Tiga Belas

965 212 56
                                    

"One day you'll meet someone and for some inexplicable reason, you feel more connected to this stranger than anyone else."


Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


●●●●

"Kamu selalu buka toko sampai malem?"

"Iya, Buk."

Jihan menoleh pada sang ibu yang tampak tengah menguruti betisnya sendiri di kursi tunggal di sudut ruangan. Belakangan ini ibuk datang berkunjung jauh lebih sering. Setelah menemaninya kontrol bulanan, ibuk juga sering mampir saat anak-anak masih berada di florist. Seperti hari ini. Dan tentu saja, wanita paruh baya itu akan berakhir kelelahan sendiri sebab terlalu mengikuti keinginan cucu-cucunya.

Dave, Devan serta Bi Eni baru saja pulang setelah Dante menjemput mereka menjelang senja tenggelam. Jihan tetap nekat membuka toko seperti biasa meski semalam lalu ia baru saja terbaring di brankar rumah sakit akibat kelelahan. Tentu saja tidak ada satu pun dari ibuk atau Bi Eni yang mengetahui tentang hal itu sebab Jihan enggan membuat orang-orang di sekitarnya menjadi khawatir secara berlebihan.

Jihan masih merasa sanggup untuk bergerak hari ini, mungkin semalam ia hanya tengah berada dalam kondisi yang tidak fit. Begitu pikirnya.

Seluruh penerangan dalam toko bunga itu sudah menyala. Semula, Jihan sudah meminta ibuk untuk pulang sebelum larut agar setidaknya Jihan tidak perlu mencemaskannya yang harus menaiki kendaraan umum di malam hari. Namun ibuk bersikeras tinggal lebih lama untuk bermain dengan cucunya. Setelah meletakkan rangkaian bunga kering terakhirnya pada etalase, Jihan beranjak dari rak dan berjalan mendekati ibuk.

"Capek ya, Buk? Mau Jihan pijitin kakinya?"

"Eh—Jihan! Jangan jangan!"

Ibuk sudah buru-buru panik saat melihat putrinya hampir berjongkok di hadapannya. Lirikan protes bercampur khawatir ibuk tujukan pada putrinya itu hanya untuk Jihan menyadari betapa konyolnya perbuatannya beberapa detik yang lalu.

"Lupa ya kamu perutnya udah kaya mau meledak gitu?!" omel ibuk geram dengan kedua tangan menggenggam erat lengan sang putri—mencegahnya untuk berjongkok.

Jihan berakhir hanya haha hihi sebab tidak tau harus membalas seperti apa. Wanita itu ikut duduk di kursi seberang ibuk dan secara refleks ikut menguruti betisnya sendiri.

Memasuki usia kehamilan tua, Jihan akhirnya mulai kembali merasakan desakan yang menyesakkan di dadanya. Terkadang ia merasa sulit bernapas, berkeringat dan mulai kelelahan lebih cepat. Minggu lalu, ibuk datang dengan sebuah kursi setinggi bar untuk diletakkan di dekat meja kerja putrinya sebab wanita paruh baya itu tau jihan tidak akan mau membuang-buang uangnya untuk barang tertentu sebelum benar-benar merasa butuh. 

Mungkin ini yang dinamakan firasat seorang ibu, sebab kedua mata teduh ibuk jadi tidak berhenti menatap Jihan dengan bias meragu. Juga tidak absen-absennya bertanya pukul berapa Jihan akan menutup tokonya seharian ini.

Desiderari | Jung JaehyunWhere stories live. Discover now