Kedok Almira

390 22 1
                                    

Yusuf mondar-mandir di depan meja kerja. Beberapa hari ini, ia sibuk memikirkan perkataan Shafira. Bahkan, demi bisa menemukan teka-teki itu, Yusuf memilih untuk tidak tidur dengan kedua istrinya.

Dalam benaknya dipenuhi tanya, apa yang sebenarnya sedang terjadi dalam rumah tangganya? Bukankah kehidupan mereka baik-baik saja? Kedua istrinya pun akur, tak pernah sedikit pun terdengar bertengkar.

Bimo masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dulu. Lelaki itu menggeleng singkat, saat melihat sahabatnya bolak-balik tak tentu arah, seperti orang yang tengah kebingungan.

"Apalagi yang sedang mengganggu pikiranmu, Bro? Seharusnya hidupmu bahagia. Harta melimpah, perusahaan milik sendiri, dan memiliki dua istri yang sangat aduhai."

Sepertinya Yusuf baru menyadari kehadiran Bimo di sana. Lelaki itu tampak terkejut, dan mundur beberapa langkah dari tempatnya berdiri.

"Dari kapan kamu ada di sini?" tanya Yusuf.

"Lima menit yang lalu!" jawab Bimo seraya duduk di sofa yang ada di ruangan itu.

"Kebiasaan, tak pernah mengetuk pintu terlebih dulu. Bagaimana kalau aku sedang ninu-ninu bersama wanita? Apakah kamu akan langsung menontonnya, huh?" tanya Yusuf kembali.

"Kalau itu sampai terjadi berarti kesempatan emas untukku. Pasti akan kusiarkan langsung agar semua karyawanmu tahu kelakuan bosnya. Awas saja kalau sampai cari istri ketiga! Istri dua saja bikin kamu linglung seperti itu, apalagi kalau tiga istri! Bisa-bisa nanti rambutmu botak!" ucap Bimo seraya tertawa puas.

"Memangnya kalau botak, kamu mau apa, huh?"

"Aku sama Aldo akan menyanyikan khusus lagu 'gundul-gundul pacul' untukmu. Haaa!"

"Dasar! Sahabat apa kayak gitu!"

"Makanya dua istri lebih baik!"

Yusuf langsung menimpuk Bimo pakai buku. "Lagi pula siapa yang mau punya tiga istri, hah? Dua saja bikin otakku berasa mau pecah, apalagi kalau sampai nambah. Masuk ruang operasi kayaknya."

Bimo tertawa terbahak-bahak. "Mending kalau hanya masuk ruang operasi, kalau sampai innalillahi, gimana?"

Yusuf kembali melempar buku ke arah Bimo. "Kurang ajar, kamu mendoakanku cepat mati, hah?"

"Haaa, itu misalnya, Bro! Ada untungnya juga, sih, kalau kamu cepat mati. Aku dan Aldo bisa menikahi istri-istrimu. Kami akan cepat mengakhiri masa jomblo!"

Yusuf langsung menghampiri Bimo. Lelaki itu melayangkan pukulannya ke arah sahabatnya itu. Dengan gesit, Bimo menghindar dari serangan Yusuf.

"Becanda, Bro!"

Yusuf langsung duduk di samping Bimo. Lelaki itu menyandarkan kepalanya di sofa. "Aku yang tak paham wanita atau memang mereka yang terlalu banyak maunya? Lama-lama aku bisa gila, memikirkan teka-teki ini."

"Ada apa lagi dengan mereka? Siapa yang kali ini berbuat ulah?"

Yusuf menceritakan semua yang dikatakan Shafira pada malam itu. Sebagai pendengar yang baik, Bimo menyimaknya dengan seksama.

Bimo terkekeh. "Yaelah, Bro! Menurutku itu hal yang sangat wajar. Saat kamu menempatkan dua orang wanita dalam satu atap yang sama, hal seperti itu pasti akan terjadi. Ingat! Dua orang yang berbeda itu sifat, sikap, watak, dan karakternya tidak akan sama."

"Maksudmu?"

"Tanyakan langsung pada dirimu sendiri, Bro! Pastinya kamu sudah mengenal jauh, bagaimana karakter istri pertama dan keduamu itu."

"Baik semua!"

Bimo menggeleng singkat, lalu menepuk jidat Yusuf. "Tentu saja keduanya baik di depanmu, tetapi di belakangmu? Sudah kukatakan beda kepala, beda juga kepribadiannya."

"Lalu soal masakan yang dikatakan Shafira itu bagaimana?"

"Hah, begini, nih. Kalau memutuskan untuk poligami tanpa tahu ilmu di dalamnya. Aku tanya deh, apa tujuanmu memutuskan untuk berpoligami? Anak, cinta, atau nafsu?"

"Tentu saja semuanya!"

"Hah, berarti sekarang kamu ubah tujuannya. Kamu berpoligami hanya karena menginginkan kehadiran anak untuk meramaikan rumahmu. Berbuat adil pada kedua istrimu, dan perhatikan keduanya. Perhatikan di sini ada dua macam. Perhatikan dari dekat dan juga dari jauh!"

"Kenapa kamu pintar, Bim? Padahal kamu belum pernah menikah."

"Jangan salah, Bro! Walaupun jomblo, aku banyak membaca tentang ilmu pernikahan, ilmu cara memahami wanita dari dasar hatinya, dan ilmu agar bisa berbuat adil berpoligami. Siapa tahu, nanti aku mengikuti jejakmu memiliki dua istri. Haha!"

Yusuf mengusap kasar wajahnya, lalu menimpuk Bimo dengan bantal. "Tidak usah ditiru! Satu istri lebih baik."

****

Di sebuah bar, enam orang pria dan wanita tengah mabuk berat dalam satu meja. Beberapa botol minuman sudah kosong. Namun, tampaknya mereka belum puas. Salah satu dari mereka, memanggil pelayan dan meminta kembali mengantarkan beberapa botol minuman ke meja mereka.

"Kita gila-gilaan malam ini! Bersulang!" teriak salah satu wanita yang berpakaian super ketat dan seksi.

"Tumben kamu keluar malam, biasanya kamu betah tinggal di rumah mewah milik suamimu itu! Melupakan kami yang sering menemanimu gila-gilaan seperti ini."

"Hust!" Sebelah tangannya melambai dengan lemah. "Akhir-akhir ini, suamiku sok sibuk! Dia tidak lagi perhatian padaku. Aku jenuh terus-menerus tinggal di rumah yang sepi seperti kuburan. Mendingan keluar, deh, cari udara segar. Mumpung laki sama bini tuanya udah pada sibuk di kamar masing-masing."

"Haa, dasar istri nakal!"

"Anehnya, kenapa aku belum juga hamil, padahal itu yang akan memperkuat cintanya Mas Yusuf padaku. Agar perempuan itu segera tersingkirkan dari kehidupan Mas Yusuf."

"Hhaa ... itu gampang! Cari saja lelaki yang mau nabung benih di rahimmu."

"Nabung benih?"

"Yapz ... nabung benih! Cari pria yang subur!"

"Tidak! Aku ingin benar-benar mengandung anaknya Mas Yusuf."

Wanita itu Almira. Sikap Yusuf yang dingin pada kedua istrinya, membuat Almira membuka topengnya.

"Ayo bersulang lagi! Masih ada 5 botol yang harus kita habiskan malam ini," ucap temannya Almira.

"No! Aku sudah mabuk berat. Aku harus segera pulang, sebelum Mas Yusuf dan nenek lampir itu mengetahui kalau aku tidak ada di kamar," ucap Almira.

"Nenek lampir, haa?"

"Iya, nenek lampir yang selalu merasa paling sempurna, dan pintar segalanya. Nenek lampir itu tidak tahu, kalau aku akan segera merencanakan sesuatu yang manis untuknya!" Almira tertawa puas. "Aku balik dulu, bye."

Dengan berjalan sempoyongan wanita itu ke luar dari bar, lalu berjalan sedikit menjauh, hingga menemukan taksi yang lewat.

"Taksi!" Almira langsung naik ke dalam taksi yang baru saja dicegatnya. Pening di kepalanya karena minuman keras, membuat wanita itu merasa mual. Ia menyuruh sopir untuk mempercepat laju kendaraannya.

Tak sampai menghabiskan waktu setengah jam, taksi berhenti di tempat tujuan. Almira turun, dan langsung mengendap masuk ke dalam rumah. Tiba-tiba pening di kepalanya semakin tak tertahan. Ia sempoyongan dan menabrak meja, hingga menjatuhkan sesuatu.

"Aww, mengapa aku bisa menjatuhkannya?" lirih Almira sembari memegangi kepalanya.

Wanita itu terkejut, saat lampu dinyalakan oleh seseorang.

"Almira!"

Yuk baca di youtube sudah part 45.🤗 Bisa dibaca gratis.❤

Bersambung ....

Satu Atap Dua CintaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant