Aliza keluar dari tempat tersebut

"Nggak usah, lepas! Gue bisa jalan sendiri!" ucap Aliza mencoba melepaskan diri.

"Gue anter Lu pulang, Lu mabok All. Kasih tau aja alamat rumah, Lu." pinta Susi, "Bang, tolong anterin Gue, ya! Gue nggak bisa nyetir." lanjut Susi.

setengah jam kemudian mobil itu pun sampai di sebuah alamat yang Aliza sebutkan.

"All, bangun All! Serius ni rumah, Lu?" ucap Susi tak percaya.

Aliza menjulukan tanganya dari samping kursi kemudi dan menekan tombol plakson beberapa kali-kali kemudian keluar dari mobil merah itu, hingga seorang perempuan paruh baya keluar dari dalam rumah itu.

"Non Aliza! Ya Alloh Non, kenapa ini?" Perempuan itu memapah Aliza dibantu Susi menuju kamarnya.

Mereka membaringkan gadis cantik dengan rambut terurai itu.

"Bi, dimana orang tua Aliza?" tanya Susi penasaran.

"Mereka belum pulang Non." jawab Imah seraya melepas sepatu anak majikannya.

Susi melihat kesekitar kamar itu, kamar yang cukup luas dengan desaign warna yang elegan, ada televisi layar datar berukuran 42inc diatas lemari rak bermotif unik berhadapan dengan sofa santai di samping ranjang indah itu.

"Non, sebaiknya Non tidur disini ya! Nemenin Non Aliza kasian, Dia kesepian. Tuan dan Nyonya tak pulang hari ini mereka sedang berada di luar kota." pinta Imah.

Susi mengangguk tak kuasa menolak permintaan perempuan yang menggenakan daster itu.

"Non, kamar mandi ada di sebelah sana ya, baju Non Liza ada di dalam lemari itu, Non Susi ambil saja, ya!"

Lagi-lagi Susi tak menjawab. Gadis itu rupanya masih tak percaya dengan Aliza, gadis cantik anak orang kaya.

"Setelah mandi, Non Susi makan malam dulu, ya! Bibi sudah siapin di meja makan. Bibi keluar dulu ya Non." lanjut Imah seraya berpamitan.

"Ii-iya iya Bi, makasih ya Bi." jawab Susi menyuguhkan senyum.

"Sama-sama Non." Imah keluar dan menutup pintu kamar tersebut.

Selepas makan malam, Susi meminta Imah menemaninya berkeliling melihat sekitar rumah Aliza seraya mencari tau tentang kehidupan gadis berparas cantik yang baru di kenalnya dua minggu yang lalu.

TURUN RANJANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang