30. Berjuang berpisah

14 4 0
                                    

~Sekuat apapun seseorang memperjuangkan jika memang bukan jodohnya, manusia hanya bisa ikhlas melepaskan dan seindah apapun cara seseorang memutuskan berpisah tetap saja menyakitkan~

***

Pagi itu sangat cerah seperti hati Imaz yang sedang bercandu dengan dinginnya suasana dan sepoi-sepoinya angin. Siapa yang tak menyangka seorang Imaz sekarang tinggal bersama keluarga Kiyai Abdul Musthofa. Sambil menyeruput teh di balik tirai kamar, ia teringat wajah Robet. Bagaimana kabarnya sekarang? Apakah ia merindukannya? Imaz sudah bebas dari penjara. Dia membutuhkan kehadirannya.

"Kenapa? Apa yang sedang kau pikirkan?" Tanya Ningrum yang tiba-tiba nongol di kamarnya dan mendekat ke arahnya.

"Aku merindukan Gus Robet, bu. Kenapa dia tidak memberi kabar?" Lagi-lagi Imaz menyebut nama yang Ningrum benci. Bagaimanapun juga, Imaz masih istri sahnya. Ia tidak mempercayai keputusan Romo Kiyai yang menjodohkannya dengannya.

"Ibu sudah bilang. Ceraikan dia. Dia tidak pantas kau pertahankan," tegas Ningrum.

"Hatiku berat untuk menceraikannya bu." Imaz tertunduk sedih.

"Kau mempertahankan laki-laki yang tidak pernah memedulikanmu?"

"Ibu tidak tau, sejak pertama kali bertemu dengannya, aku luluh dengan iman dan ketakwaannya. Aku yakin, Gus Robet masih mencintaiku. Dia hanya butuh waktu untuk menyesuaikan keadaan ini."

"Imaz, ibu kagum sama kesabaranmu. Sama seperti bapakmu. Ibu bangga sama kamu." Sesaat itu, Ningrum beruraian air mata. Imaz tak kuasa melihat Ningrum meneteskan air mata. Ia kemudian memeluknya.

"Bu, Imaz boleh menanyakan sesuatu?" Kata Imaz berterus terang.

"Tanya saja."

"Imaz tidak bisa lama-lama di pesantren."

"Kenapa?"

"Imaz ingin melanjutkan pendidikan umum, bu. Aku tau, pasti sulit untuk aku bisa kuliah. Tapi hanya dengan cara ini, aku mencari kebahagiaan dengan melanjutkan menuntut ilmu."

"Jangan diniati seperti itu. Yang penting, kau tetap menuntut ilmu. Cari pengalaman dan pembelajaran."

"Iya, bu. Insya Allah."

"Memangnya kau mau kuliah dimana? Jurusan apa?"

"Kuliah di luar jawa bu. Jurusan sastra inggris. Apakah ibu mengizinkanku?"

"Apapun yang Imaz inginkan selagi itu baik, ibu mengizinkan. Yang penting, kau jangan pernah lupa salat sebab semua yang terjadi di dunia ini atas kehadirat Allah."

Sebenarnya, ini keputusan Imaz yang tak pernah ia duga. Sekolah saja tidak lulus. Antara yakin dan tidak ia bisa lolos masuk perguruan tinggi. Tapi, ia teringat pengalaman Robet. Ia mondok bertahun-tahun sembari kuliah. Mungkin Allah memisahkan sebentar hubungan mereka agar bisa saling memantaskan diri.

Maka, malam harinya, Imaz bertekad mencari soal tes potensi akademik. Dengan dibantu Ning Fiyyah, ia begadang mengajarkan sahabatnya.

Arman yang digadang-gadangkan oleh pihak kepolisian keberadaannya, rupanya dia berada di suatu tempat yang siapapun tak akan bisa menemukannya. Namun, ia percaya. Secerdik apapun seseorang bersembunyi pasti akan tercium juga. Dia tinggal bersama teman dan kekasih tercintanya, Irma. Mereka serentak memakai baju serba hitam. Arman menyerahkan sebuah korek api pada temannya.

"Semua akan berakhir begitu juga pemain utamanya," kata Arman dengan menunjukkan senyum liciknya.

"Apa yang bisa saya lakukan Bos?"

Finding My LoveTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon