4

546 87 7
                                    

Hai, selamat siang.
Jangan lupa vote and comment ya-!!

Happy Reading-!! ❤️

••••••

Tepat pukul 5 sore Renjun sampai di rumahnya, namun ia melihat bahwa mobil yang di pakai Ayah dan Bundanya sudah ada di halaman. Begitu juga dengan motor kedua adiknya.

Seketika Renjun merasa cemas, iya perlahan membuka pintu rumahnya. Lalu memasuki rumah dengan kepala menunduk disertai dengan rasa takut.

Ketika Renjun berjalan, terdengar suara yang membuat langkahnya terhenti, "Habis dari mana saja? Sudah puas bermainnya, huh?"

Renjun semakin menundukkan kepalanya, ia tidak berani menatap ke sumber suaranya tersebut."Renjun habis dari rumah Haechan, Bunda..." cicitnya

Irene mendekat dan mencengkeram pipi Renjun agar lelaki itu melihat ke arahnya, lalu menatap tajam ke arah Renjun, "Kalau sedang diajak berbicara itu liat ke orangnya. Kesannya tidak sopan kalau melihat ke bawah."

"Shhh... sakit, Bun..." rintihnya seraya memegang pergelangan tangan sang Bunda.

Irene tak mengindahkan rintihan Renjun, justru semakin menguatkan cengkraman pada pipi Renjun, membuat sang empu meringis kesakitan dengan mata yang berkaca-kaca.

"Kamu bilang sakit? Ini hukuman kamu karena melawan ucapan Bunda. Bunda suruh kamu di rumah untuk menjaga rumah dan kedua adikmu. Kenapa malah pergi bermain tidak jelas?"

"Maaf, Bunda..."

"Gampang banget kamu bilang maaf, kamu-"

"Bunda, sudah. Tidak perlu seperti itu, kasihan Renjun. Dia kesakitan. Dan kalian berdua kenapa hanya diam? Tidak ada niat untuk membantu kakak kalian?" belum sempat Irene melanjutkan kalimatnya, terdengar seseorang menyelanya.

Irene melepaskan cengkraman dengan kasar, bekas merah terlihat jelas di pipinya yang putih. Sedangkan Jeno dan Jaemin yang sedari tadi melihat hanya diam tanpa ada niat untuk membalas ucapan sang Ayah.

Chanyeol menatap sekilas ke arah Renjun, "Kamu pergilah ke kamar."

Renjun bergegas menaiki tangga dengan cepat, sesekali meringis merasakan perih di pipinya. Sepertinya pipinya tak sengaja terkena kuku sang Bunda, sehingga membuat pipinya sedikit terkena luka goresan.

Setelah sampai di kamarnya, Renjun langsung masuk dan mengunci pintunya. Saat ini ia hanya ingin sendiri, ia ingin menenangkan dirinya. Tetapi kalau diingat setiap hari pun ia selalu merasa sendiri di rumahnya.

Sebenarnya ada perasaan marah di dalam dirinya, tetapi ia tidak sanggup untuk meluapkannya. Renjun meluruhkan dirinya di belakang pintu kamarnya, ia menelungkupkan kepalanya di tangan yang terlipat di atas kedua lututnya.

"Hiks... kenapa selalu Renjun? Hiks... padahal Renjun baru saja bermain, kenapa Renjun yang selalu kena marah dari bunda, hiks... padahal Jeno dan Jaemin pun tidak pulang dari semalam, apa Bunda tau itu? Hiks... apa Bunda juga marah kepada mereka seperti Bunda marahin Renjun?" isakan terdengar di seluruh kamar Renjun.

Setelah puas menangis, Renjun berdiri dan menghapus sisa air mata di kedua pipinya. Kemudian ia tersenyum manis seraya menepuk kedua pipinya pelan,  "Tidak boleh menangis, nanti jelek. Terus nanti tidak ada yang mau menjadi temanku, hahaha."

Ia berjalan menuju kamar mandi, ia ingin membersihkan dirinya. Karena merasa tubuhnya lengket, ia berencana untuk langsung tidur sehabis mandi.

Tidak berniat untuk makan malam, karena perutnya masih kenyang setelah makan pasta di rumah Haechan. Lagi pula semenjak meninggalnya kak Mark, Renjun hampir tidak pernah makan satu meja bersama dengan keluarganya. Lagi?

Anargya || Huang RenjunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang