18. Jangan Bertanya

2 0 0
                                    

Pernah kau merasa muak? Pada segala tanya yang dilayangkan para masyarakat? Mungkin... pernah. Aku juga begitu, sehingga perlahan-lahan aku mulai takut pada pertemuan dengan manusia lainnya di dunia. Aku takut ketika mereka bertanya:

"Kuliah di mana? Kok gak di kampus Y?"

"Sudah semester berapa?"

Pertanyaan serasa seperti sesuatu yang mengadili. Rasanya seperti aku mengadili dengan segala sesuatu yang ada di kepalaku sendiri. Apakah aku melewatkan sesuatu ketika tidak berkuliah di sana? Apakah aku sudah bisa menghasilkan uang dengan status saya sebagai mahasiswa tua? Apa yang aku punya dan hasilkan?

Aku mengecap diriku sebagai orang yang payah, hanya karena pencapaian-pencapaian yang terlihat oleh mata dan didengar dengan telinga. Aku mulai jahat kepada diriku sendiri, hanya karena pertanyaan. Padahal orang lain tidak tahu apa-apa, kan? Sekalipun dia orang terdekat, seperti status ibu dan anak atau ayah dan anak yang aku miliki dengan kedua orang tuaku. Mereka tetap tak mengenaliku dengan baik. Apa kau juga merasa begitu?

Ini adalah sebuah kesalahan... padahal aku sudah hidup berkat diriku sendiri. Berkat kemampuan yang aku punya sampai saat ini. Aku juga yang menguatkan diri sendiri saat mulai goyah dengan putusan yang kujalani. Aku yang menghibur diri sendiri hanya karena tak sesuai dengan ekspektasi di sini.

Tarik napas... hembuskan

Tarik napas... hembuskan

Tarik lagi... dan hembuskan

"Saya berkuliah di kampus X"

"Sekarang saya semester akhir"

Semuanya baik-baik saja. Tak ada yang perlu ditakutkan. Mereka hanya bertanya dan aku menjawab. Aku bukan ada untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan dunia. Tapi aku ada karena aku ada. Aku akan baik-baik saja.

Denting KepalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang