Lima belas

31.6K 5.4K 498
                                    

Happy Reading

"Bangun lo!"

Irish menendang Elis yang terduduk di lantai dengan tangisan yang meleleh di pipinya. Untuk kesekian kalinya, dia dirundung oleh Irish dan teman-temannya.

"Lo tuli? Bangun!" sentak Irish karena Elis tak kunjung bangkit.

"Lemah banget sih jadi cewek!" cibir Gabby yang berdiri di belakang Irish.

"Gak guna juga lo nangis," ujar Vio ikut mengompori.

Dengan sisa kekuatannya, Elis berusaha bangun dan berdiri. Kakinya sudah lemas karena ketakutan, ditambah lagi beberapa kali Irish menendangnya dengan kuat membuat beberapa titik di kakinya mulai membiru. Rambutnya mencuat tak beraturan karena di jambak. Seragamnya berantakan karena tubuhnya terus-terusan di dorong.

"Lo denger ya! Jangan karena lo cantik dan pinter lo bisa ngatain kita sesuka hati. Kalau berani ngomong depan kita!" desis Irish saking kesalnya.

"Ngomongin dibelakang semangat banget! Eh pas ketauan langsung kicep kan lo! Gak berani!" celetuk Vio dengan menggebu.

"A-aku ga pernah ngatain ka-kalian kok," ucap Elis tersendat. Dia benar-benar tidak melakukan hal yang dituduh. Sumpah demi apapun dia tidak pernah berani mencari masalah dengan anak kelas E.

"Ck. Gak mau ngaku lo? Gimana kalau kita buka baju lo dan sebar fotonya nanti, hm?" ancam Irish yang memang selalu berperan menjadi bos dan juru bicara.

Elis menggelengkan kepalanya kuat-kuat. "Ja-jangan, Rish."

Senyum licik tersungging di bibir merah Irish. Dia saling berpandangan dengan Vio dan Gabby yang juga tersenyum dengan wajah menyebalkan. Mereka tahu rencana ini akan berhasil.

"Oke. Gue buat penawaran menarik buat lo. Gue bakal ampuni lo dengan satu syarat," Irish mengacunkan jari telunjuknya di depan wajah Elis yang memelas.

"A-apa?"

"Lo tau kan ujian semester 4 bulan lagi. Dan gue mau lo cariin kita kunci jawaban buat ujian nanti."

Mata Elis melebar. Dia belum pernah berurusan dengan hal ilegal seperti itu. Bagaimana cara dia mendapatkan kunci jawaban?

"Gi-gimana caranya?" tanya Elis memberanikan diri.

"Mana gue tau! Urusan lo lah! Pokoknya sebelum ujian lo harus kasih kita kunci jawabannya. Paham?" lagi-lagi ucapan Irish begitu mengintimidasi Elis.

Elis terdiam sebentar, seperti sedang berpikir. Wajahnya menunduk menatap ujung sepatunya yang kotor.

"Kalau aku dapet, kamu ga akan bully aku lagi, kan?" Elis mengucapkannya dengan lirih tapi masih bisa di dengar ketiga perempuan di depannya.

"Tergantung!" smrik terbit di bibir ketiga perempuan itu.

Nyali Elis kembali menciut. Dia sudah tak tahan terus-terus ditindas tapi dia juga terlalu takut untuk menolak.

"O-oke," jawab Elis pada akhirnya.

"Bagus. Jangan coba-coba kabur, oke?" Irish menepuk pipi Elis beberapa kali lalu keluar dari sana diikuti Vio dan Gabby.

Setelah kepergian ketiganya, Elis terduduk lemas. Air matanya turun kembali tanpa bisa ditahan lagi. Selalu seperti ini saat dirinya dirundung oleh Irish. Dirinya selalu lemah.

Dengan kasar, Elis menghapus air matanya dan merapikan rambutnya yang berantakan. Setelah merasa lebih baik, Elis melangkah keluar dari kelas kosong yang memang tak terpakai.

FOUR (Selesai)Onde histórias criam vida. Descubra agora