2.

6.7K 992 41
                                    

"Aku nggak tahu bahwa kamu masih berhubungan sama laki-laki itu."

Farah bisa mendengar nada sinis pada suara laki-laki yang melangkah mengikutinya menuju kamarnya, sepeninggal Attar.

Farah menghempaskan diri di kursi di depan kamarnya. Asrama karyawan itu terdiri dari 20 kamar di lantai 1 dan 20 kamar di lantai 2. Di depan setiap kamar ada teras kecil. Beberapa orang meletakkan jemuran pakaian di teras tersebut. Tapi Farah meletakkan dua buah kursi disana. Sejak Erlang beberapa kali datang menemuinya, Farah merasa perlu memiliki kursi itu untuk menerima tamu di teras kamarnya. Tidak aman menerima Erlang bertamu di dalam kamarnya.

"Pak Attar ada conference disini," jawab Farah singkat.

Terlihat Erlang mengikutinya, duduk di kursi di samping Farah.

"Dia sering kemari?" tanya Erlang.

"Baru kali ini."

Mendengar itu, Erlang menahan diri untuk tidak tersenyum. Tapi dua detik kemudian wajahnya kaku lagi, seperti baru teringat sesuatu.

"Kalian sering teleponan?" tanya Erlang kemudian.

Farah agak enggan mengakui. Tapi di bawah tatapan Erlang yang mengintimidasi, Farah akhirnya mengangguk. "Ahsan sesekali telepon aku."

Sesuai dugaan Farah, wajah Erlang makin terlihat keras setelah mendengar jawabannya.

"Aku nggak suka!" kata Erlang tegas, meski intonasi maupun volume suaranya tidak meninggi sedikitpun.

Farah sudah menduganya.

"Meski kamu bilang bahwa kalian cuma dosen dan mahasiswa, tapi laki-laki itu jelas menyukai kamu."

Tanpa Erlang jelaskanpun, Farah sudah menyadarinya. Perilaku Attar selama seminggu ini di Bali, setiap kali mereka bertemu, mengkonfirmasi kecurigaan Farah.

Ia kira setelah lewat setahun mereka tidak pernah bertatap muka secara langsung, keadaan sudah berubah. Tapi ternyata sepertinya dosennya itu masih tertarik padanya.

"Jangan terlalu menanggapi dia."

Kali itu Farah memandang Erlang sambil mengernyit. "Itu hak Om kalau nggak suka lihat aku dan Pak Attar. Tapi Om nggak berhak melarang aku menjaga hubungan baik dengan dosenku."

Wajah Erlang seperti terpukul mendengar kata-kata yang disampaikan Farah. Meski dengan suara pelan, kata-kata Farah itu menamparnya.

"Kamu anggap aku ini apa, Far?!" tanya Erlang. Ia masih menjaga suaranya tetap pelan agar tidak mengganggu penghuni asrama yang lain. Tapi wajah dan intonasinya menjelaskan kemarahannya.

Farah sadar Erlang marah dan kecewa padanya. Tapi ia tidak mau memberi harapan palsu.

"Om-ku," jawab Farah.

"Aku nggak anggap kamu sebagai keponakan lagi!"

"Itu hak Om, nggak anggap aku ponakan Om lagi," kata Farah dingin. "Tapi aku juga berhak masih anggap Om sebagai Om aku kan?"

Rahang Erlang mengeras.

"Sama seperti Pak Attar. Dia berhak nggak anggap aku sebagai mahasiswanya lagi. Tapi aku tetap  menghormatinya sebagai dosenku."

Erlang menatap mata Farah, tajam. Farahpun menguatkan hatinya untuk membalas tatapan Erlang.

"Setelah semua yang aku lakukan selama ini, Far..."

"Aku nggak pernah minta atau nuntut Om melakukan apapun."

"Iya. Tapi aku beneran cinta kamu, Far. Masa kamu nggak bisa mempertimbangkannya lagi sih?"

SEGITIGA BERMUDA (season 2)Where stories live. Discover now