Home Sweet Home

287 36 17
                                    

Berhenti di depan rumah kosong sebelum jembatan, Bumi berjongkok. "Bang, Lo pulang duluan aja sono!" perintahnya tanpa menoleh pada Banyu, masih serius mengeluarkan sebungkus ikan asin dari dalam kantong plastik belanjaannya.

"Nggak ah, gue mau tungguin Lo aja." sahut Banyu, diam berdiri di samping Bumi.

"Yaelah Bang, tenang aja gue nggak akan nyasar! Gue masih inget jalan pulang!"

"Ck! Bukan itu alasannya! Gue cuma mau lihat Wati!"

Mendongak, Bumi bertanya "Memang Lo bawa masker? Soalnya kalau Lo tiba-tiba pingsan gue nggak bakalan mau gendong Lo pulang ke rumah, ya paling-palingan nanti tau-tau Lo ditemuin di selokan! Jadi bangke!" 

"Jadi adek bisa berperikemanusiaan sedikit nggak?"

Bumi memasang wajah paling imut, menggeleng-geleng pelan dan mengatakan "Enggak..."

"Ooh gitu?" Banyu bersedekap dada, "Kalau gue sih nggak masalah, yang penting nanti Lo ambil semua buku tugas Lo dari kamar gue. Semua jawaban tugasnya dipikir sendiri ya adikku sayang?"

"Huaa jangan dong Bang!" merengek, Bumi menarik tangan abangnya "Tanpa Lo gue cuma butiran debu di kosen jendela kelas, Bang! Sekali tiup out deh gue!"

Banyu sebenarnya masih ingin meneruskan dramanya, enak juga menggoda Bumi, sekali-kali, jangan dirinya terus yang jadi korban. Tapi sayangnya Wati tiba-tiba muncul, mengendus ujung jari-jemari kakinya, membuatya sedikit panik dan refleks mengambil langkah mundur. Beruntung Banyu sudah lebih dulu memakai maskernya.

"Watii!!" Bumi heboh. Langsung mencomot dan menggendong Wati, "Kabar kamu gimana? Sehat lahir batin kan?"

"Miauuu..." seperti biasanya, Wati akan menjawab pertanyaan Bumi. Bahkan Wati juga sudah bermanja-manja di ketiak Bumi, padahal 'kan Bumi belum mandi.

"Alhamdulillah. Eh kamu kayaknya gendutan deh?" Bumi sampai mengangkat-angkat tubuh Wati hanya untuk meneliti perubahan Wati.

"Astaghfirullah Wati! Kamu ngaku! Kucing kompleks mana yang udah bikin kamu bunting gini? Kamu masih di bawah umur! Nggak boleh, tau nggak sih? Kamu jadi perempuan yang punya harga diri dikit dong, kabur kek atau cakar sampe mati!"

Di belakang Bumi, Banyu sampai mengelus dada, kaget bukan main dengan Bumi yang tiba-tiba berteriak sambil emosi. Padahal ini hanya urusan Wati.

"Miaauu..." Wati kembali bersuara, kali ini ditambah menunduk bersalah.

"Yaudalah mau gimana lagi, udah terlanjur juga." balas Bumi, pasrah. "Yang penting kamu jangan sampai depresi terus terjun dari jembatan. Ingat, bunuh diri itu dosa Ti! Kamu nggak perlu khawatir, nanti aku yang nafkahi kamu setiap hari, nanti aku bakal minta diskon ke mba Endang lagi biar kamu makan ikan asin tiap hari!"

"Yang ada anak-anaknya Wati gizi buruk, Bum!" cibir Banyu, masih memperhatikan dari belakang dengan jarak sejauh satu meter.

"Eh iya juga ya?" dan anehnya Bumi percaya saja ucapan Banyu, "Yauda kalau gitu nanti aku kurang-kurangi bolos ke kantinnya deh biar uangnya bisa buat beli whiskas." masih mengelus-elus puncak kepala Wati yang sedang menikmati santapan paginya. Setidaknya pagi ini Wati tidak perlu bertaruh nyawa untuk mencuri ikan dari warung Padang di seberang jalan. Karena terakhir kali, Wati kena lempar sandal.

"Miaauu..."

"Iya sama-sama. Apa sih yang nggak buat kamu? Yauda, kalau gitu kamu abisin dulu ikan asinnya. Aku mau pulang dulu, kasian Abangku kalau lama-lama dekat kamu, bisa otw surga ntar!"

"Replay coba, Bum!"

Bumi menoleh, menyengir lebar pada Banyu yang tersenyum mengerikan, lalu pada hitungan ketiga "Huaaa kabuurr!!! Ada Abang galak!"

RemoveWhere stories live. Discover now