Ch 160

134 40 0
                                    

'Yah, apa yang harus aku berikan padanya?'

Aku meninggalkan toko kue dan menderita dengan wajah serius.

(Menderita maksudnya mikir keras milih hadiah adrian)

"Kamu tahu, Adr ...... apa yang kamu lakukan?"

Ketika aku menoleh untuk menanyakan apa yang dia inginkan, aku melihat Adrian mengemasi lilin yang dibungkus krim.

"……Kenapa?"

Aku langsung menggelengkan kepalaku.

'Aku sebaiknya fokus memilih hadiah.'

Pangeran yang pertama kali merayakan ulang tahunnya dengan seorang teman, akan senang bahkan jika aku memberinya batu di pinggir jalan.

Adrian mengikutiku setelah membungkus lilin dengan sapu tangan dan memasukkannya ke dalam sakunya.

“Apakah ada tempat yang ingin kamu kunjungi?”

Adrian mengangguk ketika aku bertanya.

“Toko roti atau semacamnya.”

“Toko roti……. Ke mana orang-orang biasa pergi?”

“Ya, aku suka tempat yang hanya kamu yang tahu.”

Dia pasti sangat menyukai pengalaman biasa.

'Kalau begitu, mari kita lihat ...... ke mana harus pergi.'

Tanyaku pada Adrian sambil mengusap daguku dan merenung.

“Haruskah kita melakukan paket perjalanan biasa?”

(Paket perjalanan maksudnya rangkaian rencana perjalanan wisata //tour)

"Apa itu?"

“Nah, paket perjalanan yang selalu diinginkan para pengemis?”

Mata Adrian sedikit menyipit, mungkin karena tidak menyangka akan terlontar kata pengemis. Tapi saat mataku terus berbinar, dia tersenyum sedikit dan mengangguk. Aku tersenyum dan berkata, "Oke."

"Kalau begitu mari kita mulai perjalanannya, pangeran."

Adrian tersenyum ramah.

Pertama, aku menuju ke parlor dekat toko kue.

(Parlor= ruang tamu, salon. Aku bingung terjemahin apa, kalau salon biasanya diterjemahin sebagai perkumpulan sosial, jadi aku ragu gunain kata itu, ruang tamu rada aneh. Jadi tetap parlor aja, intinya itu toko)

Petugas parlor sedang meletakkan dagunya di atas meja tanpa bangun bahkan ketika dia mendengar suara gemerincing.

Adrian bertanya padaku.

"Untuk membeli pakaian?"

“Tidak, jubah.”

"Tapi ini bukan ruang ganti."

“Mereka membuat dan menjual jubah dengan sisa-sisa kain. Jadi sangat murah, tapi hangat dan cantik.”

Dia tidak tahu betapa aku ingin memiliki jubah seperti ini dalam hidupku sebagai seorang pengemis. Adrian berdiri tak bergerak dan bertanya saat aku pergi ke tempat di mana jubah itu diletakkan.

"……Bagus?"

Itu bisa terlihat seperti kain di mata sang pangeran saat dia tinggal di istana kekaisaran di mana orang-orang berpakaian mewah.

"Jika kamu memakai salah satu dari ini di musim dingin, anak-anak di sekitar sini akan iri!"

Anak-anak yang tinggal di daerah kumuh, tidak memiliki wali, miskin, dan kebanyakan sakit, mereka bahkan tidak bisa berpikir untuk membeli pakaian atau semacamnya.

Leblaine DubbledWhere stories live. Discover now